Pagi ini saya tidak melihat seorang pun di atas sana. Begitu keluar dari Lorong kami melihat bangunan yang sangat menakjubkan.
Sebuah bangunan tua terdiri dari dua lantai, bentuknya memanjang. meski jalannya sangat jelek dan becek karenai sehabis hujan, tetapi tetap mengagumkan.
Bangunan peninggalan Belanda yang sudah sangat tua dan dipenuhi rumput dan tanaman liar, tetap terlihat gagah dan memukau.
Dua teman saya, tinggal di sini bersama keluarganya sejak mereka lahir. Pak Agus mulai pindah dari beteng tahun 1984, ketika beliau berusia 22 tahun.
Sementara Bu Endang yang kini berusia 58 tahun, sampai sekarang masih tinggal di beteng lantai dua bersama duapuluh satu tetangganya, yang masih bertahan.
Meski bangunan terlihat kumuh dan hampir rapuh, tetapi mereka senang dan kerasan tinggal di sini. Mereka tidak takut cerita-cerita yang menakutkan yang masih menyimpan energi yang mencekam.
Menurut sejarah banyak korban akibat keja paksa membangun beteng ini. Selain itu banyak orang yang meninggal di beteng ini yang juga berfungsi sebagai penjara.
Ketika saya bertanya pada Pak Agus, teman SMA saya, peristiwa apa saja yang berkesan ketika tinggal di Beteng, beliau menceritakan pengalaman pribadinya.
Beliau pernah mendengar suara seperti pasukan kuda lewat depan rumah, melihat penjaga pos tanpa kepala, dan kepalanya ditenteng di tangan penjaga tadi.
Saat gerimis dia pernah mengikuti orang yang berjalan keluar beteng, tetapi tetiba hilang ketika sampai di pohon beringin tua.