[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Sumber: Facebook"][/caption]
Hari pencoblosan telah selesai. Hampir semua teman-teman di Facebook memasang status siapa saja kandidat presiden yang mereka coblos. Saya memilih untuk tidak mencoblos. Jangan kuliahi saya mengapa memilih tak mencoblos karena setiap orang memiliki hak untuk tidak memilih.
Iseng-iseng saya mengintip status beberapa teman. Seperti biasa. Hidup di negeri orang membuat kangen dengan suasana di Indonesia. Saat masih bekerja sebagai editor di sebuah media online, tak ada waktu untuk membuat status ataupun mengintip status teman. Setelah menetap di sebuah kota kecil di Florida sepertinya waktu tersedia terlampau banyak. Hah, risiko jadi pengangguran!
Tulisan ini bukan untuk mendukung satu dari kandidat presiden, toh kampanye telah selesai dan layar pemilihan presiden sudah mulai siap ditutup dan kini tinggal menunggu hasil penghitungan manual Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang siapa yang akan menjadi presiden lima tahun ke depan. Meski banyak penghitungan cepat alias quick counts yang memenangkan kedua kandidat tersebut.
Tak berapa lama setelah memeriksa semua status, iseng saya mengintip foto yang diposting seorang teman bernama Liv. Ia seorang warga Indonesia dan menikah dengan seorang warga AS dan kini bermukim di Negeri Paman Sam.
Perkawanan kami bermula dari sebuah situs imigrasi ke AS dan kemudian berlanjut ke Facebook. Biasa, perempuan sering membicarakan banyak hal terutama terkait masalah menikah dengan pria asing.
Sambil membaca komentar dari foto yang dipasang Liv, saya kemudian mengungkapkan alasan mengapa saya memilih tak menggunakan hak suara saya. Liv kemudian mengungkapkan fakta mengejutkan mengenai Jokowi.
Liv mengungkapkan meski ia tak menggunakan hak suaranya namun ia berharap Jokowi yang terpilih sebagai presiden. Pernyataan itu menggelitik saya. Mengapa? Liv, yang merupakan anak semata wayang menulis komentar menarik di foto tersebut.
“Jokowi orang yang sangat baik. Ketika mama saya sakit tahun lalu dan asuransi hanya membiayai 25 persen dari seluruh total biaya perawatan, Kartu Jakarta Sehat (KJS) program Jokowi di DKI Jakarta membayar sisa dari seluruh perawatan itu,” tulisnya.
Menurut Liv, program KJS Jokowi menutupi biaya pengobatan sang bunda yang mencapai Rp 200 juta. “Mama dalam kondisi sangat baik sekarang. Saya tak mengatakan Prabowo adalah orang yang tak tepat. Namun, kamu tentu akan memilih orang yang memberikan kontribusi kepada kamu,” penjelasan Liv sungguh masuk akal.
Sebagai perincian, ibunda Liv harus mendapatkan suntikan satu kali tiap pekan sebanyak 48 kali dalam setahun dan sekali suntik memakan biaya Rp 3,5 juta. Jadi, total biaya hanya untuk suntik saja sebesar Rp 168 juta.