Pendahuluan
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa program pengampunan pajak atau yang lebih kita kenal sebagai Tax Amnesty telah berakhir pada tanggal 31 Maret 2017. Â Dasar hukum pelaksanaan Tax Amnesty adalah Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Â Pelaksanaan Tax Amnesty dibagi menjadi 3 periode, yaitu periode pertama pada tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan 30 September 2016, periode kedua tanggal 1 Oktober 2016 sampai dengan 31 Desember 2016, serta periode ketiga mulai tanggal 1 Januari 2017 dan berakhir pada tanggal 31 Maret 2017. Â Selanjutnya dalam Siaran Pers Nomor : 39/2017 tanggal 21 November 2017, Ditjen Pajak menegaskan bahwa tidak ada pengampunan pajak jilid II.
Seiring dengan berjalannya waktu, isu perihal akan munculnya Tax Amnesty jilid II kembali berhembus. Â Kabar ini tentunya disambut antusias oleh banyak kalangan, baik pengusaha maupun orang pribadi, terutama Wajib Pajak yang belum mengikuti Tax Amnesty (Jilid I). Â Mengutip artikel dalam kompas.com tanggal 24/03/2021 dengan judul "Muncul Wacana Tax Amnesty Jilid II, Ini Kata Sri Mulyani", bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak membantah ataupun membenarkan isu tersebut. Â Namun ia justru mengungkapkan tidak ada pembahasan rancangan undang-undang terkait dengan tax amnesty di program legislasi nasional (prolegnas).
Lantas bagaimana jika kita belum mengikuti Tax Amnesty (Jilid I), padahal masih ada beberapa harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh. Â Apakah kita harus menunggu datangnya Tax Amnesty Jilid II?
Harta yang tidak / belum dilaporkan
Pasal 18 ayat (2) UU Pengampunan Pajak menyebutkan bahwa dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode Pengampunan Pajak berakhir; dan Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud, paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.
Selanjutnya pelaksanaan Pasal 18 ayat (2) UU Pengampunan Pajak tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017, yang berbunyi bahwa harta bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan meliputi harta bersih yang belum dilaporkan dalam SPT PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) UU Pengampunan Pajak, dengan ketentuan Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Bersih dimaksud sebelum tanggal 1 Juli 2019
Contoh:
Tuan A, Wajib Pajak Orang pribadi non usaha, tidak ikut program Tax Amnesty, padahal beliau mempunyai sebuah aset berupa Rumah Tinggal di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.  Aset tersebut  dibeli pada tahun 2010 dengan harga beli sebesar Rp 1 miliar.Â
Pada tanggal 1 Mei 2019 Tuan A mendapat surat dari KPP perihal permintaan data dan/atau keterangan, yang isinya meminta penjelasan tentang kepemilikan aset berupa rumah tinggal di kawasan Cilandak, Jakarta selatan yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan