Mohon tunggu...
Roselyn Loviana
Roselyn Loviana Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Siswa yang Gemar Beropini

ROselynL adalah nama penaku

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

"Jingga dan Senja" (Antara Aku, Kamu, dan Dia)

24 Februari 2018   08:30 Diperbarui: 24 Februari 2018   08:35 8012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Resensi Novel Jingga dan senja

Novel "Jingga dan Senja" karya Esti Kinasih ini merupakan novel percintaan remaja yang digemari banyak remaja pada tahun 2010-an ketika pertama kali diterbitkan. Secara umum, Kisah cinta yang ditampilkan Esti Kinasih kali ini mungkin tidak berbeda dari novel percintaan remaja pada umumnya. Kisah cinta remaja yang dimana tokohnya harus mengalami cinta segitiga, konflik kenakalan ala remaja. Hal-hal tersebut terlihat begitu sederhana layaknya kisah  remaja pada umumnya,  namun dikemas dengan sangat baik hingga terlihat begitu rumit. 

Melihat dari isi  novel ini, dapat disimpulkan bahwa novel "Jingga dan Senja" secara garis bersar bertemakan tentang kisah cinta segitiga dan juga kenakalan remaja. Hal ini sangat jelas karena hampir kesuluruhan dari isi cerita novel ini, menceritakan Kisah cinta segitiga antara Ari dan Tari, Tari dan Angga, juga kenakalan-kenakalan yang dilakukan Ari, Angga, dan teman SMA mereka. Hal ini dapat dibuktikan dari salah satu kutipan ketika kisah cinta segitiga mereka dimulai pada novel berikut ini:

"Karena itu Tari nggak berani bilang sikap Angga tuh baik dan manis. Jadi dia nggak merasa terancam. Beda dengan saat bersama Ari begini. Meskipun dikelilingi teman sekelas, nggak Cuma berdua, Tari merasa seperti ada bahaya yang sedang mengintai." (hal. 69)

Kemudian, bukti akan adanya kenakalan remaja yang dialami Ari, Angga, juga teman-temannya terdapat dalam kutipan:

"Ari. Nama ngetop di SMA Airlangga. Biang onar sekolah. Salah satu panglima perang saat tawuran, yang berani memimpin teman-temannya sampai ke jalan raya, bahkan menyerang sekolah yang dianggap cari gara-gara." (hal. 8)

"Sampai pada suatu hari Ari menemukan Angga di antara anak-anak SMA Brawijaya yang menyerang sekolahnya. Masih dengan tatap kebencian yang sama. Dan sama seperti dirinya, masih berstatus junior yang tentu saja harus mematuhi setiap perintah para senior. Ketika Ari telah menjadi pentolan di sekolahnya, Angga ternyata juga berdiri diposisi yang sama. Sudah tidak mungkin lagi untuk bertanya baik-baik." (hal. 38)

Kedua kutipan diatas membuktikan bahwa Ari, Angga, juga teman-temannya mengalami yang namanya kenakalan remaja,  yakni tawuran.

Selain tema, Alur yang digunakan Esti Kinasih pada novel "Jingga dan Senja" kali ini adalah Maju. Cerita dimulai dari Ari, si cowok yang dikenal gemar tawuran dan galak, dikabarkan tertarik dan ingin mendekati Tari yang merupakan siswi baru disekolahnya. Alasan Ari tertarik yakin karena dia mengetahui bahwa nama mereka yang sangat mirip dan karenanya menganggap Tari merupakan bayangan dari Ari. Kabar ketertarikan Ari itu mulai menyebar hingga Angga yang merupakan musuh dari Ari juga ingin mendekati Tari dengan tujuan merebut sesuatu yang sangat berarti bagi Ari.

"Banyak cewek di sekitar Ari. Sama seperti dulu. Ari yang dikenalnya selama tiga tahun di SMP. Namun, pada satu nama ini Angga mendapati ada yang beda dengan Ari. Sedikit. Samar. Namun bukan disembunyikan. Lebih karena Angga sendiri sepertinya juga tidak menyadari. Atau belum menyadari. Setelah dua tahun lebih akhirnya dia temukan juga sesuatu yang bisa direbutnya dari Ari. Sesuatu yang bisa digunakannya untuk ganti menyakiti cowok itu." (hal. 27)

Angga yang berhasil mendekati Tari membuat Ari marah besar. Hingga terjadi berbagai konflik yang terjadi secara bertahap. Hal ini membuat novel "Jingga dan Senja" ini menggunakan alur maju pada keseluruhan cerita.

Seperti yang telah disebutkan diatas, novel "Jingga dan Senja" ini memiliki beberapa tokoh yang berpengaruh atas keseluruhan isi cerita. Pertama, Tari. Tari adalah tokoh yang diceritakan dekat dengan Ari juga Angga. Tari sendiri memiliki nama Jingga Matahari yang begitu mirip dengan nama Ari, yakni Matahari Senja. Itulah mengapa mereka dianggap berjodoh, entah memang takdir atau hanya kebetulan. 

