Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pramoedya Ananta Toer Itu Siapa Sih?

29 Mei 2018   12:44 Diperbarui: 30 Mei 2018   14:49 4004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sebuah kegaduhan lain di dunia maya saat sebuah screetshoot tersebar cepat bagai pijar kembang api di malam tahun baru. Bunyinya begini: "Lagian  pramoedya itu siapa sih? Cuman penulis baru terkenal kayaknya..masih  untung dijadiin film, dan si Iqbal mau meranin karakternya..biar laku  bukunya." Tersebar sudah pernyataan ini ke mana-mana dan mengundang berbagai respon netter. 

Saya menanggapi screenshoot itu biasa aja, karena identitas si pembuat pernyataan disembunyikan. Jadi kan saya tidak bisa kepo ke akun miliknya untuk mengetahui siapa dia sesungguhnya. 

Terlebih karena saya kena bully sejumlah netizen setelah membuat sebuah tulisan berjudul: Teruntuk Iqbaal, Jangan Kau Hinakan Minke "Bumi Manusia" dengan Peran Picisan, karena publik mengira saya terang-terangan menghina Iqbaal Ramadhan si millenial populer dengan segudang prestasi kelas nasional dan internasional itu.  

Padahal, itu hanya jenis tulisan untuk memicu semangat Iqbaal dalam  melakukan pendalaman karakter Minke. Sebab dalam beberapa pernyataan Hanung yang dikutip sejumlah media daring mengatakan bahwa Iqbal nggak  perlu baca roman "Bumi Manusia" untuk memahami siapa Minke, kan menyesakkan sekali, seolah Iqbaal nggak sanggup memahami karya tersebut. Juga kritik tidak langsung untuk sutradara yang dalam sebuah pemberitaan media online menyatakan bahwa pemilihan Iqbaal sebagai Minke tidak dilandasi oleh kecerdasan Iqbaal, melainkan karena karena dia anak millenial. 

Nah, soal pendapat di netter soal Premoedya apa benar penyataan itu ditulis anak millenial yang memang tidak pernah membaca karya Pram, sengaja ditulis oleh anak muda penggemar Iqbaal, atau hanya sekedar gimmick untuk semakin meningkatkan pamor pihak tertentu terkait rencana produksi film "Bumi Manusia"? Siapa yang tahu kebenarannya kalau kanal diskusi ditutup rapat bagai  benteng sebuah kerajaan untuk menghindari serangan musuh. 

Akan sangat  seru jika kita bisa diskusi dengan si pembuat pernyataan tentang sosok  Pramoedya dan karya-karyanya yang melambungkan nama sastra Indonesia di  kancah internasional. Sayangnya, kesempatan itu tidak terbuka. Maka,  kesimpulan sementara saya adalah bahwa pernyataan tersebut merupakan gimmick.  

Netizen mengomentasi pernyataan ini dengan beragam pendapat. Misalnya ada yang mengatakan seperti ini: 'hancur hatiku' atau 'pasti ini bocah kebanyakan baca sosmed' atau 'masih ngompol tuh bocah' atau 'sedih banget bacanya' atau 'parah' atau 'ini yang bikin khawatir film Bumi Manusia akan menjadi film komedi  cinta yang diidolai manusia-manusia tolol semacam komen tersebut. 

Satu  kata untuknya, asu' atau 'kasihan tidak mengenal penulis yang pernah masuk nominasi dapat penghargaan nobel' dan banyak komentar lainnya yang negatif. Bahkan, ada netter yang menyatakan bahwa kondisi 'gagap informasi' tentang Pramoedya  merupakan keberhasilan rezim Orde Baru dalam membuat buta anak bangsa  akan sejarah bangsanya sendiri. 

Saya melihatnya dengan pandangan sederhana saja. Jika si pembuat pernyataan merupakan anak millenial yang akrab dengan gadget, yah antara SMA-Kuliah, yang mungkin juga penggemar Iqbaal, memangnya dia nggak ngeh ya dengan mesin pencari Google? Sudah menjadi rahasia umum kalau Google itu Tuhan Modern yang bisa memberi jawaban atas pertanyaan apapun, kecuali kapan jadwal  kematian kita. 

Apakah rasa penasaran yang terpicu 'kegaduhan nasional'  itu tidak membuatnya berinisiatif meluncur ke papan ketik pencarian dan  menulis kata: Pramoedya. Tentu saja Google akan memberi jawaban  melimpah ruah, bisa mabuk kepayang kita membaca informasi yang sangat  kaya yang ditampilkan oleh mesin pencari ajaib itu. 

Saya kira, anak millenial tahu kemana mencari informasi pertama alih-alih ngomel dan dengan  percaya diri menunjukkan ketidaktahuan di Facebook. Jika anak millenial gagal paham atau buta menggunakan teknologi informasi, jangan-jangan dia millenial kurang gaul. 

tangkapan layar dari Google Book
tangkapan layar dari Google Book
Meski menurut saya pernyataan itu terkesan kontradiktif dengan karakter anak millenial yang melek informasi dan akrab dengan teknologi, yah, ada baiknya kita  melakukan semacam introspeksi diri secara nasional. Kok bisa anak millenial tidak mengenal sastrawan dari bangsanya sendiri yang berkelas  internasional, sementara informasi sangat melimpah ruah? 

