Mohon tunggu...
Wienndy Dy
Wienndy Dy Mohon Tunggu... -

Suka baca, kayak pp-nya.. Suka pantai, jadi terbawa santai.. Suka tidur, tapi jarang bermimpi.. Karenanya, aku tidak punya banyak impian :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Laki-laki Memang Egois

5 Oktober 2012   03:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:14 1274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terinspirasi dari artikel Dr. Posma, salah satu Kompasianer favorit saya http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2012/10/04/baru-saja-sembuh-koreng-diabetes-di-kaki-istrisudah-nanya-alat-kontrasepsi/ , membuat saya ingin berbagi kisah tentang ‘keegoisan’ laki-laki. (Coba kalau laki-laki semuanya bersikap dan berpandangan terbuka seperti Dr. Posma, pastinya kisah nyata ini tidak terjadi heheee).

Teman saya, sebut saja Rika, sudah nikah hampir tiga tahun dan belum dikaruniai anak. Waktu tahun pertama, Rika dan Edo masih enjoy saja. Menginjak tahun kedua, mertua Rika mulai gerah dan terus menyindir tiap ada kesempatan. Beruntung mereka tidak tinggal serumah, jadi hati Rika tidak pegel tiap hari disindirin terus. Perang dengan ibu mertua bisa dihindarkan, dan Edo tidak terjepit di antara ibu dan istri.

Sebenarnya, sejak awal tahun ketiga, Rika sudah periksa dalam ke beberapa dokter. Tapi tiap dokter yang didatanginya berbeda diagnosa. Ada yang bilang Rika kena miom. Setelah datang ke dokter lain ternyata tidak ada miom. Tapi dari hasil periksa dalam itu, secara umum daleman Rika bagus, tidak ada penyumbatan atau infeksi.

Edo tidak begitu mempemasalahkan anak yang belum hadir di kehidupan mereka. Sering pula dia ikut mengantar Rika melakukan ‘doctor shopping’. Di dokter yang terakhir didatangi, disarankan agar Edo cek juga. Awalnya Edo menolak. Ibunya pun keberatan. Katanya, tidak ada yang mandul di keluarga mereka. Yang membuat Rika hampir meradang adalah si ibu mertua menuduh secara halus bahwa dia yang bermasalah.

Malam itu, Rika dan Edo bertengkar. Penyebabnya karena ucapan si ibu mertua. Setengah menangis Rika berucap, “Jangan aku yang selalu disalahkan! Sampai hari ini aku sudah berusaha dari satu dokter ke dokter lain. Bayangkan efek psikologis apa yang harus kurasakan saat periksa dalam, duduk setengah terbaring dan mengangkang? Kenapa kamu nggak mau bantu saya, berobat ke dokter? Anak ini bukan hanya mauku, kamu juga mau, ibumu juga mau. Kalau kamu nggak mau, ya sudah, nggak usah punya anak aja. Percuma aku ke dokter berkali-kali, buang-buang duit aja tapi kamunya nggak perduli begitu!!!”

Dan Edo hanya terdiam. Hingga suatu hari, akhirnya dia bersedia diperiksa. Dan pada hari yang ditentukan untuk mengambil hasilnya, Rika dan Edopun datang ke rumah sakit itu.

Rika dan Edo sama-sama terdiam. Wajah Edo lebih shock dari Rika setelah hasil lab dibacakan. Ternyata Edo mengalami azoospermia, yaitu cairan sperma tidak mengandung sel spermatozoa alias sperma kosong yang membuatnya sulit untuk menghamili istrinya. Oleh dokter, Edo disarankan untuk diet, dan mulai mengurangi kesenangannya makan junk food dan berhenti merokok.

Sang ibu mertua masih tidak percaya dengan hasil lab terhadap Edo dan masih terus mengingkari kenyataan, walau sudah berkali-kali diterangkan oleh kakak Edo yangjuga dokter.

Lalu apakah keadaan mereka sudah lebih baik setelah mengetahui kenyataan pahit tersebut? Ternyata tidak juga. Edo jadi supersensitive. Sering curiga kalau Rika pulang kerja dengan muka ceria. Suatu hari Rika berkata, “Capeknya ngurusin bayi gede pemarah di rumah. Tau gini sih, mendingan melajang aja, kayak kamu...”

Aku cuma senyum. Tiap orang punya masalahnya sendiri-sendiri, dan masalahku nggak perlu lah orang lain tau. Hidup lajang!! (nggak deng...)

Dari kisah ini, lihatlah ego yang namanya laki-laki. Menyuruh istri periksa ini itu tapi dia sendiri tidak berinisiatif untuk ikut memeriksakan diri. Kalau istri yang divonis mandul, apa dia bisa selegowo saat dia yang ketahuan mandul atau bermasalah dengan reproduksinya? Tidak punya anak, suka jadi pembenaran untuk kawin lagi. Coba kalau suami yang ditinggal istri karena dia yang mandul. Dan dunia ini, rasanya kejam terhadap perempuan. Dunia seolah mengerti jika laki-laki kawin lagi karena istri mandul, tapi dunia seakan murka ketika istri memutuskan bercerai karena suami mandul. Bukankah perempuan atau istri juga berhak untuk mencari bahagianya?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun