“Iya jeng,” beberapa perempuan yang berkumpul di rumah ibu Menur berkata secara bersamaan.
Aku hanya tersenyum tipis dan meminum tehku.
Arisan ibu-ibu kompleks perumahan kali ini di rumah ibu Menur. Istri seorang Direktur yang paling kaya di kompleks.
“Jeng juga mesra sama suaminya,” aku membalas perkataan ibu Menur.
“Hahaha, jeng bisa saja. Namanya juga masih pengantin baru jeng, bawaannya selalu ingin mesra,” dengan wajah yang kelihatan malu, ibu Menur berkata pelan.
Betul juga ya, gumamku dalam hati. Kupandangi semua perempuan yang ada di ruang tamu, ada sekitar 14 orang. Terlihat wajah-wajah perempuan muda. Di antara semua yang hadir, memang usia pernikahanku yang paling lama.
“Apa sih resepnya jeng?” tanya ibu Menur lagi.
“Gak pakai resep jeng,” jawabku singkat tetap dengan memasang senyum di wajah.
”Mmh, sorry ya jeng. Apa jeng gak pernah curiga gitu sama suami jeng? Bukannya suami jeng sering ke luar kota?” tanyanya lagi dengan nada penasaran.
Entah mengapa, aku merasa gak enak. Pertanyaan itu menurutku sudah masuk ranah pribadi. Inilah resiko ikut arisan ibu-ibu kompleks. Perkataanya kadang gak bisa di-filter. Aku jadi berasa kayak artis yang lagi diwawancara reporter infotainment.
Semua mata memandangku dengan tatapan yang penasaran khas Ibu-ibu kepo.