Mohon tunggu...
Syarifuddin A
Syarifuddin A Mohon Tunggu... PNS -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Larangan Membicarakan SARA dalam Pilkada

1 Januari 2018   10:21 Diperbarui: 1 Januari 2018   10:28 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu yang lalu, Mendagri mengeluarkan surat edaran utk melarang menggunakan isu-isu sara dalam berkampanye. Pertanyaannya adalah apakah ini memberikan arahan yang benar dalam mendewasakan rakyat dalam berpolitik?

Membicarakan masalah SARA (suku, agama, ras, antar golongan), sesungguhnya adalah sesuatu yang sangat lazim dalam kehidupan sehari-hari. Kita tidak marah bila ditanya dari mana kita berasal, Kita juga tidak akan marah bila ada yang bertanya, "Apakah kita beribadah ke Masjid, Gereja, Wihara". Kita rasanya cukup cerdas untuk tidak mengajukan pertanyaan asal muasal suku teman kita bila dari logat bicara dan namanya sudah menjurus ke etnis tertentu. Lantas mengapa sesuatu yang sering kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari tidak boleh kita lakukan ketika kita berkampanye?

Secara naluriah, semua orang akan berusaha untuk mengoptimalkan semua "investasi" yang dimilikinya ketika berkampanye. Begitu juga pengikutnya, pasti akan menonjolkan kelebihan idolanya dan akan membeberkan kelemahan lawan dari idolanya. Keputusan akhir ada pada pemilih. Pemilih lah yang perlu dicerdaskan bila ingin menghasilkan PILKADA yang berkualitas.

Lantas mengapa isu-isu SARA tidak boleh diangkat dalam tema Kampanye? Ingat di Amerika pun, ketika Barack H Obama diawal pencalonannya dulu, dia "disayat" karna warna kulitnya. Dia juga "disayat" karna ada inisial H pada nama tengahnya yang merupakan singkatan kata Husein sehingga dia dicurigai beragama Islam. Namun Amerika tidak "robek". Karna berbicara yang menyinggung soal SARA adalah sesuatu yang sangat natural.

Apakah Indonesia beda dengan Amerika? Apakah bila tidak dilarang mengangkat isu SARA di Indonesia akan "merobek" NKRI?

Mari kita berfikir logis. Bunyi pada hakikatnya akan disebut bunyi bila ada 3 faktor. Sumber bunyi, Media penghantar dan Orang yang mendengar. Jadi bila seseorang berkampanye menggunakan isu-isu apapun, tentu efeknya hanyalah lokal, yang membuat efeknya menjadi Nasional bahkan Internasional adalah Media yang menghantarkan bunyi tersebut. Jadi mengapa isu SARA tidak boleh dibicarakan ketika kampanye PILKADA? Mengapa pula kesalahan itu (bila terjadi) hanya dibebankan kepada pihak yang berkampanye sementara Media yang menghantarkannya tidak pernah dipersalahkan? Karna begitu pentingnya peran Media dalam memberikan informasi kepada masyarakat, harus nya Kemendagri lebih urgen bila mengeluarkan larangan tidak boleh pelaku atau pemilik Media berafiliasi dengan partai Politik manapun. Mereka sangat rawan untuk tergoda membesarkan berita (bila sesuai dengan aspirasi politiknya), atau mengecilkan berita tersebut bila tidak sesuai dengan aspirasi politiknya. Sesungguhnya mereka inilah yang berpotensi memecah NKRI. Media membentuk Publik opini. Jadi bila NKRI "robek", maka yang paling dipersalahkan adalah regulasi di dunia Pers yang tidak benar.

Apakah upaya larangan membicarakan isu SARA dalam PILKADA dapat dimaksudkan sebagai upaya untuk membatasi gerak maju Mayoritas dalam PILKADA?

Wallahualam bissawab

syarif.wien@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun