"Kamu Aku ciptakan semata mata hanya untuk mengabdi kepadaKu, kenapa kamu takut kepada nerakaKu? Kenapa kamu mendambakan sorgaKu?" begitu SabdaNya.Â
Aku hanya  tertunduk terpaku dengan tatapan mata redup menyembunyikan malu.Â
Saat itu aku tak berani beradu pandang dengan Keramahan TatapanNya. Â Saat waktu bergulir begitu cepat sehingga aku tidak sempat melipat perbekalan pahala atau rongsokan dosa, aku sudah bersiap akan menerima hardikanNya.Â
Namun ternyata Dia tetap setia menyapaku setiap pagi dan petang dan setiap sepertiga malam. CahayaNya menembus setiap relung hatiku.
Saat masih duduk memeluk lutut aku mencoba mencari jawaban pertanyaan nuraniku. Ketika terusik sanubari menggugat jati diri.Â
Ketika terusik relung terdalam hatiku. Terusik lalu memberontak melawan arus perlawanan.Â
Aku berusaha bertahan memegang kendali iman. Munafik dan kekufuran selalu mengintai di lobang pintu hatiku. Jangan mencoba berhianat dari Kasih SayangNya.Â
"Hai kamu! Jangan main-main dengan kemurtadan. Kafir itu karena kamu memelihara kufur. Lihatlah iblis saja mengakui Aku Ada. Tiada sekutu BagiKu."Â
Aku terperangah penuh dengan harapan yang kembali berbusa. Jangan sampai busa-busa itu tertiup angin dan ditelan awan.Â
Aku harus tengadah memohon dengan doa kepada Dia yang keberadaanNya tiada sekutu.Â
Keberadaan Yang Mutlak. Dia Maha Ada. Maha Suci Dia yang selalu ada dan hadir menemaniku dalam setiap nafasku. Selalu mengokohkan tali keimanan semakin erat dan teguh.
"Sudahlah, kamu jangan minta sorgaKu. Mintalah RidhoKu. Jangan takut nerakaKu. Takutlah laknatKu"
Bandung 29 Oktober 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H