Mohon tunggu...
Wienndy Dy
Wienndy Dy Mohon Tunggu... -

Suka baca, kayak pp-nya.. Suka pantai, jadi terbawa santai.. Suka tidur, tapi jarang bermimpi.. Karenanya, aku tidak punya banyak impian :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Resensi Buku: Finding Srimulat, Selamatkan Indonesia dengan Tawa

25 Maret 2013   10:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:15 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_251170" align="aligncenter" width="240" caption="Finding Srimulat karya Hilman (koleksi pribadi)"][/caption]

Judul : Finding Srimulat

Penulis : Hilman

Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama

Halaman : 232 halaman

Harga : Rp 40.000,-

Namanya juga Srimulat, pastinya buku ini tidak jauh-jauh dari dunia tawa.

Membaca twit-twit @srimulatism saja sudah bisa bikin senyum, walau hanya ngetwit satu kata yang sering ditampilkan di panggung saat kejayaannya dulu. Contohnya , “Namun”, “Akan tetapi”, “Waini…” Hal itu yang akhirnya membawa langkah saya ke Gramedia Matraman, bertepatan dengan launching buku Finding Srimulat tgl 23 Maret lalu.

Buku ini terdiri dari 15 judul yang terangkum dalam Daftar Isi. Pada Kata Pengantar yang ditulis oleh Charles Gozali – fans berat Srimulat-, mengaku dirinya tidak bisa tidur di malam hari jika tidak ditemani suara khas para pelawak Srimulat yang terekam di antara koleksi enam pita kaset kesayangan yang kini sudah menjamur.

Dalam kisah tersebut, sosok Adika Fajar (Adi) cilik yang sempat tumbuh dan berkembang di jaman keemasan Srimulat dahulu, mungkin mewakili sebagian kita yang pernah juga merasakan hal yang sama, dan merindukan kembali hadirnya Srimulat.

Sejak Prolog, sudah diisi dengan humor-humor segar yang saat membacanya, akan otomatis terbayang seperti apa tampilan di panggung. Penulis cerita ini, Hilman Hariwijaya, yang dahulu sukses dengan Lupus di penghujung era 90-an, tentunya tidak sulit untuk bercerita hal-hal kocak yang dicocokkan dengan format khas Srimulat.

“Dok, bayinya nggak nangis,” kata suster mulai panik.

“Iya, saya tau kok walau kamu nggak bilang. Mata dan telinga saya kan masih normal, Suster,” jawab si dokter keki.

“Maaf Dok, maksud saya, harus kita apakan nih bayinya?”

“Buang ke tempat sampah!”

“Baik, Dok!”

“SAYA BERCANDA, SUSTER! MASA BAYI INI DIBUANG?!” kata si dokter emosi. (Hal. 13)

Buku ini juga bercerita tentang idealisme Adi, tentang kekecewaan, sakit hati dan keterpurukan karena dikhianati oleh rekan sejawat sendiri sekaligus semangat yang masih berkobar.

... Namun ternyata semua kandas begitu saja. Mata Adi berkaca-kaca, tapi dia tidak ingin meneteskan air mata. Adi harus kuat. Dia laki-laki. Dia calon ayah yang sejak kecil selalu tersenyum, tertawa, ceria dan penuh semangat. Yang dihadapinya kali ini hanya batu sandungan kecil yang pasti bisa dia lalui.” (Hal. 56)

Sifat Kabul alias Tessy yang tampilan panggungnya kemayu di panggung, di buku ini tergambar dengan jelas mudah emosi sekaligus suka merajuk. Namun sebagai teman-teman yang sudah lama mengenal dan mengerti, mereka bisa untuk menaklukkan Tessy saat sifatnya itu kambuh. Dan diantara banyaknyapentolan Srimulat, hanya Gogon yang dijadikan judul tersendiri dalam buku ini. Mungkin untuk menggambarkan pahitnya perjuangan untuk bisa melanjutkan hidup dengan materi yang cukup, sedangkan mengajar tari dan vokal dianggap tidak guna oleh istrinya.

“Ah, kerjaan ndak jelas begitu kok bangga. Pemasukan berapa, pengeluaran berapa! Mending sana pergi ke Jakarta lagi kayak dulu, tapi jangan lagi ngulangi kesalahan yang sama!” Gogon agak sedih mendengar istrinya terang-terangan mengusirnya. Apalagi dengan omongan “kesalahan yang sama” Gogon jadi ingat dosa besarnya yang pernah melakukan hal yang membuat karier dan reputasinya hancur. (Hal. 120-121)

Dalam buku ini juga diceritakan tentang lembut dan keibuannya Djujuk, primadona Srimulat di masa lalu. Adi sempat menangis dan menyandarkan kepalanya di pangkuan Djujuk saat menceritakan kegagalannya mendapatkan sponsor untuk pementasan Srimulat. Termasuk humor-humor yang muncul begitu saja antara keduanya.

“Dia telepon karena kangen suaminya. Mosok ndak boleh? Ngomong-ngomong, kapan toh lahirannya?” tanya Bu Djujuk.

“Tahun 86 bu,” jawab Adi.

“Kamu bercanda ya? Maksud Ibu kelahiran anakmu bukan istrimu,” kata Bu Djujuk sambil menggetok kepala Adi pakai bakiak. (Hal. 196)

Pertemuan kembali Adi dengan rekan kerjanya yang mengkhianatinya, Jo Lim, terjadi lagi di saat Jo Lim tiba-tiba muncul untuk ‘membantu’ Adi yang tahu sedang kekurangan dana.

“Gue tunggu keputusan lo sampai siang ini. Kalo lo ikut gue, pementasan Srimulat bakal tetep jalan. Karier dan keluarga lo masih selamat. Atau, lo makan aja harga diri lo itu!” (Hal. 215)

Kembali ke Jakarta, kembali disuguhi humor konyol ala Srimulat.

“... Sadar bahwa penumpangnya ketinggalan, mobil itu balik lagi ke rumah Bu Djujuk. Yang jadi pertanyaan adalah siapa yang nyetir mobil itu? Horor!

Merekapun berangkat, tapi di tengah jalan Adi baru sadar bawa mobil mereka ketinggalan. Merekapun balik lagi dan mengambil mobil. Pertanyaannya lagi, mereka tadi berangkat naik apa? Segerombol manusia aneh. Mereka barusan berangkat jalan kaki..” (Hal. 203-204)

Namanya juga komedi, namun tetap saya agak aneh dengan kejadian salah paham Astrid, istri Adi yang hamil tua tiba-tiba ikut naik panggung memarahi Adi yang terpaksa tampil, dan melahirkan di panggung. Sedangkan penonton menganggap ini adalah bagian dari cerita. Bukankah ini hil yang mustahal, melahirkan di panggung?

Saya agak tergelitik pula dengan penulisan nama Djujuk yang tercetak di buku itu.

Djaja = Jaya

Djadja = Jaja

Djujuk = Juyuk?

Mungkin seharusnya adalah Djudjuk atau Djoedjoek?

Apapun itu, buku ini pantas untuk dijadikan koleksi, terutama yang merindukan kehadiran Srimulat kembali. Bahkan, Finding Srimulat inipun dibuat versi layar lebar dan akan diputar serentak tanggal 11 April mendatang. Mari kita berbondong-bondong menonton, dan “Selamatkan Indonesia dengan Tawa.”

Hahahahaaaa....

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun