Saat ini, dapat kita perhatikan di sekitar kita begitu banyak toko-toko thrift yang mulai menguasai pasar ekonomi lokal. Tidak hanya terlihat pada pasar offline, pada pasar online seperti halnya pada dunia sosial media, usaha ini pun sedang berada pada tingkat kejayaanya hingga banyaknya komunitas-komunitas baru yang muncul.
Dimulai sejak terjadinya Pandemi Covid-19 yang menimpa masyarakat di seluruh dunia, ketika seluruh wilayah berada dalam masa karantina, larangan beraktifitas diluar rumah hingga banyaknya perusahaan yang akhirnya memberhentikan karyawannya. Dampak-dampak yang ditimbulkan dari adanya pandemi ini cukup besar dan menyebabkan perubahan pada masyarakat dunia terutama pada masyarakat Indonesia. Salah satu dampaknya adalah banyaknya ide-ide kreativitas yang muncul akibat dari keterdiaman para pemuda dirumah. Mengadaptasi dari tren thrifting yang awalnya berada di luar negeri dan melihat kondisi perekonomian yang kurang stabil menjadikan hal ini sebagai pacuan untuk bangkit dan memulai usaha ini.
Apa itu Thrifting?
Thrifting, preloved adalah beberapa julukan yang sering digunakan untuk menyebut kegiatan jual beli barang bekas pakai saat ini sedang menjadi tren hingga gaya hidup. Tren ini berawal dari keinginan berhemat dan upaya untuk mencari nafkah melalui usaha jual beli. Pada awal kemuculannya di Amerika, usaha ini mendapatkan banyak stiga negatif salah satunya menyebutkan bahwa ini merupakan jual beli " barang sampah tak layak pakai ". Namun semenjak adanya fenomena The Great Depression hingga setelah berakhirnya perang dunia kedua yang menyebabkan usaha ini mulai mendapatkan popularitasnya.
Di Indonesia, usaha thrift ini sudah mulai dijalankan pada awal tahun 2000-an. Namun mulai mendaptakan popularitasnya semenjak adanya dampak pandemi covid-19 yang mengharuskan masyarakat untuk berdiam diri dirumah, berhemat, meningkatnya kasus pengangguran akibat PHK massal hingga merosotnya roda perekonomian. Dasar ini lah yang menyebabkan anak-anak muda mulai menggali kreativitasnya, salah satunya adalah memulai usaha thrift.Â
Pro vs Kontra Dunia Thrifting
Semenjak meningkatnya popularitas tren thrifting di Indonesia, banyak pendapat yang menyatakan pro dan kontra terhadap tren ini. Bagi mereka yang menyatakan pro menyampaikan bahwa tren ini memiliki banyak kelebihan salah satunya adalah mendukung adanya slow fashion dengan tujuan pengurangan sampah fashion yang menjadi limbah paling sulit terurai oleh alam. Sedangkan tim kontra mengatakan bahwa tren ini lebih banyak mengandung kelemahan dan kerugian seperti halnya ancaman pada industri fashion lokal hingga ancaman kesehatan. Namun dibalik itu semua, usaha ini masih tetap menjadi hal yang banyak dipilih oleh masyarakat terutama para kolektor barang limited.
Terlepas dari banyaknya pro dan kontra yang ditimbulkan dari adanya tren ini, namun sudah sepatutnya kita harus mengapresiasi para anak muda yang mampu menjadikan usaha thrift ini mencapai puncak kejayaannya karena berkat keberanian mereka untuk memulai karirnya dalam dunia thrifting ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H