[caption caption="Api kompor biogas berwarna biru dan tidak akan meledak (Foto: Widya Ross)"]
[/caption]
Saat ini sudah ada sekitar 1500 keluarga di daerah Jabung, Batu, yang mengaplikasikan biogas dalam kehidupan sehari-hari. Meski demikian, Pak Catur mengungkapkan kalau sosialisasi biogas masih agak tersendat. Selain karena banyak masyarakat belum berminat, pengemasan biogas juga menjadi salah satu kendala. Divisi limbah BBPP sudah mencoba mentransfer biogas ke dalam tabung, namun biogas yang digunakan cuma bertahan dalam waktu beberapa jam saja. Jadi biogas ini belum bisa diperjualbelikan secara umum layaknya gas elpiji. Hanya para peternak yang memiliki sapi dan memasang instalasi biogas saja yang bisa mengaplikasikan biogas dalam kegiatan sehari-hari.
[caption caption="Biogas untuk kendaraan (Foto: Divisi Limbah BBPP Batu, Jawa Timur)"]
[/caption]
Saya juga bertanya pada Pak Catur, apakah memang bisa biogas digunakan pada kendaraan? Menurut Pak Catur, sebenarnya biogas bisa digunakan sebagai pengganti BBM. Mobil dinas Divisi Limbah BBPP Batu juga menggunakan biogas sebagai bahan bakarnya. Saat ini kapasitas maksimal biogas yang digunakan untuk mobil masih sekitar 8 liter biogas atau setara dengan jarak 80 km. Kendalanya adalah laju kendaraan tidak bisa semulus ketika menggunakan BBM pada umumnya. Sebab biogas yang dihasilkan memiliki tingkat kemurnian yang belum maksimal, yakni masih sekitar 70 persen. Pihak BBPP Batu terus berusaha agar biogas bisa mencapai kemurnian 90 persen, agar mesin kendaraan bisa bergerak mulus.
Biogas yang dihasilkan BBPP Batu merupakan salah satu contoh solusi untuk mengatasi kecanduan pada BBM. Kendala-kendala yang dihadapi seperti pengemasan dan sosialisasi menyebabkan biogas tidak bisa dijangkau oleh masyarakat yang lebih luas. Agar kendala-kendala tersebut bisa teratasi, pemerintah dan Pertamina harus komit dan saling mendukung agar proses penelitian dan pengembangan energi alternatif bisa berjalan lancar serta menghasilkan output yang tidak mengecewakan.
Pertamina bisa bekerja sama dengan badan penelitian pemerintah seperti BBPP, BBPT, perguruan tinggi, dan melibatkan masyarakat, supaya proses pengembangan energi alternatif tidak tersendat. Atau Pertamina menempatkan lembaga yang berperan sebagai Research dan Development (R&D) di daerah-daerah yang mulai mencoba menggunakan energi alternatif. Bayangkan jika suatu ketika pengembangan energi alternatif di berbagai daerah berjalan sesuai yang diharapkan. Kita akan jadi bangsa mandiri, bahkan bukan hal mustahil, kita bisa kembali menjadi salah satu negara eksportir bahan bakar terbarukan.
Memang butuh proses yang tidak gampang dan harus ada penelitian yang berkesinambungan. Belum lagi harus ada usaha untuk mengalihkan kebiasaan masyarakat yang sudah berlangsung bertahun-tahun. Butuh sosialisasi yang tidak sebentar dan dukungan maksimal dari berbagai pihak. Namun bila tidak segera diusahakan, negara kita akan terus mengalami ketagihan BBM yang harganya akan terus naik, juga krisis energi yang akan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Energi alternatif adalah solusi bagi Indonesia untuk menjadi bangsa yang mandiri dan sejahtera.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!