Salah satu program unggulan Prabowo sebagai presiden adalah pemberian makan siang bergizi gratis (MBG) untuk anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui dan anak balita. Beberapa perusahaan, seperti PT Japfa Comfeed Indonesia (Kontan, 6 Desember 2024) dan tentunya BUMN, seperti PGN, PLN, BRI, Bank Mandiri, BNI, Telkomsel, Pupuk Indonesia, dan BKI yang memang dapat diperintah oleh Menteri BUMN (Liputan 6, 12 November 2024) mendukung program ini.
Pemerintah Provinsi pun menyatakan dukungan, seperti NTT (Detik Bali, 5 Desember 2024) dan Pemerintah Kabupaten Bone (Detik Sulsel, 4 Desember 2024). Uji coba MBG juga sudah dilakukan di beberapa daerah, seperti Tangsel dan Kebumen.
Kontroversi
Program ini menimbulkan kontroversi karena dianggap akan menekan APBN mengingat biaya yang dibutuhkan untuk MBG sangat besar. Untuk tahun 2025 saja, anggaran MBG mencapai Rp. 71 triliun. Â Bahkan saat membuka Tanwir dan Milad ke-112 Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Kupang, Prabowo mengungkapkan, bahwa dia ditakut-takuti bahwa MBG akan menurunkan IHSG, diejek, dan ditertawakan, dan bahkan diancam (Liputan 6).
Beberapa akun X juga mentertawakan nilai MBG yang hanya Rp. 10.000. Ada yang memberikan gambar tentang makan siang senilai Rp. 15.000 saja sudah sangat sederhana, apalagi jika nilainya hanya Rp. 10.000. Kira-kira seperti apa ya MBG yang hanya Rp. 10.000, tulis akun yang lain. Gizinya dimana cuma Rp. 10.000, dll. adalah ungkapan bernada miring untuk program MBG Rp. 10.000 yang bisa kita baca di beberapa akun X.
Pemimpin yang Menggerakkan
Melihat antusiasme perusahaan dan pemerintah daerah, sebenarnya tidak akan terlalu sulit menyediakan MBG dengan anggaran terbatas. Program MBG dengan segala keterbatasannya, terutama keterbatasan dana, mengingatkan saya pada mukjizat lima roti dan dua ikan dalam Alkitab, dan berita dari Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Sidoarjo.
Dikisahkan dalam Injil, Yesus mampu memberi makan kira-kira lima ribu laki-laki, bahkan hanya dari modal lima roti dan dua ikan yang bukan miliknya, tetapi milik seorang anak. Yesus kemudian memberkati roti dan ikan milik anak tersebut dan membagikannya kepada orang-orang yang mengikuti-Nya. Setelah orang-orang tersebut kenyang, bahkan tersisa dua belas bakul penuh dengan potongan-potongan roti.
Bagaimana hal itu bisa terjadi? Kata kuncinya sederhana: solidaritas. Jika kita memiliki pemimpin yang mampu menggerakkan hati, orang akan mau memberikan harta miliknya dan berbagi dengan orang lain. Apalagi negara kita adalah negara paling dermawan di dunia selama tujuh tahun berturut-turut menurut World Giving Index. Indonesia ada di posisi pertama dengan skor 68 (lihat situs Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Sidoarjo, 9 September 2024). Jadi kisah lima roti dan dua ikan bukan hal yang mustahil dilakukan di Indonesia, khususnya untuk program MBG.
Kata kuncinya untuk merealisasikannya adalah pemimpin yang mampu menggerakkan rasa solidaritas dan kedermawanan.
Masalah
Masalahnya adalah tidak ada atau belum ada lembaga khusus yang akan bertugas melaksanakan program ini. Menurut Budiman Sudjatmiko (Ketua Badan Pengentasan Kemiskinan) MBG akan melibatkan beberapa kementerian. Bahkan juga ada lembaga yang dikabarkan akan terlibat untuk menjalankan program ini, salah satunya Badan Pangan Nasional (Tempo, 2 Desember 2024).
Koordinasi antar kementerian dan lembaga, tanpa ada leading sector atau leading department atau pemimpin yang jelas yang diserahi tugas dan tanggung jawab realisasi MBG, akan menyulitkan bukan hanya tentang masalah teknis pelaksanaan tetapi juga untuk menumbuhkan solidaritas sosial dan kedermawanan. Â
Peluang
Jika pemerintah mampu memilih pemimpin yang tepat, sebenarnya ada banyak dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan yang jika dikoordinir bisa digunakan secara tidak tumpang tindih dan merata untuk menggandakan anggaran yang 'hanya' Rp. 71 triliun dan Rp. 10.000 per porsi.
Lantos (2001) dalam artikelnya yang berjudul 'The Boundaries of Strategic Corporate Social Responsibility' membedakan CSR ke dalam tiga jenis. Pertama, ethical CSR yang tujuannya adalah untuk menghindari masalah sosial. Banyak perusahaan memberikan dana CSR jenis ini kepada masyarakat di sekitar lokasi perusahaan dengan tujuan agar tidak terjadi masalah sosial dengan masyarakat setempat. Contohnya Aqua Danone memberikan dana Rp. 50 juta setiap tahunnya kepada desa-desa di Kecamatan Polanharjo Klaten, yang dapat digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana desa. Sebagai tambahan informasi, desa-desa tersebut adalah desa di sekitar pabrik Aqua. (https://repository.umy.ac.id Bab IV Kebijakan-kebijakan Danone ...).
Jenis CSR kedua adalah altruistic CSR. Dalam CSR jenis ini, perusahaan berbuat sosial dengan pengorbanan pemilik modal. Artinya, pemilik modal dengan suka rela membantu orang yang tidak beruntung. Berbagai sumbangan perusahaan untuk korban bencana alam adalah salah satu contohnya.
Yang ketiga adalah strategic CSR. Jenis ketiga ini mengindikasikan bahwa dana CSR yang diberikan bukan hanya baik untuk masyarakat, tetapi juga baik dan berguna bagi perusahaan.
Meskipun jenis CSR ketiga ini adalah yang paling baik dan berkelanjutan, tetapi kita harus berhati-hati jangan sampai dana CSR digunakan secara tidak langsung untuk memanfaatkan atau mengeksploitasi masyarakat. Sebagai contoh, misalkan ada perusahaan asuransi yang memberikan 'pelatihan' atau usaha peningkatan literasi asuransi. Jika tidak hati-hati, 'pelatihan' ini bisa menjadi usaha untuk mem-brain wash masyarakat, bahwa asuransi yang terbaik adalah asuransi dari perusahaan tersebut.
Implementasi strategic CSR dalam program MBG, misalnya, adalah pemberian jenis makanan tertentu yang diproduksi oleh perusahaan. Selain bermanfaat bagi masyarakat penerima, program MBG seperti ini, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, bisa menjadi usaha untuk memasarkan produk dan perusahaan tersebut melalui pemberian sampel produk di MBG.
Penutup
Anggaran Rp. 71 triliun dan apalagi nilai Rp. 10.000 per porsinya bisa tidak akan memberikan dampak seperti yang diharapkan untuk perbaikan kualitas sumber daya manusia di Indonesia untuk menuju Indonesia Emas 2045. Dibutuhkan pemimpin di tiap jenjang yang mengetahui detil teknis agar anggaran yang ada tidak dikorupsi dan tidak diambil sebagai keuntungan usaha aji mumpung oleh penyedia makanan.
Dan, yang terpenting tentunya diperlukan pemimpin yang bisa membangkitkan solidaritas sosial dan rasa kedermawanan, agar anggaran Rp. 71 triliun dan Rp. 10.000 per porsi dapat seperti cerita di Alkitab, bahkan menyisakan dua belas bakul penuh potongan-potongan roti.
Awal 2025 dimulainya pelaksanaan MBG sudah dekat, segeralah Bapak Presiden agar mampu memilih pemimpin pelaksanaan program MBG di tiap level yang mampu memunculkan solidaritas sosial dan rasa kedermawanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H