Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Bertani Asyik Tanpa Takut Kulit Bersisik

9 November 2018   20:08 Diperbarui: 10 November 2018   01:16 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teh Nissa saat memberikan tur keliling pesantren. Dokpri

Usut punya usut, teh Nissa mengalami penebalan rahim yang disebabkan olah pola makan yang tidak sehat. Peristiwa yang nyaris merenggut nyawanya dan bayinya itu kemudian menjadi landasan keduanya untuk menjalani pola hidup sehat dengan merombak total konsep konsumsi, bertani dan berinteraksi dengan alam.

"Teknologi pertanian dan industri makanan modern telah menjebak kita menjadi konsumen yang asal makan, tanpa peduli asal makanan dan berakibat fatal bagi kesehatan," ujar ibu tiga anak itu memulai cerita. 

Dalam kunjunganku ke Pesantren, memang benar terlihat bagaimana perempuan yang sangat gesit, idealis dan pemimpi tersebut menunjukkan bahwa laboratorium hidup yang diasuhnya selama 10 tahun adalah dunia pertanian yang berbeda.

"Bertani itu harus dimulai dengan konsep memuliakan alam, Mbak Ika." Ujarnya mantap. 

Sepasang matanya yang lembut dan keibuan serupa kebanggaan yang tak ternilai tentang kerja keras mengembalikan kearifan lokal warisan nenek moyang ditengah gempuran praktek pertanian modern yang cenderung merusak tanah, air dan rantai makanan.

Kepadaku ia menunjukkan bayam rambat yang berdaun lebat lagi hijau, dengan biji-bijinya yang berwarna hijau tua dan hitam. Kemudian kami bergeser menuju bagian dekat pintu bagian belakang rumah yang dipenuhi tanaman tomat yang sedang ranum, bayam Perancis berdaun selebar telapak tanganku, batang kuur-kuru tua dengan bunganya yang berwarna cokelat lagi siap panen, rumpun-rumpun kecil daun bawang diantara tanaman tomat dan pohon jambu klutuk yang buahnya masih kecil lagi mentah.

Sementara di sisi luar kebun adalah areal persawahan yang baru dipanen dan rumah-rumah mungil khas pedesaan dengan gunung Guntur menjulang jumawa di kejauhan. Tak lupa diatas kami adalah payung semesta berupa langit biru bersih dengan gumpalan awan putih tipis, dan hembusan angin dingin yang menusuk kulit.

Ia juga menghidangkan menu makan siang atau makan malam yang sama sekali berbeda dengan yang pernah kusantap dalam hidupku. Misalnya, telur dadar daun pegagan, tumis oncom dan eceng gondok, atau sambal cabai gendut bumbu rempah. Semua menu tersebut dimasak tanpa 'MSG' apalagi bumbu instan. Semua hanya mengguankan rempah-rempah lokal sehingga bisa juga disebut makanan bersih.

Selain dikenal sebagai pemilik pesantren kece ini, perempuan yang tak pernah berhenti belajar ini juga menjadi pemulia benih lokal. Dalam perjalanan hidupnya sebagai pengasuh sebuah pesantren dengan konsep Pekarangan Ekologis, teh Nissa juga memperdalam ilmunya dengan belajar langsung kepada Dr. Vandana Shiva, yaitu seorang ekofeminis, penulis buku, peraih nobel perdamaian dan penggagas bank benih lokal di India. Kini, pembelajaran itu telah dibaginya kepada berbagai komunitas di Jawa hingga Aceh.

"Pesantren Ath-Thaariq ini luasnya kurang dari hektar, tapi mampu menghidupi seluruh keluarga pesantren setahun penuh. Kami tanam berbagai jenis tomat untuk camilan anak-anak, ada juga pohon cherry. Kalau mau akan tinggal ambil apa yang mau dimakan. Sumber karbohidrat kita punya padi, pisang dan ganyong. Semua tinggal petik dan panen sejengkal dari rumah, Mbak Ika." Perempuan itu tersenyum penuh rasa syukur sampai-sampai sepasang matanya yang nyaris tenggelam itu masih memancarkan sinarnya dengan indah. Ia terlihat begitu puas dan bahagia.

Dalam pertemuan kami, terdapat juga diskusi kecil tentang kondisi pertanian dan petani di Indonesia yang kondisinya cenderung memprihatinkan. Antara 2014-2017, telah terjadi penurunan jumlah angkatan kerja di sektor pertanian, perkebunan, perkebunan, kehutanan dan perburuan sebesar 1,2 juta orang, di mana jumlah petani kini turun dari 40,8 juta orang pada 2014 menjadi 39,6 juta orang pada 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun