Mohon tunggu...
sri winarti
sri winarti Mohon Tunggu... -

saya adalah mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Puncak Suroloyo, Antara Mitos dan Panorama Alam yang Menawan

15 April 2015   12:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:04 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu, saya bersama teman saya berencana ingin ‘mendaki’ salah satu gunung di daerah Magelang. Bukan gunung besar seperti Semeru atau Lawu sih, melainkan hanya gunung dengan jalur trek ringan –bagi pemula- saja. Namun apa boleh buat, janji bertemu jam 8 molor jadi jam 10. Waktu sudah tak memungkinkan dan kesiangan jika kami nekat menuju Magelang.

Sempat bingung mau ke mana. Akhirnya kami memutuskan ke Puncak Suroloyo yang ada di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Sama-sama wisata alam di ketinggian. Meskipun bukan anggota organisasi pecinta alam, namun saya memang suka dengan alam. Perjalanan dimulai dari daerah Mlati, Sleman. Aksesnya sangat mudah, namun jika sudah sampai di kawasan Samigaluh kita harus hati-hati sebab kontur jalanan banyak yang menikung, naik turun dan terkadang ada yang curam.

Sekitar satu jam, sampailah kami di Puncak Suroloyo. Hawa dingin pegunungan langsung terasa. Oya, untuk memasuki tempat wisata ini tidak dipungut biaya, cukup membayar biaya parkir motor sebesar Rp 2.000.

View dari puncak Suroloyo

Di kawasan Puncak Suroloyo terdapat tiga buah gardu pandang yaitu Puncak Suroloyo itu sendiri, Puncak Sariloyo, dan Puncak Kaendran. Ketiganya terletak berdampingan, namun terpisah. Dengan kata lain kita harus menaiki anak tangga yang berbeda untuk mencapai masing-masing puncak. Dari ketiga gardu pandang tersebut, Puncak Suroloyo-lah yang paling menonjol dan terkenal. Namun untuk mencapainya dibutuhkan sedikit perjuangan sebab kita harus menaiki anak tangga yang jumlahnya lumayan banyak. Ya, sekitar 286 anak tangga harus kita taklukkan jika ingin sampai di puncak tertinggi. Kemiringan tangga tersebut berkisar antara 30 sampai 60 derajat. Lumayan curam ya? Lumayan menguras tenaga juga bagi yang tidak terbiasa mendaki. Hehe…

Tapi jangan khawatir, sepanjang menaiki tangga, kita bisa melihat pemandangan sekeliling yang indah. Hamparan sawah hijau serta perbukitan di sekitar tempat ini sungguh memanjakan mata. Ada semacam pendopo juga untuk beristirahat jika lelah.

Dengan sisa-sisa tenaga dan berhenti beberapa menit di tangga, akhirnya sampai juga saya di puncak Suroloyo. Di puncak ini terdapat sebuah pendopo atau gardu pandang. Subhanallah! Pemandangan  dari sini sungguh indah dan mengagumkan. Perbukitan Menoreh serta gunung-gunung besar di Jawa Tengah seperti Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, dan Sindoro terlihat dari sini. Berdiri di gardu pandang, terhampar perbukitan nan menghijau di sebelah kanan. Di sela-selanya terdapat perkampungan penduduk yang bergerombol-gerombol membentuk blok-blok. Hanya terlihat genteng kecoklatan saja jika dilihat dari tempat ini. Tepat di depan saya, kelihatan sedikit bentuk Candi Borobudur yang ada di Magelang. Di sebelah utara, ada sebuah puncak bukit yang cukup tinggi. Kata penjaganya, itu adalah Puncak Widosari. Nah, di sebelah timur terhampar luas kota Jogja. Saya bisa melihat hamparan perkotaan kecil-kecil. Saat cuaca cerah, kita bisa melihat Parangtritis juga lho. Sayang saat itu cuaca mulai mendung.

14290763471241705371
14290763471241705371
tangga menuju puncak

Uniknya, selain menawarkan panorama alam yang indah, Puncak Suroloyo juga menyimpan berbagai cerita dan mitos yang cukup kuat bagi masyarakat sekitar. Tak heran jika nuansa mistis sangat terasa saat kita berada di tempat ini. Oleh masyarakat,  Puncak Suroloyo diyakini sebagai titik tengah atau kiblat pancering bumi (pusat dari empat penjuru) di tanah Jawa. Apabila ditarik garis lurus dari selatan ke utara dan dari barat ke timur, maka titik temunya berada di Puncak Suroloyo ini. Bahkan, banyak orang yang menyebut Puncak Suroloyo sebagai “rumah Ki Semar”. Mengapa demikian? Sebab sebagai tempat tertinggi, Puncak Suroloyo menjadi tempat Batara Guru –pimpinan para dewa-. Di tempat inilah Ki Semar atau Ki Ismoyo atau Bodronoyo mengasuh Petruk, Bagong, Gareng, serta para ksatria Pendawa.

Tak hanya itu, Puncak Suroloyo juga mempunyai kaitan sejarah dengan Kerajaan Mataram Islam. Hal ini terdapat dalam Kitab Cabolek karya Ngabehi Yasadipura pada abad ke 18. Dalam kitab tersebut dikisahkan mengenai Mas Rangsang (Sultan Agung Haryokusumo) yang mendapat wangsit agar berjalan kaki dari Keraton Kotagede ke arah barat. Petunjuk itupun ia ikuti hingga sampai ke Puncak Suroloyo. Menempuh perjalanan sejauh sekitar 40 km dari keratin, Mas Rangsang pun merasa lelah dan tertidur di tempat ini. Saat tertidur tersebut, ia kembali mendapat wangsit agar membangun tapa di tempat tersebut. Hal ini dilakukan sebagai syarat agar ia bisa menjadi penguasa yang adil dan bijaksana. Peristiwa inipun meninggalkan situs sejarah yang masih ada hingga kini. Ya, peninggalan tersebut adalah sebuah batu besar dan arca yang berada di Puncak Suroloyo. Kita bisa melihatnya dengan jelas saat di puncak. Hingga saat ini, di tempat ini sering digunakan untuk mengadakan ritual jamasan pusaka keraton setiap awal bulan Suro. Tak heran jika pada hari pertama kalender Jawa (1 Suro), tempat ini ramai dikunjungi wisatawan yang berasal dari wilayah Jawa maupun luar Jawa. Ribuan orang dari berbagai profesi tersebut datang ke sini untuk mengikuti upacara “suronan”.

[caption id="attachment_378606" align="aligncenter" width="576" caption="salah satu arca di puncak"]

14291546381879133562
14291546381879133562
[/caption]

Terlepas dari mitos dan kisah sejarah tersebut, Puncak Suroloyo tetap menyuguhkan panorama alam yang indah dan sejuk. Sekitar satu setengah jam saya berada di puncak Suroloyo. Merenung dan memandang kagum atas segala ciptaan Yang Maha Kuasa ini. Saat hanyut dalam perasaan *cieehh* kabut tipis mulai menyembul dari bawah. Kereenn!! Awalnya sempat kupikir asap dari rumah penduduk yang naik ke atas. Hahaa…   Kabut putih tipis itu pelan-pelan merangkak naik, bagai dewi yang akan naik ke kahyangan. Pelan dan anggun, namun pasti. Pandangan di depanku pun perlahan mulai hilang tertutup kabut. Tak salah jika banyak yang menyebut Suroloyo adalah “the land above the cloud”. Puas menikmati alam dari atas puncak, kamipun turun. Tentunya ditemani kabut yang masih setia menyelimuti gugusan perbukitan ini. Nice travelling.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun