Pada periode lain, kami meletakkan buku obral berserakan di lantai karpet. Yang mengejutkan adalah bahwa penjualan kami saat buku diletakkan berserakan jauh lebih besar dibandingkan dengan jika buku obral diletakkan rapih di rak buku.
Dengan metode observasi, kami melihat bahwa pembeli akan langsung menyimpan buku yang menarik hati mereka, layaknya menemukan harta karun.Â
Membeli buku obral dengan cara memajang secara berserakan ternyata membuat pembeli serasa berburu harta karun. Menarik.Â
Sejak itu, saat saya masih bekerja di Gramedia Merdeka Bandung, saya dan teman-teman selalu memajang buku obral secara sengaja dibuat berserak di lantai karpet. Memang resiko untuk rusak lebih besar, tetapi nilai kerusakan tertutup oleh besaran omzet penjualannya. Â
Saat menjadi tenaga pengajar di Semarang, kami bekerja sama dengan Toko Buku Gramedia Jalan Pandanaran Semarang untuk program magang.Â
Banyak mahasiswa magang yang mengeluh, bahwa mereka yang calon sarjana hanya ditempatkan sebagai pramuniaga. Mereka menganggap program magang seperti ini tidak ada manfaatnya.
Untungnya program magang itu ada di bawah Pembantu Dekan III, jabatan yang saya emban saat itu. Saya kemudian bisa memberikan arahan dan pembelajaran kepada peserta magang.Â
Saya tanyakan kepada mereka, apakah mereka memperhatikan pengunjung saat masuk toko berbelok ke kanan atau ke kiri dan apa implikasinya.
Setelah beberapa hari mereka melakukan pengamatan, kemudian saya meminta mereka untuk mempresentasikan hasil pengamatan mereka dan implikasinya pada penempatan barang.Â
Saya cukup terkejut ketika mereka mampu mengaitkan arah pengunjung berbelok dengan produk yang dipajang. Jika mayoritas pengunjung berbelok ke kiri, maka produk yang kurang laku harus diletakkan di kiri pintu masuk. Barang yang laku, menurut mereka harus diletakkan di sisi kanan toko.
Saya juga memberikan beberapa pertanyaan praktikal lainnya, seperti bagaimana meletakkan buku yang saling tumpang tindih pengkategoriannya, seperti buku saya Manajemen Lingkungan Hidup untuk Bisnis.Â