Mohon tunggu...
Wiena Amalia Salsabilla
Wiena Amalia Salsabilla Mohon Tunggu... Lainnya - Fresh Graduate Jurnalistik Unpad

Menulis dari yang terlihat dan terdengar untuk dilihat, didengar, dan dirasakan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Seonggok Kisah dari Mereka yang Terhalang Jarak dengan yang Tersayang di Hari Lebaran

10 Mei 2022   20:40 Diperbarui: 12 Mei 2022   11:43 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Terminal Cicaheum Bandung dua hari menjelang Hari Raya Idul Fitri 1443 H pada 30 Mei 2022. (FOTO: Wiena Amalia Salsabilla).

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar,

Laa ilaaha illallahu wallahu akbar,

Allahu akbar wa lillahil hamd.

Gema takbir berkumandang. Saling bersahutan dari masjid di seluruh penjuru negeri. Memenuhi langit malam bersiap menyambut Hari Kemenangan.

Malam itu, seluruh umat Muslim dihampiri berbagai macam perasaan. Senang, karena hanya dengan menghitung jam, Idul Fitri yang harus melewati tiga puluh hari itu akan segera datang. 

Namun, sedih juga datang menghadang. Sedih karena tak ada jaminan kalau tahun depan, masih diberi umur untuk berjumpa dengan Ramadan bersama orang-orang tersayang.

Bicara tentang orang-orang tersayang, sayangnya, hal itu bukan milik semua orang. Kala Hari Raya Idul Fitri atau orang Indonesia biasa menyebutnya dengan Lebaran itu datang, sebagian orang harus menahan rindu lebih lama lagi untuk berjumpa dengan sang orang-orang tersayang.

Pulang kampung atau mudik atau apalah itu istilahnya, harus mereka lewatkan. 

Tidak mudah memang. Tapi kalau tidak dilakukan, mereka mungkin tidak bisa makan. Mereka mungkin tidak bisa menghidupi orang-orang yang mereka sayang.

Dari sekian banyak raga yang tertahan tidak bisa merayakan Lebaran dengan orang-orang tersayang, Jajang salah satunya.

Jajang (42), sopir bus di Terminal Cicaheum Bandung yang berasal dari Kota Sumedang. (FOTO: Wiena Amalia Salsabilla).
Jajang (42), sopir bus di Terminal Cicaheum Bandung yang berasal dari Kota Sumedang. (FOTO: Wiena Amalia Salsabilla).

Sopir bus di Terminal Cicaheum Bandung ini harus merayakan Idul Fitri jauh dari kampung halaman. Dengan berat hati, Jajang harus menahan rindu seminggu lagi demi bisa bertemu anak dan istri. Ia mengaku merasa sedih tatkala mengingat keluarganya yang jauh di sana.

"Sedih takbiran di kampung orang. Ingat sama anak-istri. Orang lain mah pada kumpul, kita diam di terminal," ujar pria berusia 42 tahun ini.

Tak berhenti di situ, di samping memikirkan keluarganya, dalam menyambut Hari Raya, nyatanya Jajang masih harus berkutat dengan pekerjaannya. Memikirkan setoran yang harus masuk tidak peduli meski bus yang ia sopiri sepi.

Sepinya bus terlebih di masa pandemi saat ini tak jarang membuat Jajang ketar-ketir mencari uang demi menutupi biaya sewa busnya.

Suasana lengang bus yang disopiri Jajang dengan tiket bus seharga 100 ribu rupiah per penumpang. (FOTO: Wiena Amalia Salsabilla)
Suasana lengang bus yang disopiri Jajang dengan tiket bus seharga 100 ribu rupiah per penumpang. (FOTO: Wiena Amalia Salsabilla)

"Kan ini mobilnya mobil setoran. Kalau ada lebihnya, ya kita dapat (uang). Kalau kurang, ya kita nombok. Kalau nombok, harus nyari (uang) lagi. Jadi utang. Apalagi musim (pandemi) kaya gini. Setornya juga udah dua juta sekarang, tapi muatan gak ada," tutur Jajang.

Dalam menyambut Hari Kemenangan, pada akhirnya, pria yang sudah menjadi sopir bus selama sepuluh tahun ini hanya bisa mengharapkan hari esok yang lebih baik lagi.

"Cuma berharap besok-besok terus, barang kali ada uang setoran. Gak ada sekarang, mudah-mudahan besok ada. Gitu terus," ucap pria asal Sumedang tersebut.

Tak jauh berbeda dengan Jajang, Komandan Regu (Danru) Terminal Cicaheum Bandung Erwyn Herliana turut merasakan hal serupa. Alih-alih keluarga, pria yang sudah dua tahun tidak mudik ini harus merayakan Lebaran bersama petugas terminal lainnya.

Jangankan beli baju lebaran, Erwyn hanya bisa menyambut Idul Fitri dengan seragam dinasnya.

"Di sini kebetulan saya harus tetap jaga, harus tetap dinas gitu. Harus tetap mantau gimana arus mudik. Gimana ketersediaan bus. Di situ ada sedihnya juga. Namanya orang ingin kumpul sama keluarga, ya. Jadi baju lebaran tiap tahunnya ya, baju dinas. Yang diperbaharui itu baju dinasnya," papar Erwyn.

Kendati demikian, pria berusia 39 tahun ini mengaku masih bisa bersilaturahmi dengan keluarganya meski hanya melalui telepon atau video call. Menurutnya, yang penting ia bisa bermaaf-maafan dengan orang tuanya meski secara tidak langsung.

Komandan Regu (Dandru) Terminal Cicaheum Bandung Erwyn Herliana (39). (FOTO: Wiena Amalia Salsabilla)
Komandan Regu (Dandru) Terminal Cicaheum Bandung Erwyn Herliana (39). (FOTO: Wiena Amalia Salsabilla)

Selama kurang lebih 17 tahun bekerja di sini, meski terkadang berkesempatan merayakan Idul Fitri bersama keluarga, tak jarang Erwyn harus tetap disibukkan dengan pekerjaannya. Hal ini sering kali membuat keluarganya protes.

"Kita juga kadang-kadang di rumah ditelepon karena ada yang butuh informasi. Kadang-kadang keluarga komplain lah, protes. Kok di rumah juga masih tetap ngurusin kerjaan? Kok di rumah sibuk terus?" ujar Erwyn.

Namun, di balik kesedihan yang ia rasakan, Erwyn tidak menepis bahwa pekerjaannya ini turut membawa kebahagiaan tersendiri untuknya. Ia merasa senang jika dapat membantu orang-orang mudik dengan aman dan lancar.

"Di situ kalau menurut saya tuh, itu berpahala. Nah, itu yang bikin saya senang," ucapnya.

Pada Idul Fitri tahun ini, sesuai namanya, Erwyn berharap seluruh umat Muslim dapat kembali ke fitrahnya dengan dosa yang diampunin dan doa yang diterima Sang Maha Kuasa. Ia juga berharap pandemi segera berakhir dan dapat berkumpul bersama keluarga pada Hari Raya Idul Fitri berikutnya.

Jajang dan Ewryn adalah potret lain di balik suka-ria Hari Raya. Kala yang lain sibuk membeli baju lebaran, mengemas pakaian untuk dipakai di kampung halaman, membeli oleh-oleh untuk sanak-saudara, atau menyantap ketupat dengan opor dan rendang, mereka harus tertahan karena pekerjaan.

Alih-alih mudik, mereka lah yang justru mengantarkan orang-orang pulang ke kampung halaman. Menjadi sosok yang jarang disadari kehadirannya tetapi tidak-tidak berjasa dalam mempertemukan seseorang dengan keluarganya.

Meski mereka sendiri harus bertahan lebih lama lagi, menunggu hari libur yang sudah lewat berhari-hari dari Idul Fitri demi bisa bertemu anak dan istri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun