“Kudengar usahamu ditutup. Lalu aku datang” jawaban yang sama sekali jauh dari pertanyaan.
“Iya ditutup sejak seminggu lalu. Gubernur baru sangat tegas. Tak ada yang bisa kulakukan untuk membeli para polisi itu. Mereka ketakutan menerima uang dariku” kata Dya sambil mengumpat . “Tapi tidak apa. Aku masih punya cukup uang untuk hidupku. Nah.. kau.. kau kemana saja ?”
Kris bangkit dari tempat tidur, mengambil sebatang rokok, menyalakan lalu mengisapnya dengan nikmat sebelum menjawab.
“Nasib membawaku seperti angin. Seorang teman mengajakku bergabung dengan sebuah partai. Tugasku menjadi bodyguard dari pejabat pejabat dalam partai.” Kris berhenti. Lalu mengisap rokoknya kembali.
“Jadi sekarang kau orang partai ?” Dya tertawa mengejek.
“Jangan mengejek. Pekerjaanku ini tidak jauh berbeda dengan yang dulu. Kadang membuat keonaran, lalu mereka -orang orang besar itu memadamkannya. Ah, politik” Kris menghisap rokoknya kembali
“ Kau tahu, disana banyak wanita cantik dan sexy.”
Mata Dya membelalak. “Ehmm.. apa mereka mau denganmu ?”
“Tentu saja. Kau pikir aku lelaki tidak laku?”
Dya diam. Baiklah. Ada banyak wanita cantik. Hatinya seolah terbakar. Tapi tidak di wajahnya. Senyum manis masih tersungging di bibirnya.
“Kau tentu senang bukan. Pilih satu diantara mereka. Lalu jadikan istrimu. Supaya ada yang mengurusmu. Oh ya.. kau belum punya istri kan ?” kata Dya acuh.