Dua peristiwa penting yang menyadarkan saya tentang betapa beratnya profesi ibu rumah tangga adalah saat istri saya dirawat di rumah sakit selama lima hari, dan kedua saat istri saya harus menemani mertua saya yang sakit.
Pada dua peristiwa tersebut terpaksa saya harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga full sendiri, dan tentunya juga menyelesaikan pekerjaan kantor saya. Anak saya saat itu masih SMP, sehingga saya harus memasak, mencuci, menyapu, mengepel, menyeterika, dan antar jemput anak untuk bersekolah. Pekerjaan melap perabot saya lupakan, karena selalu ada satu atau dua pekerjaan tersebut di atas yang tidak dapat saya tangani.
Saat itu saya pikir, saya tidak bisa mengerjakan semuanya, karena selain bekerja, saya juga harus menjenguk istri di rumah sakit. Namun, peristiwa kedua saat istri saya menemani mertua yang sakit, meyakinkan saya bahwa memang saya tidak dapat mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga. Selalu ada saja pekerjaan yang terbengkalai.
Setelah Pensiun
Banyak teman saya yang mengatakan bosan menjalani pensiun, karena tidak lagi mengerjakan pekerjaan rutin yang dia kerjakan sehari-hari. Semula dengan bangga saya katakan, bahwa saya tidak mungkin merasa bosan, karena saya sudah menyiapkan rencana menjalani hobi saya yang selama ini tidak dapat saya kerjakan selama bekerja. Bayangan untuk berkebun, menulis, jalan-jalan, kulineran rasanya sudah siap menunggu saya.
Saat waktu pensiun saya tiba, saya mulai menjalankan hobi saya. Karena tiap hari saya tidak jalan-jalan dan kulineran, akhirnya saya tahu betapa istri saya bekerja dari jam 4.30 pagi kadang baru menyelesaikan memasak untuk kami bertiga jam 14.30-an, dan menyelesaikan tugas harian mencuci peralatan makan yang kami gunakan untuk makan malam jam 19.30-an.
Saya heran, dulu istri saya juga mampu mengantar dan menjemput anak saya untuk bersekolah, selain pekerjaan rutin yang dia lakukan saat ini. Padahal, saat saya pensiun istri saya sudah tidak antar jemput anak saya. Anak saya sudah bekerja dan bisa berangkat dan pulang kerja sendiri. Setelah saya perhatikan, ternyata kecepatan istri saya dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga semakin menurun, mungkin karena usia.
Dulu dia bisa menyelesaikan pekerjaan memasak sebelum menjemput anak saya dari sekolah. Sekarang dia tidak bisa lakukan hal itu. Kadang jam 14 atau kadang jam 15 dia baru bisa menyelesaikan pekerjaan memasak. Maklum kami tidak memiliki asisten rumah tangga, dan hampir tiap hari makan di rumah.
Pensiun: Membantu Mengerjakan Pekerjaan Rumah Tangga
Saya bisa pensiun dan menikmati menjalankan hobi saya, tetapi istri saya sulit untuk mengerjakan pekerjaan di luar pekerjaan rumah tangga. Dia memang bisa piknik dengan Ibu-ibu PKK RT atau arisan, tetapi hal ini juga berarti bahwa frekuensi dia untuk mencuci dan seterika jadi lebih sering, waktu untuk memasak jadi lebih lama karena dia memikirkan makanan untuk suami dan anaknya selama dia pergi.
Akhirnya, saya sadar bahwa ternyata profesi ibu rumah tangga tidak mengenal kata pensiun, lalu menjalankan hobi. Agar saya bisa menikmati hobi jalan-jalan bersama istri saya saja, saya harus ikut membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Itu baru jalan-jalan, tentu ada banyak hobi lain yang istri saya ingin jalankan sendiri.
Penutup
Hai para suami, sadarlah bahwa kamu bisa pensiun, tetapi istrimu tidak bisa pensiun dari pekerjaan rumah tangga. Hai para anak, pikirkanlah kembali rencanamu atau tindakanmu yang sudah kamu lakukan, menitipkan anak-anakmu kepada Ibumu untuk dirawat. Berilah kesempatan juga bagi istrimu dan ibumu untuk pensiun dan menikmati menjalankan hobinya.
Sebagai ibu memang tidak ada kata pensiun, tetapi ibu rumah tangga sebagai profesi juga perlu dipikirkan untuk pensiun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H