Tari sendiri dijelaskan sebagai sosok yang periang, plin-plan, pemberani, dan juga keras kepala. Hal ini dapat dilihat dari betapa gemarnya dia menggunakan barang berwarna oranye yang membuat dia terlihat sebagai seseorang yang periang. Juga betapa riangnya dia saat menceritakan dari mana namanya berasal.

"Soalnya itu warna matahari terbenam. Gue kan lahirnya sore, pas matahari mau tenggelam. Kata Nyokap, waktu gue lahir pantulan matahari yang mau tenggelam itu bikin ruangan jadi berwarna oranye, jingga, Tari menerangkan dengan nada riang." (hal. 41)

Selain itu, Ari sendiri diceritakan sebagai sosok yang pintar, nakal, pemberani, pemberontak, juga misterius. Ari berasal dari keluarga yang kaya. Namun, kekayaan itu tidak membuat Ari bahagia. Oleh karena itu, Ari berubah menjadi anak yang nakal. Kenakalan Ari memang sudah tidak diragukan lagi. Sosok Ari yang gemar tawuran dan menjadi panglima perang saat tawuran itu membuat dia dikenal sebagai siswa nakal yang suka memberontak. Sosoknya yang pintar dan misterius juga dapat dibuktikan dari salah satu kutipan berikut:

"Untuk katagori biang kerok sekolah dan langganan dipanggil ke ruang guru, prestasi akademiknya termasuk lumayan. Jarang keluar dari lima besar kelas. Ari punya banyak banget teman, doyan bercanda dan sangat aktif, tapi tetap misterius, karena tidak satu pun yang tahu di mana dia tinggal. Yang pasti, tu cowok tajir, karena selalu punya banyak duit." (hal. 52)

Sosok Angga mungkin menjadi sosok yang paling dibenci oleh kebanyakan pembaca dikarenakan karakternya yang nakal, pendendam, juga menjadi orang ketiga di hubungan Ari dan Tari. Angga dapat dikatakan sebagai inti dari konflik kisah cinta Ari dan Tari karena Angga lah yang membuat kisah ini menjadi begitu rumit.

"Tanpa fokusnya teralihkan dari jalan raya di depannya, kedua mata Ari hanya menyipit saat tangan kanan Tari akhirnya melingkari pinggangnya. Cewek itu kemudian menyandarkan kepala di punggung Ari.

Di saat emosi Ari perlahan mulai mereda, sebuah motor tiba-tiba menyalip dari sisi kanan. Berdesing dalam hitungan kejap, motor itu langusng menghentikan laju motor dengan paksa.

"Seketika Ari menarik rem kuat-kuat, karena motor itu -- yang langsung dikenalinya sebagai milik Angga -- berhenti dengan posisi melintang tidak sampai dua meter di depannya." (hal. 113-114)

Selain mereka bertiga, cerita ini juga didukung oleh tokoh-tokoh lainnya. seperti Oji (teman Ari), RIdho (teman Ari) , Fio (teman Tari), Veronica, Ata (saudara kembar Ari), Anggita (sepupu Angga) , dan lain-lain.

Latar tempat yang digunakan dalam novel "Jingga dan Senja" ini menggunakan sekolah sebagai ciri khas anak remaja. Kisah yang diceritakan seperti tidak pernah lupa untuk menjadikan lingkungan-lingkungan di sekolah sebagai latarnya. Seperti kelas, lapangan bola, dan kantin.

"Seisi kelas berhenti mencatat untuk menyaksikan kejadian itu. Mereka heran, kenapa sih guru-guru itu nggak pada belajar dari pengalaman ya? Ari tu nggak mempan bentakan atau teriakan. Pak Sitanggung, guru matematika, malah pernah memukulnya dengan penggaris besi. Nggak mempan juga. Tetep aja tu anak jalan ke luar kelas." (hal. 142)

"Saking krusialnya info itu, cewek-cewek itu sampai rela nggak makan. Mereka membeli satu kantong plastik gorengan dari kantin dan satu gelas air mineral per orang." (hal. 20)

"Ari memandang berkeliling. Area depan sekolah yang terdiri atas dua lapangan futsal, satu lapangan voli, dan satu lapangan basket itu sudah clear. Hanya berisi anak-anak yang akan menggantikan mereka yang kembali dalam keadaan luka-luka."

Selain sekolah, rumah, jalanan, dan lapangan rumput juga menjadi latar yang digunakan penulis untuk menceritakan kisah tokoh di luar sekolah. Seperti salah satu kutipan berikut:

"Mereka memang tidak pergi terlalu jauh. Angga menghentikan motornya di tepi lapangan rumput tidak jauh dari mulut kompleks tempat tinggal Tari. Sedikit tempat terbuka yang masih tersisa di Jakarta yang mulai dipenuhi hutan beton." (hal. 159)

Selain latar tempat, latar waktu yang digunakan juga sama seperti waktu pada umumnya. Dimulai dari  pagi, siang, sore, hingga malam.

