Penulis : Setyo Puji Widodo, M Alif Al Afifi, Setia Wahyuningtyas, Saqilla Asri Alfalaq, dan Muhammad Hanif Jaddu
Banyumudal adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Sapuran, kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Indonesia. Desa Banyumudal mempunyai karakteristik lingkungan berupa dataran tinggi dengan lingkungan basah.Â
Karakter lingkungan wilayah ini mempengaruhi jenis usaha yang dimiliki warga, yaitu usaha pertanian. Hampir seluruh warga Desa Banyumudal berprofesi sebagai petani. Jenis tanaman pertanian yang ada di Desa Banyumudal antara lain daun bawang, kubis, jagung dan tembakau.Â
Berkembangnya suatu desa akibat pertumbuhan penduduk dan kebutuhan lahan untuk pemukiman serta pemukiman menyebabkan kebutuhan lahan semakin besar untuk menampung kegiatan tersebut.Â
Pembangunan perumahan yang dilakukan pada daerah berlereng yang pada kenyataannya berbahaya jika tidak dilakukan dengan cara yang tepat dan dapat memperbesar ancaman bencana yang mungkin terjadi di kemudian hari seperti tanah longsor.
Lereng merupakan suatu bidang yang memiliki kemiringan tertentu dan berpotensi terjadi kelongsoran apabila berada dalam kondisi yang tidak stabil (Wesley dan Pranyoto 2010). Kemiringan lereng adalah sudut yang dibentuk oleh perbedaan tinggi permukaan lahan (relief), yaitu antara bidang datar tanah dengan bidang horizontal dan pada umumnya dihitung dalam persen (%).
Penggunaan peta tingkat kemiringan lereng digunakan untuk mengetahui seberapa curam kemiringan suatu lereng dan pengkelasan lereng seperti lereng datar , landai, agak curam, curam, sangat curam .Â
Tingkat kemiringan lereng sangat berpengaruh terhadap kelongsoran. Â Semakin curam lereng tersebut akan menambah kemungkinan akan terjadinya bencana longsor lahan.Â
Tanah longsor adalah proses perpindahan massa batuan (tanah) akibat gaya berat (gravitasi). Longsor terjadi karena adanya gangguan kesetimbangan gaya yang bekerja pada lereng, yaitu gaya penahan dan gaya peluncur. Gaya peluncur dipengaruhi oleh kandungan air, berat massa tanah itu sendiri berat beban bangunan.Â
Ketidakseimbangan gaya tersebut diakibatkan adanya gaya dari luar lereng yang menyebabkan besarnya gaya peluncur pada suatu lereng menjadi lebih besar daripada gaya penahannya, sehingga menyebabkan massa tanah bergerak turun.
Tingkat kemiringan lereng juga sangat mempengaruhi aktivitas kegiatan pertanian. Dalam pembangunan lahan pertanian dibutuhkan daerah yang stabil untuk pengairan air  dan  juga  kemudahan  masyarakat  untuk  menjangkau  lahan  pertanian  untuk mengelolanya, semakin sulit  medan  yang akan  tempat  lahan pertanian maka  akan  semakin menurun  pula  kualitas  dan  kuantitas  dari  hasil  panen  lahan  pertanian  tersebut.  Â
Dalam mewujudkan penggunaan lahan diperlukan  klasifikasi kemampuan lahan yang  menetapkan pola penggunaan  lahan  yang sesuai dengan  daya dukungnya.  Lereng  yang  cocok  untuk  dijadikan  lahan  pertanian  mempunyai  kemiringan 0-25 %. jika kemiringan lereng lebih dari 25 %, akan lebih sulit untuk dibuat terasering karena lereng lebih curam. Semakin  curam  lereng  maka akan semakin  kecil  pula daya dukung untuk aktivitas pertanian.
Mahasiswa KKN Institut Pertanian Bogor melakukan pembuatan peta kemiringan lereng menggunakan aplikasi QGIS 3.14 dalam pembuatan Peta Kemiringan lereng dipertimbangkan dari beberapa sumber yaitu peta RBI Indonesia, Peta DEM Wonosobo. Serta menggunakan klasifikasi berdasarkan pedoman penyusunan pola rehabilitasi lahan dan konservasi tanah tahun 1986.
Berdasarkan peta tersebut didapat lima kelas lereng yaitu seperti lereng datar , landai, agak curam, curam, sangat curam. Terlihat pada peta kemiringan lereng  desa Banyumudal didominasi oleh lereng curam hingga sangat curam. Pemukiman banyak terdapat di daerah lereng datar , landai, dan curam, sedangkan untuk lahan pertanian sebagian besar  terdapat di daerah lereng curam. Oleh karena itu, adanya pembuatan peta kemiringan lereng diharapkan dapat membantu masyarakat desa untuk memberi rekomendasi tempat mendirikan bangunan serta bangunan konservasi pertanian, sehingga dapat meminimalkan terjadinya potensi longsor.
Pada pemaparan program kemiringan lereng dihadiri oleh staf pemda, staf kecamatan serta perangkat desa. Dalam pemaparan tersebut dijelaskan mengenai kemiringan lereng, mengenai bahayanya kemiringan lereng terdapat terjadinya longsor, serta upaya dalam mitigasi bencana  longsor yaitu dilakukan pembuatan beronjong dari kawat besi, penanam pohon, dan bangunan konservasi pertanian seperti teras gulud , teras bangku pada lahan lahan pertanian desa tersebut.Â
Saat sosialisasi pertanian kami juga mengedukasi para petani untuk membuat bangunan konservasi pertanian dan bedengan yang sejajar dengan kontur lereng sehingga dapat mengurangi run off , ataupun erosi yang terjadi di lahan - lahan pertanian yang akan mempengaruhi kesuburan serta terjadinya longsor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H