Saai ini dia tengah berjuang mengumpulkan uang demi anak semata wayangnya yang kini berumur lima tahun, namun dia belum punya rencana pulang ke Indonesia. "Nanti lah kalo dah cukup, aku pulang," ujarnya.
Disinggung mengenai bulan ramadhan, dia mengaku sedih karena tidak berkumpul dengan keluarga tercintanya."Ngenes juga ya, nggak bisa buka dan sahur bareng suami dan anak. Tapi ya mau gimana lagi, aku mesti sabar dulu. Yang penting mendapat berkah aja dulu di bulan ramadhan ini," terangnya.
Sementara itu, mengenai nasib BMI di Hong Kong, dia merasa prihatin. Karena di samping eksploitsi BMI serta pelanggaran hukum yang semakin menjadi, juga tidak adanya ketegasan dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Hong Kon (KJRI-HK), dalam menangani segala permasalahan BMI. "Yang paling parah menurutku adalah biaya agen yang mahal. Kemarin ada temenku baru kerja dua bulan diterminit setelah bayar agen habis ribuan dolar. Setelah itu nyari majikan lagi dan bayar lagi. Gimana nggak kesel," jelasnya.
Meskpun i tidak bergabung dengan organisasi, namun dia mendukung setiap perjuangan BMI. "Aku tuh tahu semua permasalahan BMI dan aku prihatin. Namun aku sendiri kadang gak mau tahu aja. Aku ber'doa aja moga semuanya bisa lebih baik," ungkapnya.
Di Hong Kong sendiri, pasti masih banyak Ricky-Ricky yang lain. Dia sendiri berharap, bisa mengambil hikmah dari serangkaian kisah perjalanan hidupnya. (Aliyah Purwati)
Tsz. Wan Shan, 18Â Agustus 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H