Apa yang salah dari Gitasav yang beropini mendukung gaya berhijabnya itu? Tidak ada.
Lalu, apa yang salah dari warganet-warganet yang menentang opini perempuan kelahiran 1992 itu? Tidak ada.
Karena ya, memang tidak ada. Sama seperti Gitasav yang berhak beropini mendukung gaya hijabnya yang terbuka, orang lain pun demikian. Mempunyai hak yang sama untuk turut beropini bahwa tidak seharusnya seorang muslimah menggunakan hijab dengan model yang menampakkan auratnya.
Yang menjadi masalah justru karena pembahasan opini jadi merembet kemana-mana. Tidak head to head opini lawan opini tetapi membawa hal lain ke dalamnya, yakni hal personal.
Gitasav justru mengarah ke hal personal netizen dengan menuduhnya stunting. Dan hal ini lah yang pada akhirnya membuat komentarnya tersebut menjadi viral karena dianggap tidak memikirkan perasaan orang tua dan anak-anak yang sedang berjuang melawan stunting. Pun demikian yang dilakukan netizen dengan mengarah pada hal personal Gitasav yang menilai penulis buku Cup of Tea ini anti kritik.
Yang dilakukan Gitasav dan netizen ini termasuk ke dalam salah satu cacat berpikir atau Logical Fallacies, yakni Argumentum ad Hominem. Cacat pikir yang satu ini adalah keadaan di mana seseorang setuju atau tidak setuju maupun percaya atau tidak percaya pada suatu statement bukan karena apa yang dikemukakan, melainkan karena siapa yang mengemukakan. Argumentum ad Hominem melihat melalui aspek pribadi dan menyerang hal personal si pemberi statement.
Memang, background seseorang pasti memengaruhi cara ia berpikir dan memandang sesuatu. Tapi, dalam opini, yang harus dilihat adalah substansi opininya, bukan orangnya. Kalau tidak setuju, ya serang opininya dengan opini lagi. Yang tentu harus memuat argumentasi yang kuat dari data dan fakta yang ada.
Dan kalau setelah itu semua, orang tetap tidak setuju dengan opini kita, ya tidak masalah. Tidak usah memaksa apalagi jadi merembet kemana-mana. Menuduh stunting lah, anti kritik lah, si paling benar lah atau hal personal lainnya. Karena opini memang berbeda satu dengan lainnya dan dengan opini lah semua orang bisa mengemukakan suara mereka.
Karena kalau dibalik keadannya, kalau kita yang dipaksa setuju dengan opini orang bahkan sampai diserang hal-hal personal, kita pasti tidak terima, bukan? Â Kalau sudah tau rasanya tidak mengenakan, ya jangan melakukan hal yang sama ke orang lain. Karena menghargai satu sama lain bukan hanya tentang suku, agama, ras, dan antargolongan, tetapi juga menghargai opini orang lain meski berbeda pandangan.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H