Mohon tunggu...
Aang Suherman
Aang Suherman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perantau

Ekspresi apa adanya semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kemiskinan Bahaya Laten Berikutnya, Ancaman Bagi Kelangsungan RI

13 November 2011   12:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:43 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau saya boleh berpendapat tentang kata laten,adalah sesuatu yang tidak nampak nyata namun ada keberadaanya.Bahaya laten mari kita persempit artinya di tulisan ini dengan ancaman yang tidak kelihatan secara fisik tetapi bagaikan hal ghaib ancaman itu ada dan akan terasa akibatnya dari sebuah bahaya ini.Ini pendapat populer saya pribadi saja,sangat berterima kasih bila rekan-rekan ada yang mau membetulkan dan menambah pengertiannya yang lebih tepat.

Secara kasat mata di realitas sehari-hari sebuah keluarga dengan gaji atau pendapatan Rp.2.000.000.adalah tidak termasuk miskin untuk ukuran Indonesia,standar dari PBB yang dibawah kemiskinan itu yang penghasilan perbulannya dibawah 90 dollar AS setara Rp.900.000,-.Penghasilan seseorang apalagi seorang kepala keluarga yang punya tanggungan satu isteri,dua anak atau lebih (mereka tidak punya penghasilan,memakan penghasilan itu) yang bernilai dibawah kurang lebih Rp.900 ribu perbulan masuk kategori miskin.

Kategori miskin secara statistik yang lebih akurat saya tak tahu,mari bersama kita lihat di realitas saja,kenyataan sehari-hari.Mau data akurat tentu saja rekan pembaca lebih tahu dari saya.Apalagi yang rekan yang berhubungan dengan data-data statistik dan lain sebagainya.

Kembali jika ada kepala keluarga yang berpenghasilan Rp.2 juta rupiah sebulan dengan tanggungan anak 2 saja ditambah seorang isteri apalagi dua,mempunyai pos pengeluaran standar misalnya bayaran listrik,PAM,kredit motor,kredit mobil,dan kredit rumah,biaya sekolah atau kuliah.Lalu apa yang kita lihat?.

Masihkah kondisi keluarga di atas termasuk keluarga yang mampu dan tidak miskin?.

Kenapa mereka tidak dihitung miskin oleh data satistik kemiskinan?

Kenapa tidak masuk daftar penerima BLT?

Kenapa mereka tidak mendapat jatah beras miskin?

Kenapa mereka tak diakui sebagai bagian dari warga miskin?,hanya karena melihat angka gaji kotornya Rp.2 juta keatas?,atau malu karena standar keluarga di atas adalah standar pada umumnya di kita?.Atau malah mindset keluarga kita yang tidak mau di sebut miskin.

Mari lihat lagi sesungguhnya di contoh standar di atas.Penghasilan atau pendapatan sebuah keluarga Rp.2.000.000..dengan melihat pos pengeluarannya:

Makan-minum 4 orang kalau dihitung Rp.10 ribu saja perhari perorang total Rp 40 ribu satu bulan Rp.1.200 ribu.ditambah untuk bayar listrik,bayar sekolah,bayar hutang-hutang angsuran ke Bank,kredit kendaraan,Kreditan rumah saya kira pasti pengeluaran tak akan kurang dari Rp 1.000.000,malah lebih.Jikalau hitung satu juta saja untuk biaya lainnya selain makan minum keluarga begini.Total pengeluaran sudah Rp.2.200.000. (jumlah dari biaya makan minum k.l 1,2 juta dan biaya hidup lainnya 1 juta).Padahal pendapatan atau gajinya itu juga kotor jumlah riilnya selalu saja ada potongan ini itu jika gaji, pendapatan  nyata pasti akan berkurang.

Kemungkinan contoh di atas pasti keluarga tersebut akan terbelit hutang untuk menutupi kekurangan yang tidak secara sadar kita sadari.Karena jarang warga kita yang mau menghitung secara detil keuangan keluarga nya.tetapi yang kita maksud disini Dengan ilustrasi keluarga seperti begitu, pendapatannya yang dua juta rupiah perbulan saja masih kekurangan karena akibat dari harga-harga kebutuhan yang tidak stabil serta inflasi riil yang tinggi.(kalau angka inflasi di atas kertas mah ah bisa di otak-atik ),kita bicara kenyataan.

Apalagi jika sebuah keluarga Indonesia yang berpenghasilan dan pendapatan keluarganya di bawah dua juta rupiah dengan tanggungan lebih banyak,tentu dengan kondisi yang beragam,malah pos pengeluarannya bisa lebih parah dan banyak daripada ilustrasi di atas.

Melirik pula dari hampir sekitar 238 juta jiwa penduduk Indonesia berapa orang sih yang punya penghasilan di atas 2 juta dengan tanggungan hidup hanya dirinya sendiri?.Lagi-lagi mohon maaf saya tak punya data yang pasti, tetapi lihat saja di sekeliling kita,jika kita sedikit peduli,peduli yang baik maksudnya.Sangat sedikit,kebanyakan yang saya lihat keluarga pada umumnya adalah serupa dengan ilustrasi diatas dan atau malah lebih parah dan lebih buruk dari ilustrasi tsb.

Masih menurut saya ini artinya setuju atau tidak bahwa orang Indonesia yang miskin secara nyata adalah hampir 50 persen dari jumlah jiwa di Indonesia.Termasuk jika pemerintah mau jujur.

Akibat dari kondisi ini semua dapat kita rasakan,banyak pencuri-pencuri kecil,sedang,dan besar,banyak penjambret,banyak penipu dengan berbagai kedok,banyak pencoleng,pemulung yang nyambi jadi pencuri,pedagang asong yang stress dengan menjual setengah memaksa.pencurian di pabrik-pabrik,sampai kael telkom,rel kereta,tiang listrik sutet mereka curi,apalagi sepeda motor atau mobil.pelacuran,pengangguran,dan lain sebagainyaTermasuk keinginan untuk keluar dari negara Kesatuan RI.

Saya tak tahu apa istilahnya tetapi ijinkan saya tulis begini saja: hal-hal tersebut di atas mulainya dari yang kecil-kecil tetapi bila pemerintah sebagai pengelola dan penguasa seisi negeri tidak serius mau menangani masalah Kemiskinan plus segala yang termasuk masalah ini di dalamnya.hati-hati saja bahwa suatu saat akan terjadi puncak dari segala keprustasian masyarakat miskin ini,akan mengancam keutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara ini.Paling tidak akan banyak daerah yang mau memisahkan diri.

Sekarang saat ini lingkaran syetan kemiskinan telah membelit hampir setangah keluarga-keluarga Indonesia dengan ciri yang paling gampang untuk dilihat,keuangan keluarga-keluarga di kita telah masuk kepada apa yang dalam sebuah peribahas di ungkapakan "LEBIH BESAR PASAK DARIPADA TIANG".yaitu dimana penghasilan atau pendapatan keluarga sudah tidak cukup lagi untuk memenuhi kebutuhan pokok anggota keluarganya dan hampir semua keluarga pasti mempunyai HUTANG.

HUTANG yang terus menerus tiap tutup bukunya selalu di perpanjang dan terus membelit sebagian besar keluarga Indonesia,mulai dari hutang Berkartu sampai hutang konvensional,pasti tiap keluarga miskin akan mempunyai hutang sesuai dengan kelas kemiskinannya masing-masing.Dengan status hutang yang tidak sehat dan dipastikan akan gagal bayar untuk selanjutnya gali lobang dan gali lobang,menutupnya malah jarang.

Meskipun kalangan yang tertentu tak mau di sebut orang miskin secara fisik,karena punya rumah,punya mobil,motor,hp,atau berbaju baik bersih dan rapi tetapi sebenarnya masuk miskin juga jikalau itu semua masih HUTANG.

Terlalu banyak untuk di ungkapkan curhat ini,biarlah rekan yang paling berkepentingan dan berkompeten langsung lah yang akan menulis banyak tentang ini dengan bentuk yang lebih akurat dan baik.Saya tulis ini anggap sajalah sebagai bagian terkecil dari sebuah bagian yang maha besar ini untuk di tulis dan di perhatikan.Yaitu Kemiskinan Di Indonesia.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun