Mohon tunggu...
Aang Suherman
Aang Suherman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perantau

Ekspresi apa adanya semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hidup Rukun dengan Tetangga

17 Mei 2012   12:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:10 4059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai makhluk sosial hidup tidak bisa terlepas dari peran kehidupan orang lain atau sudah pasti ada ketergantungan tertentu kepada orang lain baik langsung atau tidak langsung.

Orang lain yang terdekat adalah Tetangga Rumah tempat tinggal kita,penulis pengalaman hidup bertetangga kurang lebih tiga puluh sembilan tahun sejak masa bayi, dua puluh lima tahun nebeng bertetangga dengan Orang tua dan empat belas tahun kemudian mempunyai tetangga dari rumah tinggal sendiri.

Dari yang empat belas tahun ini terhitung sejak berumah tangga dan punya rumah sendirilah pengalaman bertetangga yang membuat benar-benar saya harus mengerahkan segenap pengendalian diri atau berusaha berpikir dan bertindak dewasa,untuk tetap bisa hidup bersama bertetangga yang nyaman,adem- ayem, saling menghormati,saling menghargai dan idealnya bisa saling menguntungkan.

Tetangga-tetangga pertama kali ketika saya masih muda usia,di komplek sebuah BTN di pinggiran kota kami,seperti biasa perumahan berjejer dengan bahu dinding kiri kanan rumah saling berdempetan dengan tetangga.

Kepala keluarga tetangga  sebelah kiri rumahku wataknya keras dan pemarah,tidak mau mengalah walaupun nyata-nyata beliau salah, misalnya ketika got depan rumahnya mampet karena lumpur sehingga air bah mampir ke rumah dia,eh dia mencak-mencak marah ke isteri saya katanya got di depan rumah saya yang salah , katanya kenapa dikecilkan lubang gorong-gorongnya ? Wah,saya pikir mana aku tahu itu kan kerjaan depelover awal yang buat,lalu dengan seenaknya menuduh saya yang membuat kecil dan mampetnya gorong-gorong.

Untuk yang satu ini anak saya yang masih SMP sudah mau menghantam kromo tetangga ini dengan kampak, maklum anak-anak,untung isteri saya menjerit-jerit memohon juniorku mengendalikan diri untuk menunggu saya pulang bekerja,ketika saya tiba dan mendengar itu semua,ditengah tubuh yang kecapean dan pikiran yang sedang lusuh lelah setelah bekerja, sangat berat serta susah hati dan pikiran ini untuk dingin dan untuk tidak marah,setelah mendengar pengaduan anak isteri tentang tuduhan yang ngawur tetangga ngaco itu.

Namun sebagai yang sedang belajar menjadi pemimpin keluarga, berusaha sekuat tenaga mengendalikan diri untuk tidak berbuat bentrokan fisik.Setelah itu kami syukur bisa tenang kembali,putra saya yang masih belia dengan pikiran kanak-kanaknya saya beri pengertian bahwa kekuatan otot tidak akan menyelesaikan masalah,malah hanya akan membuat masalah baru pasal penganiyaan misalnya.

Tetangga yang sebelah kanan rumah lain lagi suka usil sih tidak ,tetapi acuh dan cueknya minta ampun,coba kalau memutar musik dengan sound systemnya waduh sampai dinding dan kaca jendela saya bergetar kena imbas frekuensi suara musiknya.Untuk yang satu ini saya diam saja walau isteri dan anak-anak sudah menggerutu terus tiap hari minta beli rumah baru dan pindah dari komplek tetangga-tetangga brengsek ini.

Tetangga yang depan rumah lain lagi,ini suka berisik sekali bahkan bukan buat keluarga saya saja tetapi tetangga satu komplek mengeluh di belakang beliau atau dalam obrolan bapak-bapak ketika kumpul-kumpul meronda malam di gardu siskamling.

Tingkahnya yang satu ini sebenarnya baik dan benar namun caranya kurang betul,yaitu suka membaca ayat-ayat suci di Mushala komplek kami dengan suara dimasukan ke membran speacker Toa, berisik jadinya, waktunya tidak tahu batas kalau subuh dari jam 3 sudah adan awal dilanjutkan dengan berdakwah sampai saat adan subuh,diteruskan dengan saatnya setelah sholat Isya bisa dua atau tiga jam sampai jam sepuluh malam mengaji di speacker Toa,malahan jika bulan Ramadhan bisa sampai jam dua belas malam dilanjut bersuara lagi jam dua pagi sampai subuh dengan suara bising membran Toa.

Kami sendiri keluarga muslim,dan di komplek perumahan kami yang terganggu suara membran Toa itu bisa lebih dari 200 rumah kebanyakan penghuni baru dan bermacam agamanya, biasalah kompleks KPR BTN,makanya di awal-awal kejadian itu tidak berani protes selain beliau senior juga tokoh masyarakat,tetapi apakah dengan sebagai senior bisa demikian bebasnya menggunakan hak pribadi dengan tidak menghormati hak orang lain,yang tentu saja kondisi rumah-rumah itu berlainan.Bersuara keras di membran Toa tidak tepat pada waktunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun