Berjalan kaki mengelilingi Candi Gedong Songo, yang berada di Kabupaten Semarang, kurang lebih ada 10 ribu langkah. Jalannya  sangat menanjak sehingga membutuhkan tenaga ekstra.  Namun  kita tidak merasa lelah karena di sepanjang jalan disuguhi pemandangan eksotik serta taman bunga yang indah.
Kompleks candi ini terletak di puncak Gunung Ungaran. Dibangun pada abad ke-8, merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno, pada zaman Wangsa Sanjaya, pemeluk agama Hindu beraliran Syiwa. Candi Gedong songo merupakan tempat pemujaan penganut agama Hindu. Menurut kepercayaan agama ini, candi diletakkan di perbukitan sebagai perwujudan "kahyangan", yaitu tempat bersemayamnya para dewa.
Candi pertama yang kami kunjungi adalah candi  gedong satu. Candi ini  berukuran kecil, pahatan di dinding candi bermotif bunga. Kemudian  berjalan ke candi selanjutnya, udaranya terasa makin dingin tetapi mengasyikkan karena bisa melihat gagahnya Gunung Merbabu, dan Telomoyo. Sampailah kami di  candi gedong dua, bangunannya  agak besar bila dibandingkan candi yang pertama. Kalau  diperhatikan, di atas ambang pintu candi ada pahatan kepala Kalamakara yaitu penggambaran dari raksasa yang merupakan wujud lain dari Dewa Syiwa.
Selanjutnya kami berjalan  di jalan yang menanjak, kami  melewati  hamparan kebun bunga pikok atau aster warna ungu, pink dan putih,  di antara tanaman sayur dan dikelilingi pepohonan rimbun nan menawan.
 Akhirnya kami sampai di candi gedong tiga. Ada tiga bangunan candi yang besarnya tidak sama. Di sini ada arca Dewa Syiwa, Dewi Durgo yang bertangan delapan dan Ganesha. Dewa Syiwa dikenal sebagai Dewa penghancur dan perusak. Salah satu istrinya adalah Dewi Pawarti atau Dewi Durgo yang digambarkan mempunyai kelembutan dan kekuatan atau kesaktian yang luar biasa. Sedangkan Ganesha, dewa berkepala gajah adalah putra dari Dewa Syiwa dan Dewi Pawarti.
Jarak antara candi gedong tiga dan empat cukup jauh, kami  melewati jalan yang menurun, melewati hutan pinus  yang pohon-pohonnya  menjulang tinggi. Tak lama terdengar suara air terjun yang keras  bersamaan bau yang menyengat hidung. Di sini kita bisa melihat semburan asap  belerang yang menakjubkan. Ada sungai yang mengalir, airnya hangat dan bening, bisa untuk mandi.  Â
Air belerang ini sangat ampuh mengobati penyakit kulit. Sekitar lima puluh tahun yang lalu ketika saya kanak-kanak, banyak tetangga saya yang mengajak anak-anaknya yang sakit kulit ke gedong songo untuk mandi agar penyakitnya sembuh.Â
Sampai sekarang air belerang ini masih sangat berkhasiat menyembuhkan penyakit kulit seperti gatal-gatal, eksim,jerawat, rosacea bahkan bisa mengelupaskan kulit mati, sehingga kulit akan lebih sehat dan cantik.
Dari tempat ini kami naik lagi menuju candi gedong empat dan lima yang letaknya berseberangan dan jauh. Pertama kami ke candi gedong empat terlebih dahulu yang berada di sebelah  kanan, kemudian kembali lagi di tempat yang sama, langsung  menuju candi gedong lima yang ada di sebelah kiri, sama-sama berada di tempat yang tinggi.
Karena mengelilingi candi ini jauh dan jalannya menanjak,  Jika tidak kuat berjalan bisa memanfaatkan jasa  dengan berkuda menuju candi ini.Â
Bentuk dari candi gedong empat mirip dengan candi gedong dua. Sedangkan candi gedong lima terdiri dari satu bangunan untuh dan reruntuhan bangunan di sekitar candi. Reruntuhan itu diduga  candi perwara yaitu candi kecil yang berada di depan candi induk.
Saya beberapa kali berjalan kaki ke Candi Gedong Songo ini, hanya mengunjungi sampai gedong lima saja. Padahal kalau saya membaca sejarah, candi yang ditemukan Raffles pada tahun 1740 ini berjumlah tujuh kelompok bangunan, sehingga dahulu namanya Candi Gedong Pitu. Â Kemudian arkeolog dari Belanda yang Bernama Van Stein Callenfels (1908) dan Knebel (1911), menemukan dua kelompok candi lain, sehingga namanya diubah menjadi Candi Gedong Songo.
Karena penasaran, saya bertanya pada tukang foto yang mengikuti  kami megapa jumlah candi hanya lima, padahal di buku sejarah ada sembilan. Tukang foto itu menjawab jika dua candi itu tinggal puing dan hilang akibat longsor, sedangkan dua candi yang lain adalah candi "gaib" karena hanya orang tertentu yang bisa melihat.Â
Kemudian saya bertanya kepada kerabat saya, Bapak Asmawi, istrinya penduduk asli Desa Candi dan berjualan di daerah ini sudah puluhan tahun. Kebetulan saat  saya mengunjungi candi ini bisa bertemu.  Bapak Asmawi membenarkan cerita tukang foto tadi. Jadi kesimpulannya, dua candi  yang ada di komplek ini sampai  sekarang masih misteri.
      Â
      Â
Referensi
https://candi.perpusnas.go.id/temples/deskripsi-jawa_tengah-candi_gedongsanga_50
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H