Begitu bagusnya iklan layanan masyarakat tentang sanitasi di televisi, membuat saya jadi terusik. Salah satu kalimatnya yang menarik, “kita berbagi masalah,juga berbagi solusi”. Dikala kita berbicara sanitasi, sangat luas aspek yang melingkupinya. Sanitasi itu sendiri menurut Wikipedia yaitu perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.
Ah, terlalu formal rasanya berbicara text book. Sekarang kita fokus saja pada satu elemen sanitasi, bagaimana membuat masyarakat tidak lagi buang air besar sembarangan. Perilaku buang air besar sembarangan bisa disebabkan beberapa hal, dari faktor ketidaktahuan, budaya masyarakat setempat, kurangnya akses air bersih, hingga faktor ekonomi masyarakat. Apakah kita bisa berbagi solusi? Ya, tapi bukan solusi untuk menyediakan kloset, tanpa tau nantinya dipergunakan atau tidak.
[caption id="attachment_341867" align="aligncenter" width="259" caption="http://indonesiaxpost.com/wp-content/uploads/2013/07/BAB.jpg"][/caption]
Lalu jika tidak membantu secara fisik, bagaimana baiknya? Pernahkah kita berpikir seandainya tidak ada pena atau pensil bagi siswa, atau tidak tersedia pacul bagi petani, malah apa jadinya seorang pemain bola jika tidak ada bola. Sebegitu pentingkah sebuah jamban bagi kita? Yap, itu kuncinya, bagaimana membuat masyarakat yang masih BABS ( Buang Air Besar Sembarangan ) merasa membutuhkan sebuah jamban sehat, bagaimana membuat masyarakat itu menyamakan level pentingnya jamban sehat dengan analogi diatas. Masyarakat desa yang polos tidak akan peduli jika kita bicara MDG’s (Millenium Development Goals) atau berbicara angka-angka Sanitasi Indonesia yang kurang bagus, jika tidak ingin disebut mengkhawatirkan
Untuk mengubah perilaku masyarakat, coba berbaur dengan mereka, belajarlah dari mereka tentang perilaku dan kebiasaan BABS. Mengapa? Karena mereka ‘profesor’ dibidang itu, dan bagaimana berbagi solusi tanpa masuk jauh pada masalah itu sendiri? Setelah belajar dengan ‘profesor-profesor’ itu, maka minta pendapat mereka tentang kebiasaan jelek, dan berikan analogi ‘tambang emas’ di desa mereka. Apa mereka ingin desa mereka menjadi kuning karena tinja?
[caption id="attachment_341869" align="alignnone" width="576" caption="Memetakan kampung tempat BAB masyarakat"]
Atau mereka ingin kampung mereka didera diare?
Bisa diambil maknanya, perubahan perilaku BABS tersebut tidak bisa dengan jargon-jargon saja. Sangat penting, untuk mengubah ‘mindset’ masyarakat, serta mengubah perilaku masyarakat itu sendiri. Setelah itu jika ingin memberikan bantuan, yakinlah akan digunakan bila masyarakat telah memiliki kebutuhan akan pentingnya jamban sehat. Tapi jika tidak, jangan heran kloset-kloset bantuan akan menjadi monumen atau malah menjadi tempat sampah tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H