"Jam tujuh tepat bel berbunyi, tanda upacara akan dimulai." (hal. 1)

Latar sosial yang disampaikan penulis tidaklah banyak. Kehidupan yang diceritakan hanya disekitar Jakarta.  Jakarta digambarkan sebagai kota yang padat penduduk, dimana jalanannya sering terjadi macet. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini:

"Dan ternyata, baik Ari maupun Ata, keduanya sama-sama raja jalanan. Mobil yang dibawanya berbadan besar, tapi begitu keluar kompleks dan memasuki jalan raya, jarum spidometer langsung bergerak tajam. Menunjukkan bahwa keempat roda berputar dengan kecepatan tinggi. Meskipun begitu, Everest hitam itu meliuk di antara padatnya lalu lintas Jakarta dengan gerakan luwes." (hal. 251)

Selain itu lingkungan pelajar, juga lingkungan siswa pengikut tawuran dapat dikategorikan sebagai latar sosial.

"Dilihatnya anak-anak SMA Brawijaya sudah hampir mencapai area di depan pintu gerbang. Pasti para guru sudah menutup gerbang dalam, mengantisipasi agar tidak semakin banyak siswa yang terlibat tawuran. Akibatnya, kelompok SMA Airlangga jadi kalah jumlah." (hal. 12)

Sudut pandang yang digunakan penulis dalam novel ini adalah sudut pandang orang ketiga serba-tahu. Hal ini dapat dibuktikan dari nama tokoh yang digunakan, juga kata dia, -nya, dan kata ganti orang ketiga yang lain. Isi cerita pada novel ini juga disampaikan dengan detail, seakan mengetahui segalanya tentang cerita tersebut.

Esti Kinasih, perempuan kelahiran Jakarta tahun 1971 ini merupakan penulis yang setiap karyanya akan selalu digemari oleh para pembaca. Cerita-cerita yang dikemas menjadi novelnya, selalu berhasil membuat pembaca tertarik untuk membaca dan membaca. 

Hal ini dikarenakan Esti sering pergi travelling sendiri untuk menyendiri dan mencari ide juga inspirasi menulis. Tidak salah lagi jika ide-ide yang digunakan pada novelnya sangat dikagumi pembacanya. 

dokpri
dokpri
Dari keseringan Esti yang menyendiri, hal ini terjadi kemiripan dengan sosok Ari yang pada beberapa bagiannya diceritakan sedang ingin menyendiri dengan pergi menuju tempat dimana dia bisa melepas topeng yang dipakainya selama ini. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut:

"Begitu keluar dari koridor utama dan melihat motornya di kejauhan, Ari merogoh saku celana panjangnya dan mengeluarkan kunci. Sekolah, belajar, buku-buku, dan para guru, bahkan teman-teman akrabnya, semua telah terlempar dari benaknya karena satu nama itu. Dia hanya ingin pergi dan menyendiri." (hal. 64)

Di dalam novel ini, penulis menyampaikan amanat bahwa kita harus bisa menghargai hak orang lain dan tidak suka mengusik kehidupan orang lain dengan melecehkan harga dirinya. Untuk pelajar, penulis ini menyampaikan bahwa apa yang bersifat anarkis itu tidak baik, seperti tawuran contohnya. Menjadi pedendam seperti Angga juga sangat tidak dianjurkan, karena hanya akan membuat diri ingin menghancurkan orang lain, dan masih banyak lagi.

Untuk setiap hal, kelebihan dan kekurangan pasti akan selalu ada. Pada novel ini, kelebihan yang dimilikinya yakni dengan mengangkat tema percintaan segitiga ala remaja, novel ini sukses digemari masyarakat terutama remaja. Bahasa yang digunakan juga mudah dimengerti, juga bernuansa santai. Alur yang digunakan juga jelas, tidak membingungkan hingga pembaca dapat dengan mudah memahami tiap kata yang disampaikan penulis melalui novelnya ini.

Selain kelebihan, tentu saja novel ini juga memiliki kekurangan. Bagi saya, kekurangannya novel ini adalah akhir ceritanya yang hrus bersambung, atau dapat dikatakan kita harus menunggu novel berikutnya untuk dapat membaca lanjutan cerita "Jingga dan Senja". Latar yang digunakan tidak beragam, hanya sekolah dan beberapa tempat diluar sekolah yang diceritakan penulis pada novel ini.

Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, novel "Jingga dan Senja" karya Esti Kinasih ini sangat menghibur pembaca dan menarik banyak minat pembaca. Banyak sekali pelajaran yang dapat diambil meski dalam bentuk sederhananya. Intisari dari novel ini adalah besarnya pengorbanan untuk seseorang yang begitu berarti untuk kita, juga persahabatan yang  begitu kuat hingga mengalahkan cinta itu sendiri. Semoga kisah yang disajikan pada novel ini dapat berguna dan menginspirasi banyak orang yang membacanya.

"Senja tetap selalu jingga, begitu pula aku yang selalu mencinta" --Jingga dan Senja

 

 

               

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun