Ramainya perbincangan tentang program 'Lapor Mas Wapres', ternyata ditanggapi dengan cepat oleh Kompasiana dengan memilih Topik Pilihan 'Ada Banyak Program Layanan Aduan, Kamu Pernah Coba? Gimana Hasilnya?'.
Bagi yang sudah atau akan melaporkan masalah yang dihadapinya, program 'Lapor Mas Wapres' tentu memberikan harapan baru. Sementara bagi yang kontra dengan Pemerintah atau dengan Mas Wapres atau yang pesimis, banyak yang mengatakan bahwa program aduan ini kemunduran karena sudah dilakukan oleh jaman Wapresnya Sudharmono dan Try Sutrisno, Pemerintah jaman SBY, Ahok, Anies, dan program ini juga tidak terkoordinasi dengan baik, dll.
Bahkan Reza Indragiri Amriel, Pakar Psikologi Forensik, sampai mencobai program ini dengan mengirimkan laporan beberapa kali melalui pesan WhatsApp dengan nomor yang berbeda. Hasilnya menurut Reza adalah pesan WhatsApp hanya centang satu, alias tidak tersampaikan.
Memang, masalah yang dilaporkan Reza terkait dengan isu kontroversial tentang siapa pemilik akun Fufufafa, bagaimana bisa memesan mobil Esemka, dan minta tips agar anaknya bisa menjadi Wapres (Tribun Jakarta, 16 November 2024). Laporan yang pertama tentang akun Fufufafa dibalas 'Terima kasih atas laporan anda, kami akan segera merespons laporan anda'.
Menurut saya memang masalah yang dilaporkan Reza bukan laporan diharapkan akan diselesaikan oleh program 'Lapor Mas Wapres'. Jika melihat situs dan formulir yang harus diisi dalam program 'Lapor Mas Wapres', masalah yang ingin diselesaikan adalah masalah yang dihadapi oleh warga terkait dengan layanan birokrasi pemerintah. Memang akan lebih baik, jika ada penjelasan masalah apa yang dapat dilaporkan ke 'Lapor Mas Wapres', agar tidak semakin banyak warga seperti Reza dan keluhannya ke media.
Kekuatan Program 'Lapor Mas Wapres'
Yang menarik dari program 'Lapor Mas Wapres' adalah bahwa program ini ada di bawah kewenangan pejabat yang memiliki otoritas penuh di level nasional. Penjelasan Prita Laura di media sosial menunjukkan bahwa program ini bukan hanya program Wapres seperti namanya, tetapi juga merupakan program Pemerintah Pusat. Harapannya adalah saat masalah tidak dapat diselesaikan di tingkat daerah atau di tingkat kementerian atau lembaga negara, Mas Wapres atau Pemerintah dengan kewenangan penuhnya mampu menyelesaikan masalah tersebut.
Program 'Lapor Mas Wapres' juga berbeda dengan program Wapres sebelumnya, mengingat saat ini Teknologi Informasi dan Komunikasi sudah berkembang demikian pesat, sehingga jika dirancang dengan baik, program ini memungkinkan interaksi antara pelapor dengan 'Mas Wapres' dengan lebih baik dibanding jaman wapres Sudharmono atau Try Sutrisno. 'Mas Wapres' dapat menjawab secara konkrit dan interaktif penyelesaian masalah yang dilaporkan.
Jika dirancang dengan baik, program ini tidak akan tumpang tindih dengan program layanan aduan sejenis di instansi yang berbeda. Sayangnya, memang tidak terlihat atau belum terlihat, penjelasan bahwa masalah yang diadukan apakah sudah diadukan ke instansi lain di level yang lebih bawah atau belum, dan hasil dari pengaduan pada layanan sejenis di tingkat yang lebih bawah dari 'Mas Wapres'.
Jika ada fitur ini, bukan hanya tumpang tindih, tetapi juga membantu masalah koordinasi yang dikhawatirkan oleh pengamat. 'Mas Wapres' bisa langsung menanyakan kemajuan laporan sebelumnya kepada instansi yang sudah dilapori oleh warga, tanpa perlu mengulang dari awal penyelesaian permasalahannya. Karena otoritasnya, harapannya 'Mas Wapres' punya kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan pelapor untuk 'menekan' instansi di bawahnya untuk segera menyelesaikan aduan.
Akuntabilitas Publik Penyelesaian Laporan Aduan
Polemik 'Lapor Mas Wapres' ini mengingatkan saya tentang sebuah artikel berjudul 'Not Just A Tool, Taking Context into Account in the Development of a Mobile App for Rural Water Supply in Tanzania' tulisan Anna Wesselink, dkk. di Water Alternatives Vol. 8 (2): 57-76 tahun 2015.
Menurut mereka, program layanan aduan berbasis elektronik akan hemat biaya dan respon lebih cepat, baik bagi pengadu maupun instansi pemerintah yang menerima aduan. Bagi instansi penerima layanan aduan, program layanan aduan berbasis elektronik dapat memberikan informasi yang relevan dan meresponnya secara cepat dan tepat untuk perbaikan layanan publik.
Meskipun demikian, yang menarik adalah bahwa program seperti ini akan efektif, hanya jika salah satunya dan yang menurut saya terpenting adalah bahwa adanya transparansi yang menunjukkan kepada publik nama instansi dan kemampuan atau ketidakmampuan instansi yang bertanggung jawab menyelesaikan masalah yang dilaporkan.
Jadi satu fitur tambahan yang perlu ditampilkan program 'Lapor Mas Wapres' adalah display daftar laporan, mulai dari kode laporan, masalah yang dilaporkan, penyebutan instansi yang terkait dengan laporan (bagian ini bisa dikoreksi oleh staf 'Mas Wapres' jika instansi yang disebutkan pelapor tidak tepat), dan yang terpenting bukan hanya respon tetapi laporan kemajuan dari instansi yang dilaporkan, serta kapan masalah tersebut diselesaikan. 'Mas Wapres' akan tahu persis waktu yang diperlukan oleh sebuah instansi untuk menyelesaikan masalah. Untuk kepentingan display ini nama si pelapor tidak perlu disebutkan, cukup dengan kode laporan saja.
Transparansi seperti ini penting, sehingga perlu ada fitur daftar masalah yang diadukan untuk setiap instansi. Publik akan segera tahu prosentase penyelesaian aduan oleh instansi yang dilapori masalah. 'Mas Wapres' pun dapat segera mengambil tindakan untuk membina instansi ini. Transparansi ini akan 'mempermalukan' instansi dan pejabatnya. Dan, publik tahu persis kinerja si instansi dan si pejabat.
Jadi fitur yang dapat menunjukkan akuntabilitas publik penyelesaian masalah aduan yang ditampilkan secara lengkap di situs 'Lapor Mas Wapres' atau situs layanan aduan sejenis, benar-benar dapat mendorong perbaikan kinerja birokrasi.
Jika Fitur Sudah Diperbaiki, Lalu Apa?
Saya khawatir fitur yang ada dalam situs tidak memungkinkan laporan dapat menjadi faktor penekan bagi pelayan birokasi untuk memperbaiki kinerjanya. Laporan harus menjadi milik publik dan dimonitor oleh publik. Jangan hanya menjadi masalah antara pelapor dan pejabat yang dilapori.
Kita tunggu, apakah 'Lapor Mas Wapres' hanya gimmick saja atau benar-benar berangkat dari konsep dan niat tulus untuk memperbaiki kinerja birokrasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H