Mohon tunggu...
Dwi Pakpahan
Dwi Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Perempuan

WNI

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tulang Punggung

10 Maret 2021   18:06 Diperbarui: 10 Maret 2021   21:57 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pria itu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia menyendiri di sudut jalanan. Wajahnya lusuh.

Ingin rasanya dia menepi, menyingkir dari hiruk-pikuk rutinitasnya.

Dalam keremangan cahaya, dia bertanya pada hatinya; "Haruskah dia resign?"

Mulai terbit mentari hingga terbenam, dia mengais rezeki diiringi pemandangan yang tak pernah berubah.

Tuntutan bos yang selalu tak puas, lingkungan kerja yang tak ramah dan si penjilat yang berjalan tanpa malu, menggumbar kata bukan prestasi membuat dia muak.

Selalu begitu, hari demi hari hingga berganti tahun.

Pria itu merasa lelah dan raganya merintih.

Sekelebat bayangan istri dan anaknya masuk ke dalam pikirannya memaksanya untuk sadar.

Dia tidak boleh mundur, dia harus kuat.
Dia harus tetap membuat asap mengepul di dapurnya karena dia lah si tulang punggung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun