Sore terlihat sangat bercahaya. Hujan yang turun deras baru saja berhenti. Langit yang gelap mulai menjadi biru. Alam yang sepi kembali ramai. Burung-burung mulai kembali terbang. Kadal yang imut mulai berlarian. Sebuah jamur kecil terbangun dari tidurnya. Jamur itu berwarna putih pada batangnya. Kepala jamur itu berwarna oranye dengan bintik-bintik putih. Sebuah jamur yang cantik. “Selamat pagi.” Sapa jamur kecil itu pada seekor capung yang lewat. Capung gagah itu tidak membalas sapaan jamur kecil. Ia pergi begitu saja melewati jamur kecil. Sayap capung itu terlihat bersinar dibawah cahaya matahari. “Bahkan seekor capung gagah pun tidak mau menyapaku.” Jamur kecil merasa sedih. Semua hewan takut padanya. Tidak ada yang mau mendekati jamur kecil. Jamur kecil tahu alasannya. Karena ia Amanita. Amanita muscaria. Amanita sering bertanya-tanya. Apakah selama ia hidup tidak ada yang mau mendekatinya. Hanya langit dan hamparan rumput yang menemani Amanita hingga malam tiba.
Keesokan hari, langit kembali mendung. Awan-awan di langit terlihat sangat berat. Awan-awan yang putih berubah menjadi kelabu. Hujan kembali turun sangat deras. Rerumputan merunduk diterpa air hujan. Pohon-pohon cemara bergoyang-goyang menikmati air yang melimpah. Amanita kembali memejamkan mata. Ia bertanya-tanya apakah keberuntungan akan menghampirinya setelah hujan ini.
Hujan yang deras mereda. Titik-titik air yang lembut menuruni kepala Amanita. Rumput-rumput kembali tegak. Titik-titik air menghiasi daun-daun pepohonan. Amanita membuka matanya. Tidak ada yang berubah. Namun, Amanita melihat sesuatu. Ia melihat di sampingnya ada sebuah jamur kecil. Jamur kecil yang lebih kecil dari pada dirinya. Jamur kecil itu masih menutup mata. “Hai jamur kecil.” Sapa Amanita. Jamur kecil mulai membuka matanya perlahan. “Hai. Aku baru saja terbangun. Selama ini aku tertidur di dalam tanah. Di manakah ini?” Amanita tersenyum pada jamur kecil itu. “Ini bukit hijau di dekat danau. Selamat datang, jamur kecil. Siapa namamu?” Amanita. Bisik jamur kecil itu perlahan. “Namamu Amanita?” Amanita besar kaget. Nama jamur kecil itu sama dengannya. Amanita caesaria, bisik jamur kecil itu lagi. “Nama lengkapmu Amanita caesaria?” Jamur kecil mengangguk. Amanita besar tersenyum. “Amanita kecil, tahukah kau siapa aku?” Jamur kecil mengamati Amanita besar. “Namamu Amanita juga?”
“Iya, jamur kecil. Aku Amanita muscaria.Jamur kecil, tahukah kau mengenai dirimu?”
“Aku adalah jamur?”
“Ya, kau adalah jamur. Manusia sangat menyukai dirimu. Hewan-hewan pun menyukai warna merahmu yang cantik.”
“Kau pun punya warna yang cantik, Amanita besar.”
“Tapi tidak seorang pun suka padaku. Aku Amanita muscaria. Aku jamur beracun. Sedikit saja mereka memakan diriku, hilanglah kesadaran. Warnaku yang cerah tidak dianggap cantik. Warnaku ialah penanda bahaya. Selama ini tidak ada hewan yang mau bicara denganku. Hewan-hewan takut padaku. Karena aku beracun. Aku tidak yakin akan bisa berguna sepertimu, jamur kecil. Aku tidak disukai oleh hewan dan juga manusia.”
“Tapi aku tidak takut padamu.”
“Ya, tentu saja, jamur kecil. Itu karena kau Amanita. Amanita tidak akan terkena racun dari Amanita lain. Kau akan menjadi satu-satunya temanku di sini.”
“Benarkah itu, Amanita besar? Kau jamur yang baik. Aku tahu itu ketika kau menyapaku. Suatu saat, pasti akan ada yang membutuhkanmu. Walaupun kau jamur beracun. Pasti ada yang akan membutuhkanmu. Semua yang lahir di bumi pasti memiliki manfaat. Aku yakin itu, Amanita besar. Suatu saat nanti, pasti akan ada hewan ataupun manusia yang membutuhkanmu.”