Mohon tunggu...
Dwi Pakpahan
Dwi Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Perempuan

WNI

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Candu

28 Januari 2021   22:31 Diperbarui: 28 Januari 2021   22:40 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sosoknya menggelepar di lantai,
menggeliat tapi bukan cacing
kedua matanya sangat liar,
bola matanya bergerak ke kiri ke kanan persis penari kecak

Ocehan dari mulutnya bagaikan nyanyian kaset rusak yang memekakkan telinga pendengar.

Arrghhh

Dia tidak kuat lagi, tak sanggup!

Dia melonglong pelan laksana srigala dikutuk menjadi marmut, kecil tapi tak imut.

Kedua tangannya menggapai dinding-dinding kamar sempit itu.

Dia ingin sembuh, dia ingin di rehab tapi candu ini bagaikan tali kekang yang mengikat raganya.

Medan, 28 Januari 2021
Say no to drugs

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun