Mohon tunggu...
Tjatur Wiharyo
Tjatur Wiharyo Mohon Tunggu... Lainnya - Bapak Tiga Anak

Smile at the Storm

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

50 Tahun God Bless, Lionel Messi, dan Pembinaan Sepak Bola Putri Indonesia

13 Oktober 2023   14:18 Diperbarui: 13 Oktober 2023   18:06 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penampilan God Bless pada Synchronize Fest 2023, 2 September 2023 (Genpi.co)

Belum lama ini, saya menonton di Youtube, penampilan God Bless di acara Synchronize Fest 2023, 2 September 2023. Penampilan God Bless pada acara itu juga merupakan bagian dari perayaan 50 tahun terbentuknya God Bless.

Pada sekitar menit ke-30 video itu, muncul Soleh Solihun memberikan sepatah dua patah kata tentang eksistensi God Bless dalam perjalanan sejarah musik Indonesia.

"Jika ini dimuat di Youtube dan ditonton 50 tahun lagi, saya cuma mau bilang, 'Hai anak-anak muda, lihatlah kami yang pernah muda. Semoga saat kamu merayakan 100 tahun God Bless, kamu akan ikut merasakan kebahagiaan seperti yang kami rasakan malam ini'," begitu sebagian sambutan Soleh Solihun.


Bicara soal apa dari masa sekarang yang akan dikenal dan dikenang manusia-manusia masa depan, saya pun mengingat kembali festival sepak bola putri U-10 dan U-12 di Kudus, pada sekitar akhir Agustus 2023.

Festival MilkLife Soccer Challenge (MLSC) 2023 itu diikuti sekitar 2.100 siswi dari 106 Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) dari Kudus, Pati, Rembang, dan Jepara.

Menurut sejumlah pelatih, yang merupakan guru-guru sekolah peserta, banyak dari anak-anak mereka yang sebelumnya tidak pernah bermain sepak bola.

Anak-anak itu hanya berlatih beberapa pekan untuk menghadapi turnamen. Dan, sebelum itu, sebagian besar dari mereka belum pernah bermain sepak bola dan tidak tahu banyak soal peraturannya. 

"Anak-anak ini belum pernah main sepak bola. Menonton sepak bola pun tidak. Jadi, bagi saya, yang penting, anak-anak bermain, bergembira, menambah teman, melatih mental, dan menghormati lawan. Apakah nanti mereka berlatih dan berkembang menjadi pemain profesional atau tim nasional, itu urusan lain lagi," ujar Alex, pelatih sekaligus guru olahraga SD 2 Sambung, Kudus.

Festival MLSC 2023 bertujuan untuk memperkenalkan etika dan aturan main sepak bola kepada putri-putri SD dan MI. Oleh karena itu, pertandingan tidak melulu soal hasil, tetapi menekankan aspek-aspek edukasi.

Ketika salah melakukan lemparan ke dalam, misalnya, pemain diberikan arahan mengenai lemparan ke dalam yang benar dan kemudian diberikan kesempatan lagi. Seingat saya, kesempatan itu diberikan hingga pemain itu melakukan lemparan ke dalam dengan benar.

Anak-anak juga diperkenalkan dengan nilai-nilai olahraga, yaitu fair play, menghormati dan menghargai lawan, dan percaya kepada rekan satu tim. Untuk mendukung tujuan itu, ada juga regulasi yang mengatur pelatih untuk memainkan semua pemainnya dalam satu pertandingan.

Orang tua dan guru yang menjadi penonton juga terlibat aktif menanamkan nilai-nilai sportivitas dan humaniora, dengan tetap memberikan semangat dan seruan positif, bahkan ketika terjadi pelanggaran terhadap pemain mereka atau ketika tim yang mereka dukung kebobolan.

"Memberikan kesempatan anak-anak sebanyak ini untuk bermain sepak bola dengan gembira dan benar adalah sebuah misi serius. Itu kenapa saya mau terlibat di program ini. Saya sudah 50 tahun dan sudah tidak punya waktu main-main. Saya tidak tahu soal apakah anak-anak ini akan menjadi pesepak bola. Namun, saya yakin, dengan mengenal nilai-nilai baik dari sepak bola, anak-anak ini akan memberikan dampak baik kepada sepak bola kita," ujar pelatih Timo Scheunemann, yang terlibat dalam pelatihan seluruh peserta.

Pelatih Timo Scheunemann memberi semangat kepada tim SD 5 Klaling, Kabupaten Kudus, pada festival MLSC, 1 September 2023 (milklifesoccer.com)
Pelatih Timo Scheunemann memberi semangat kepada tim SD 5 Klaling, Kabupaten Kudus, pada festival MLSC, 1 September 2023 (milklifesoccer.com)

MLSC 2023 digagas oleh Djarum Foundation dengan tujuan menjadi wadah kepada siswi-siswi usia sekolah dasar untuk bermain sepak bola. Djarum Foundation juga berencana menggelar MLSC secara rutin dengan penyelenggaraan yang akan diperluas ke Semarang, Solo, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, dan Surabaya.

Mengutip tweet jurnalis Ainur Rohman pada 3 September 2023, Presiden Direktur Djarum Foundation, Victor Hartono bercita-cita sepak bola putri Indonesia berkembang dan tampil di Piala Dunia Wanita sebelum 2042. Sebagai catatan, dalam 19 tahun mendatang, mengabaikan berbagai kemungkinan perubahan, ada empat agenda Piala Dunia, yaitu 2027, 2031, 2035, dan 2039.

Mempertimbangkan faktor usia peserta MLSC 2023 dan mengandaikan sepak bola putri Indonesia berkembang dengan baik dan benar, Piala Dunia Wanita 2035 atau 2039 adalah target realistis. Pada 2035, peserta MLSC 2023 akan berusia 22-24 tahun.

Tentu saja, ada kemungkinan Indonesia bisa tampil di Piala Dunia Wanita sebelum 2035, dengan melibatkan pemain-pemain berusialebih muda. Sebagai catatan, pada Piala Dunia Wanita 2023 Australia-Selandia Baru, ada sejumlah pemain yang tampil dalam usia sekitar 16 tahun, antara lain Casey Phair (Korea Selatan), Giulia Dragoni (Italia), dan Sherika Scott (Kosta Rika). 

Terbuka juga kemungkinan pemain-pemain yang lebih muda tampil pada Piala Dunia Wanita 2035, seperti Casey Phair (Korea Selatan), Giulia Dragoni (Italia), dan Sherika Scott (Kosta Rika) yang bermain di Piala Dunia Wanita 2023 Australia-Selandia Baru pada usia 16 tahun.

Untuk sampai ke salah satu dari empat Piala Dunia Wanita itu, peserta MLSC 2023 dan tentu saja siswi-siswi U-10 dan U-12 yang lain, perlu bermain dengan konsisten dalam 12 tahun mendatang dengan melanjutkan jenjang, misalnya, ke sekolah sepak bola (SSB), akademi, klub profesional, dan kemudian tim nasional.

Karena sejauh ini Djarum Foundation belum berencana untuk terlibat di semua jenjang lanjutan tersebut, peserta MLSC 2023 dan siswi-siswi U-10 dan U-12 yang lain membutuhkan dukungan dari semua stakeholder, dan tentu saja termasuk masyarakat pada umumnya.

Masyarakat memiliki peran besar dalam pembinaan pemain sepak bola, bukan semata-mata soal keterampilan (skill), tetapi terutama soal mental dan karakter, karena pemain-pemain usia dini masih sangat dipengaruhi oleh orang tua dan lingkungan terdekat.

Ilustrasi Lionel Messi kecil (FC Barcelona)
Ilustrasi Lionel Messi kecil (FC Barcelona)

Lionel Messi adalah salah satu pemain yang  menjadi besar karena mendapatkan dukungan baik dari orang tua dan lingkungan terdekatnya.

Pada 1992, Messi yang berusia lima tahun bermain di SSB Grandoli, Rosario, hingga berusia delapan tahun. SSB Grandoli berada di lingkungan masyarakat kelas pekerja dan dikelola oleh orang tua-orang tua, yang menyelenggarakan pelatihan dan kompetisi bagi anak-anak wilayah itu.

Pada 1995, Messi bermain di Newell's Old Boys hingga direkrut Barcelona pada 2000. Messi bisa bergabung dengan Barcelona juga karena dukungan keluarga dan lingkungan.

Meski memiliki bakat besar, Lionel Messi memiliki masalah pertumbuhan sehingga sempat ditolak masuk tim sekolah dasar karena badannya terlalu kecil.

Pada 1995, River Plate sebetulnya ingin merekrut Messi, tetapi tidak jadi karena keberatan menanggung biaya pengobatan Messi. Tanpa upaya peningkatan pertumbuhan, Lionel Messi diperkirakan hanya bisa tumbuh maksimal 140 sentimeter.

Karena keadaan ekonomi, orang tua Messi, Jorge dan Celia, mulai kehilangan semangat. Dalam situasi itu, kerabat Messi yang ada di Catalonia mendaftarkan Messi ke akademi Barcelona.

Barcelona tertarik akan bakat Messi dan kemudian menyanggupi pengobatannya. Messi pun terbang ke Spanyol dan masuk tim U-14 Barcelona.

"Butuh waktu untuk menciptakan seorang pemain bagus. Anda melihat banyak pemain berbakat di sini, tetapi kesuksesan bergantung pada siapa yang merawat anak-anak ini. Karakter masyarakat tempat Anda berasal bisa menciptakan perbedaan kepada seorang pemain," ujar pelatih Messi semasa di Grandoli, Ernesto Vecchio, pada 2010. Ernesto Vecchio meninggal dunia pada Januari 2017, pada usia 65 tahun.

Dari kisah perjalanan karier Messi, keluarga dan lingkungan sosial terbukti menjadi faktor penting dalam pembentukan pemain (dan tim) besar.  Melihat antusiasme pelatih, orang tua, guru, dan penyelenggara, siswi-siswi peserta MLSC 2023 punya harapan untuk menjadi besar, tidak hanya dalam soal bermain sepak bola.

Dengan begitu pula, tampil di Piala Dunia Wanita 2035 bukanlah isapan jempol. Ada harapan, suatu hari nanti, anak-anak ini baik yang tampil di Piala Dunia maupun menjadi penonton, akan punya kenangan bahwa mereka adalah bagian dari sejarah keberhasilan pembentukan ekosistem sepak bola Indonesia yang sehat.

Dengan dukungan orang tua, keluarga, dan lingkungan sosial dalam pembinaan sepak bola putri usia dini, termasuk yang tidak mengikuti MLSC 2023, kita punya harapan untuk suatu hari nanti mengenang perjuangan anak-anak itu seperti kita saat ini mengingat kembali dengan gembira perjalanan God Bless 50 tahun lalu. 

Dan, seperti kata Soleh Solihun, dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, apa yang dilakukan peserta MLSC 2023, masih mungkin dilihat dan dikenang oleh generasi 100 tahun mendatang.

Apa pun, seperti God Bless 50 tahun lalu, pemain-pemain putri ini telah mencatatkan sejarah, terutama bagi diri mereka sendiri, dengan turun ke lapangan untuk bermain sepak bola, keluar dari kebiasaan mereka sehari-hari, yang bisa mereka ceritakan kepada generasi penerus mereka, suatu hari nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun