Mohon tunggu...
Bunda Widya
Bunda Widya Mohon Tunggu... Lainnya - Pensiunan

Pensiunan. Bergabung di Kompasiana 10 Mei 2013. Nenek seorang Cucu, penggemar setia Timnas Garuda dan Manchester United.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Peran Jasad Renik dalam Pembuatan Bahan Bakar Nabati dan Penanganan Limbahnya

6 Januari 2022   05:26 Diperbarui: 6 Januari 2022   05:32 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara tentang Bahan Bakar Minyak dari dulu hingga sekarang tidak akan pernah ada habisnya. Terutama jika dikaitkan dengan isu lingkungan. 

Penggunaan BBM jenis pertalite dan pertamax yang memiliki nilai oktan lebih tinggi dari premium, sebagai salah contoh untuk memperbaiki kondisi lingkungan di sekitar kita. 

Sebenarnya di beberapa negara misalnya Brasil sudah sejak lama mereka menggunakan bahan bakar nabati yang lebih ramah lingkungan. Bahan bakar ini yaitu bioetanol yang produksinya berasal dari bahan terbarukan. 

Bahan bakar nabati ini sudah lama menggantikan bahan bakar minyak yang berasal dari fosil yang dianggap  memiliki dampak buruk terhadap lingkungan. 

Sementara di Indonesia penggunaan bahan bakar nabati masih sebatas wacana dan jika ada yang sudah pada tahap aksi tetapi belum diterapkan secara menyeluruh. 

Brasil adalah negara dengan produksi bahan bakar etanol kedua terbesar di dunia selain Amerika Serikat, sekaligus pengekspor terbesar bahan bakar etanol. Sebesar 87,8 persen bioetanol dunia dihasilkan dari dua negara ini. 

Demikian sekilas gambaran peran pentingnya penggunaan bahan terbarukan dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan. Namun di bawah ini sekilas kita simak tentang peran jasad renik dalam pembuatan bioetanal dan pemanfaatannya limbahnya.

Peran Jasad Renik.

Dalam fermentasi bioetanol, mikroorganisme atau jasad renik sangat berperan. Pada umumnya jasad renik yang digunakan adalah dari jenis khamir yaitu Saccharomyces sp. 

Selain khamir juga jenis bakteri dapat digunakan sebagai inokulum untuk fermentasi etanol. Jenis bakteri yang bisa digunakan untuk memproduksi bioetanol yaitu bakteri Zymomonas mobilis.

Menurut penelitian tersebut Zymomonas mobilis memiliki kecepatan pertumbuhan spesifik yang relatif tinggi dalam memproduksi bioetanol.

Bakteri ini dapat tumbuh dalam lingkungan anaerob sehingga tidak diperlukan oksigen untuk pertumbuhan populasinya.

Keberhasilan fermentasi dipengaruhi oleh jenis strain karena perilaku genetik berperan besar terhadap kemampuan suatu mikroba dalam pertumbuhannya dan melakukan sintesa suatu produk. 

Selain itu, faktor lingkungan seperti temperatur, pH dan nutrisi juga berpengaruh terhadap pertumbuhan mikrobial dalam proses fermentasi bioetanol. 

Mikroba yang umum digunakan untuk produksi bioetanol secara komersil adalah dari jenis khamir Saccharomyces cerevisiae dan S.carlsbergensis.

Species-species tersebut menurut klarifikasinya termasuk ke dalam kelas Ascomycetes, ordo Endomycetes, famili Saccharomycetaceae dan genus Saccharomyces.

Produksi bioetanol sudah dilakukan oleh perusahaan perkebunan tebu dan swasta. Setidaknya ada dua pabrik bioetanol yang beroperasi dengan kapasitas besar. 

Teknologi Dehidrasi Bioetanol 

Etanol komersial yang beredar dipasaran adalah bentuk alkohol sebagai spiritus yang memiliki kadar 95-96 %, sisanya adalah air sekitar 4-5%.

Untuk memisahkan air dari etanol ini tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan destilasi bertingkat. Hal ini disebabkan molekul etanol dan molekul air pada komposisi tersebut terbentuk titik didih yang konstan (constant boiling mixture) yang dikenal dengan istilah titik azeotrop.

Oleh karena itu diperlukan proses khusus untuk memisahkan air ini sehingga diperoleh etanol anhidrous.Teknologi ini digunakan dengan proses dehidrasi yaitu untuk memperoleh bioetanol berkadar sangat tinggi dan bebas air (anhidrous).

Teknologi ini menggunakan molecular sieve sebagai matrik adsorber yang mengikat molekul air namun tidak mengikat bioetanol.

Molecular sieve yang dibutuhkan memiliki ukuran pori tertentu sehingga hanya molekul air saja yang terikat. Molecular sieve membentuk ikatan dengan air yang bersifat reversibel sehingga dapat diregenerasi dan  digunakan kembali.

Proses dehidrasi etanol menggunakan sistem molecular sieve dilakukan dengan mengalirkan etanol hidrous pada unit dehidrasi molecular sieve.

Etanol ini akan melewati butiran-butiran molecular sieve dan air yang terkandung pada etanol terserap pada material molecular sieve tersebut.

Etanol anhidrous yang keluar dari unit dehidrasi molecular sieve, selanjutnya dialirkan pada penampung produk.

Terdapat 2 unit piranti dehidrasi molecular sieve yang digunakan secara bersamaan, satu unit beroperasi menyerap air dari aliran etanol, sementara unit yang lain sedang regenerasi.

Regenerasi dilakukan dengan menguapkan airnya kembali.  Air yang terserap molecular sieve dilepaskan dan diuapkan masuk kedalam aliran etanol.

Campuran air dan etanol diembunkan dengan pendingin air dalam kondensor regeneran molecular sieve.  Cairan campuran air-etanol ini mempunyai kadar etanol yang rendah, yang dapat dilakukan recycle balik. 

Teknologi ini digunakan oleh pabrik alkohol yang memproduksi bioetanol anhidrous. Sangat bermanfaat dapat digunakan untuk meningkatkan kadar bioetanol hidrous (95%) menjadi bioetanol anhidrous (99.8%) dengan efisien.

Keunggulan teknologi ini memiliki proses sederhana, efisien dalam penggunaan energi, dapat diautomatisasi sehingga mengurangi tenaga kerja.

Begitupula molecular sieve dapat diregenerasi dan memiliki umur pemakaian yang panjang sampai 5 tahun. Sistem ini dapat berdiri sendiri atau dapat diintegrasikan dengan sistem destilasi pada pabrik bioetanol hidrous. 

Vinase Sebagai Limbah Cair Industri Bioetanol

Produksi bioetanol menghasilkan juga cairan limbah yang dinamakan vinase. Limbah cair berwarna coklat tua pekat ini berasal dari sisa cairan destilasi akhir.

Vinase yang baru keluar dari unit destilasi memiliki suhu sekitar 900 derajat Celcius dengan kadar polutan organik yang sangat tinggi.

Jumlah vinase yang dihasilkan dari sistem akhir destilasi pabrik bioetanol mencapai sekitar 10-15 kali lipat dari kapasitas produksi bioetanol yang dihasilkan.

Hal ini berarti jika sebuah pabrik bioetanol dengan kapasitas produksi 25-30 ribu liter per hari maka cairan vinase yang dihasilkan sebesar 250-450 ribu liter per hari.

Cairan vinase memiliki kandungan kadar BOD antara 3000-5000 mg per liter dan kadar COD sebesar 60000-120000 mg per liter.

Dengan kadar pencemar yang tinggi tersebut, vinase harus ditangani dengan benar agar tidak mengganggu keseimbangan lingkungan terutama di dalam kehidupan biota air.

Ada fakta yang bisa membuka peluang untuk memanfaatkan vinase sebagai pupuk. Fakta tersebut adalah vinase banyak mengandung unsur Kalium.

Selain didominasi kadar Kalium, vinase juga mengandung unsur hara lain seperti Magnesium, Calcium, Phosphor dan Nitrogen.

Kandungan Kalim dalam vinase berbeda-beda sesuai dengan karakter vinase yang dihasilkan dari pabrik bioetanol. Beberapa negara seperti Venezuela melaporkan kandungan vinasenya mencapai kadar 7,5 kg per meter kubik.

Vinase asal Australia, Brazil dan India memiliki kandungan Kalium sebesar 4,8-12 kg per meter kubik.

Potensi Vinase sebagai pupuk Kalium sangat besar sehingga hal ini membuka peluang pemanfaatan cairan vinase sebagai pupuk manjemuk yang kaya dengan kalium.

Sebenarnya vinase memiliki potensi sangat baik sebagai bahan untuk pupuk tunggal  yang berbasis Kalium. Bisa juga digunakan sebagai pupuk majemuk dengan campuran hara lain yaitu Calcium, Magnesium, Phospor dan Nitrogen.

Sebuah penelitian telah mencoba aplikasi vinase sebagai pupuk tunggal Kalium dengan fase padat dengan kadar sebesar 35,77 persen. Hasilnya ternyata sama baiknya dengan pupuk KCl yang ada di pasaran.

Hasil riset tersebut membuka peluang bagi pemanfaatan vinase untuk kebutuhan pupuk bagi tanaman, baik sebagai pupuk tunggal maupun pupuk majemuk atau pupuk organik. 

Daftar Pustaka: 

Cortez,LAB and LEB. Perez, 1997. Experiences of vinasse disposal. Brazillian Journal of Chemical Engineering. Volume 14 Nomor 1 : 9-18.

Rodriguez, JGO. 2000. Effects of vinasse on sugarcane productivity. Rev.Fac.Agron. (Luz) 17 : 318-326. 

Santoso, H dan U. Murdiyatmo. 1994. Fermentasi etanol dari tetes tebu oleh Saccharomyces sp. Ps Y-01-Uji komparatif dengan 6 strain industri dan aplikasinya pada skala pabrik. Majalah Penelitian Gula Volume XXX (3-4) : 30-39. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia.

Kurniawan, Y dan Santoso. 2008. Isolation of Molds for reducing the color of vinasse. Majalah IPTEK Volume 2 : 31-34. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun