Dosennya saja banyak yang kesulitan memenuhi persyaratan ini untuk tunjangan sertifikasi atau memenuhi Beban Kerja Dosen, apakah layak dosen seperti ini membimbing mahasiswa untuk melakukan publikasi? Untuk publikasi di jurnal bermutu selain membutuhkan waktu untuk proses review, juga pada beberapa jurnal atau konferensi memerlukan biaya untuk publikasi yang tidak sedikit. Lalu siapa yang akan membiayainya?
Itulah tantangan dan tuntutan yang dipersyaratkan bagi mahasiswa yang memilih menempuh jalur non skripsi. Selama ini dalam pengamatan saya, yang perlu dibuktikan melalui penelitian yang lebih mendalam, yang sudah dilakukan oleh mahasiswa dan lebih mudah adalah publikasi di jurnal yang kekurangan pasokan artikel, yang kebanyakan mohon maaf termasuk kategori jurnal kurang bermutu. Jangan terperangah dengan jurnal terindeks Scopus Quartile 1. Ada banyak jurnal seperti ini yang kesulitan memperoleh pasokan artikel. Biasanya jurnal semacam ini diterbitkan di negara yang 'aneh-aneh' yang kurang dikenal di kalangan ilmuwan, atau memang jurnal predator yang diterbitkan memang hanya untuk memperoleh publication fee.
Apa yang Harus Dilakukan?
Sebelum terlanjur dan berlarut, sudah selayaknya Menteri Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi meluruskan persepsi yang keliru. Alternatif skripsi bukan ditujukan untuk 'mempermudah', tetapi ditujukan agar sejalan dengan bidang studi dan profesi yang akan ditekuni mahasiswa.
Justru ketika Perguruan Tinggi memilih memberikan alternatif skripsi, Perguruan Tinggi harus menyiapkan segala hal yang menjadi tuntutan dan tantangan tiap alternatif tersebut. Jangan sampai mutu pendidikan tinggi menjadi semakin dipertanyakan, dan jangan sampai mahasiswa kemudian ditambah beban pembiayaan untuk alternatif skripsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H