Sebab, pada  zaman saya sekolah dulu, belumlah akrab dengan mesin pencari semacam Google dan masih menggunakan 'wartel' untuk berkomunikasi, sehingga pengetahuan tentang sosok Pramoedya  kosong melompong. Kan, informasinya tidak ada di buku-buku sekolah. Dan  omong-omong, saya baru mengenal nama Pramoedya saat punya kesempatan  tinggal di kota besar untuk kuliah. Coba kalau saya masih tinggal di  kampung dan tidak sekolah, alamat saya tidak akan tahu siapa Pramoedya.

Yah, meski kita tidak tahu apa tujuan sebenarnya pernyataan si netter yang tidak diketahui siapa namanya itu, kita jadi punya kesempatan  mengambil pembelajaran berharga, bukan? Sudah saatnya institusi seperti  sekolah, pesantren dan perguruan tinggi mengenalkan siapa sosok  Pramoedya Ananta Toer dan karya-karyanya. 

Sudah saatnya karya-karya  Pamoedya menjadi bacaan wajib anak bangsa baik di kota maupun desa.  Sebab, sudah banyak lho yang menjadikan karya-karya Pamoedya sebagai  mahar pernikahan (eaaa). 

Masa iya, langkah kita masih tertinggal jauh.  Lagipula, reformasi sudah berselang 20 tahun dan tidak ada lagi kekuatan  dominan bangsa ini yang melarang kita membaca karya-karya Pramoedya  seperti ketika zama Orde Baru. Kita bebas membaca dan mendiskusikan  karya dan pemikiran Pram. Mari kita gunakan kebebasan itu sebelun negara  api menyerang. 

Selama  beberapa hari ini, saat mengikuti perdebatan demi perdebatan tentang  rencana produksi film 'Bumi Manusia', saya mendapat beberapa pembelajaran berharga. Pertama, bahwa kaum terpelajar saja banyak  yang belum pernah membaca karya-karya Pramoedya, padahal mereka kaum terdidik dan pembaca buku-buku bagus.

Apakah harus bilang bahwa Orde  Baru menang karena telah mengibuli anak bangsa untuk tidak mengenal Pramoedya sebagaimana telah berhasil menghilangkan nama RM.TAS dari  buku-buku sejarah? Saya kira tidak selalu demikian, sebab generasi yang menikmati hasil reformasi bisa dengan bebas mengakses bahan bacaan  dengan cara yang paling gampang: Google. 

Kedua, mungkin sebagian pembaca fanatik buku-buku Pramoedya pelit dan sok  eksklusif dengan tidak 'rajin' memperkenalkan karya berharga itu ke publik. Misal, dengan pelit meminjamkan buku-buku karya Pram kepada  mereka yang tidak mengenal karya-karya Pram karena buku-buku itu berharga ibarat harta karun. Atau memang terlalu malas bersaing untuk  menghidupkan karya-karya Pram ditengah gempuran budaya pop dengan bacaan-bacaan ringan dan muda, seperti novel-novel cinta yang kisahnya  picisan. 

Ketiga,  bahwa dibalik kecaman keras publik kepada Hanung Bramantyo, justru  inilah salah satu teknik sang sutradara untuk mengenalkan Pramoedya ke  publik sehingga generasi millenial berburu buku-buku Pramoedya ke  toko buku dan mulai menelisik sejarah satrawan besar tersebut.  

Meskipun, akan sangat disesalkan jika misalnya Hanung sengaja membuat  publik terlibat dalam 'kegaduhan nasional' karena memilih pemeran tokoh-tokoh dalam film "Bumi Manusia' dengan alasan yang sangat  murahan. 

Keempat,  pemikiran Pramoedya dihidupkan kembali dengan cara berbeda. Mungkin,  setelah ini kita akan disibukkan dengan banyak diskusi, pameran dan  kegiatan lain yang berhubungan dengan karya dan pemikiran Pram. 

Terlepas dari prasangkan bahwa diangkatnya kisah dalam "Bumi Manusia" ke  layar lebar semata demi keuntungan finansial dengan memanfaatkan popularitas Iqbaal Ramadhan. Kini, kesempatan bagi karya-karya Pram untuk mengguncang jagat Indonesia dan dunia kembali terbuka lebar. Jika dulu Pram dikalahkan 'ketakutan' rezim Orde Baru, maka kali ini kita semua harus memenangkannya. 

sumber: feedyeti.com
sumber: feedyeti.com
Jika ada waktu, datanglah ke kegiatan "Namaku Pram: Catatan dan Arsip" dan kita dapat kembali belajar bersama tentang sosok besar Premoedya  Ananta Toer serta karya-karyanya yang memikat. Ajak serta kawan, rekan  kerja, kekasih, keluarga, calon mertua, atau generasi millenial  yang Anda kenal untuk bersama-sama belajar di sana. 

Saya kira, semesta  sedang merentangkan tali kasih untuk kita semua, agar belajar dengan  pikiran tenang dan hati yang jernih soal siapa Pram, karya-karyanya,  hingga perdebatan-perdebatan tentang rencana produksi film "Bumi Manusia" yang dianggap mereduksi pesan inti Pram dalam roman sejarah tersebut. 

Tulisan sebelumnya: Kata Prof. Ariel Heryanto tentang Film "Bumi Manusia"

Akhirnya,  saya ingin menutup tulisan ini dengan kalimat pendek hasil perenungan  semalam akibat menerima banyak hujatan karena tulisan sebelumnya: adil  sejak dalam pikiran itu relatif, sebab konsep adil di setiap kepala  manusia tidaklah sama. 

Bahan Bacaan: 1, 2 dan 3. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun