Sejak purnakarya pada usia 60 tahun itu, Satria Purnama harus benar benar pandai mengatur cash flow keuangan bulanan.
Bayangkan dengan uang pensiun pas-pas-an ini harus menjalani hidup di kota besar seperti Bandung. Sebagai mantan peneliti bidang pasca panen, kadang Satria masih mendapatkan rezeki dari kegiatan sebagai konsultan.
Setiap bulan uang pensiun yang dia terima mengalir begitu deras untuk pembayaran PLN, LPG, Air Minum, Iuran RT, Asuransi kesehatan, uang pendidikan dan belanja kebutuhan sehari-hari.
Belum dana untuk membeli BBM kendaraan. Apalagi sekarang BBM bersubsidi sudah tidak berlaku maka semakin membengkak biaya untuk transportasi.
Untung saja sejak purnakarya ini, Satria sudah tidak memiliki lagi tanggungan untuk cicilan Bank atau cicilan-cicilan lainnya.
Memang orang yang sudah purnakarya dilarang keras mengajukan kredit di Bank karena tidak punya lagi jaminan untuk mendapatkan kredit tersebut. Uang pensiun tentu saja tidak cukup untuk dijaminkan.
"Sudahlah Ayah, kalau setiap menerima uang pensiun terus menggerutu karena tak ada sisa yang bisa ditabung maka uang pensiun itu malah tambah menguap karena Ayah tidak ikhlas menerimanya" kata istrinya memberi nasihat.
"Ya Bunda ikhlas deh, sekarang Ayah sudah ikhlas!" kata pria pensiunan yang masih kelihatan segar karena rajin berolah raga.
"Oh iya tadi di ATM Ayah tidak lupa kan transfer sodaqoh ke Yayasan Anak Yatim Al-Kautsar?" istrinya mengingatkan tentang sodaqoh untuk kepentingan anak-anak yatim.
"Alhamdulillah tidak lupa sudah ditransfer!" kata Satria. Walaupun sedikit, uang pensiun itu masih juga disisihkan untuk sodaqoh di sebuah Panti Asuhan Anak Yatim di daerah Bandung Selatan.