Nama : Riskiana Widya Putri
Nim: 43222010033
Jurusan: AkuntansiÂ
Kampus: Universitas Mercu BuanaÂ
Dosen pengampu: Prof. Apollo Dr, M.Si.Ak
Definisi Korupsi
Korupsi merupakan fenomena yang merusak dan melemahkan kepercayaan terhadap integritas sistem sosial, politik, dan ekonomi. Istilah ini mencakup berbagai praktik yang mencakup penyalahgunaan kekuasaan publik, manipulasi, penyuapan, penggelapan, nepotisme dan lain-lain. Dampaknya sangat luas dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat serta meruntuhkan fondasi seluruh tatanan sosial.
Dalam sistem politik, korupsi seringkali berbentuk penyuapan dan manipulasi kekuasaan. Kandidat politik yang membayar atau menerima suap untuk memenangkan pemilu atau meraih kekuasaan telah mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya melayani kepentingan publik. Perilaku seperti ini tidak hanya merusak fondasi demokrasi, namun juga merusak kepercayaan warga negara terhadap proses politik dan kredibilitas lembaga negara.
Di bidang perekonomian, korupsi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dana publik yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, layanan kesehatan, dan pendidikan seringkali disalahgunakan oleh individu atau kelompok tertentu. Praktik korupsi ini menghambat pertumbuhan ekonomi, membatasi peluang investasi dan memperburuk kesenjangan ekonomi.
Korupsi juga merusak kepercayaan terhadap sistem hukum. Pengaruh yang tidak semestinya terhadap sistem hukum dapat menjamin bahwa keadilan tidak selalu tercapai. Praktik korupsi sering kali menghalangi pemolisian yang adil dan transparan, karena kepentingan pribadi atau kelompok lebih diutamakan daripada hak untuk dilindungi.
Namun, korupsi bukan hanya masalah politik atau ekonomi. Pengaruhnya menyebar ke jaringan sosial dan mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat. Di bidang-bidang seperti pendidikan dan kesehatan, korupsi dapat mengakibatkan buruknya kualitas layanan, terbatasnya sumber daya, dan semakin lebarnya kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin. Ada pendekatan berbeda dalam pemberantasan korupsi. Pertama, penting bagi kita untuk memiliki supremasi hukum yang kuat dan terbuka yang memberikan dasar untuk mengambil tindakan terhadap pelaku korupsi. Memperkuat lembaga penegak hukum, seperti lembaga antikorupsi, juga penting untuk memastikan bahwa pelanggaran ditegakkan secara adil.
Selain itu, pendidikan umum dan kesadaran akan bahaya korupsi harus ditingkatkan. Mendidik masyarakat mengenai dampak negatif korupsi serta nilai kejujuran dan transparansi merupakan langkah penting dalam menciptakan kesadaran bersama mengenai betapa buruknya korupsi bagi masyarakat secara keseluruhan. Korupsi juga harus diberantas melalui transparansi dan akuntabilitas yang ketat di semua lapisan masyarakat. Pemerintah, lembaga, perusahaan, dan individu harus bertanggung jawab atas tindakan mereka. Transparansi dalam penggunaan dana publik, proses pengambilan keputusan dan kerja sama antar sektor merupakan kunci dalam pemberantasan korupsi.
Namun, memberantas korupsi bukanlah tugas yang mudah. Pemberantasan korupsi seringkali terhambat oleh struktur kekuasaan dan kepentingan yang rumit. Selain itu, korupsi sering kali tersembunyi di balik tabir ketidakjelasan atau transparansi yang sulit diungkap dan diatasi.
Korupsi adalah masalah global yang tidak mengenal batas negara. Pemberantasan korupsi memerlukan kerja sama dan kolaborasi lintas batas antara negara, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Hanya melalui tindakan bersama, terkoordinasi, dan berjangka panjang, masyarakat dapat berharap untuk meminimalkan dampak buruk korupsi dan membangun masyarakat yang lebih adil, terbuka, dan berkelanjutan.
Â
Latar Belakang Mangkunegara IV
Mangkunegara IV, Raden Mas Haryo Soerjo Soeparno, adalah seorang tokoh penting dalam sejarah Jawa Tengah, Indonesia. Ia dilahirkan pada tanggal 18 April 1923 di Solo dari pasangan Gusti Raden Ayu Retno Poewoso dan Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara VIII. Masa kecil Mangkunegara IV ditandai dengan pendidikan formal di ELS dan AMS di Solo, sebelum melanjutkan pendidikan militer di Sekolah Kadet Magelang. Mangkunegara IV menunjukkan kemampuan kepemimpinan yang luar biasa sejak kecil dan hal ini menjadi landasan perjalanan panjangnya sebagai penguasa Mangkunegaran.
Sepeninggal ayahnya pada tahun 1944, Mangkunegaran IV berhasil naik takhta Mangkunegaran. Kepemimpinannya merupakan puncak dari garis keturunan Mangkunegara yang berlangsung selama beberapa generasi. Pada masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai tantangan politik dan sosial yang berkembang di Indonesia. Meski begitu, Mangkunegara IV tetap setia pada tradisi dan nilai-nilai yang diwarisi keluarga Mangkunegaran sehingga menciptakan stabilitas di wilayahnya.
Mangkunegara IV dikenal tidak hanya sebagai penguasa, tetapi juga sebagai pemimpin yang peduli terhadap kesejahteraan rakyatnya. Ia memprakarsai berbagai proyek pembangunan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Mangkunegaran. Pendidikan, kesehatan dan infrastruktur merupakan fokus utama upayanya untuk meningkatkan taraf hidup penduduknya.
Selain itu, Mangkunegara IV juga terlibat aktif dalam mendukung kegiatan sosial dan budaya. Ia menjadi pelindung seni dan budaya tradisional Jawa, melestarikan warisan leluhur dan memadukannya dengan perkembangan modern. Keikutsertaannya dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan mencerminkan kepedulian dan keterlibatannya yang mendalam dalam memajukan kehidupan sosial Mangkunegaran. Pernikahan Mangkunegara IV dengan Gusti Ratu Ayu Retno Soeparno bukan hanya sekedar ikatan kekeluargaan, namun juga menjadi landasan terciptanya sebuah keluarga. Keturunan Mangkunegara IV meneruskan tradisi keluarga dan berkontribusi terhadap kelestarian Mangkunegaran.
Dalam konteks politik nasional, Mangkunegara IV menjaga hubungan baik dengan pemerintah Indonesia. Kerja sama positif ini menciptakan sinergi antara Mangkunegaran dan pemerintah negara bagian untuk mendorong pembangunan daerah. Ia dikenal sebagai pemimpin bijaksana yang memahami perubahan zaman, namun tetap menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional yang membentuk jati diri Mangkunegaran. Di tingkat internasional pun, Mangkunegara IV menjalankan tugas diplomasinya dengan baik. Keberhasilannya menjaga hubungan baik dengan negara tetangga dan entitas internasional lainnya berdampak positif terhadap citra Mangkunegaran di mata dunia.
Pada tanggal 17 Juli 1987, Mangkunegara IV meninggalkan dunia dan meninggalkan warisan yang tak terhapuskan. Pemakamannya dihadiri oleh ribuan orang yang menghormati dan mengakui jasanya. Mangkunegara IV dikenang tidak hanya sebagai penguasa tetapi juga sebagai pemimpin visioner, pelestari kebudayaan, dan pelopor pembangunan.
Ketika berangkat, Mangkunegara IV meninggalkan warisan yang kuat bagi generasi mendatang. Pemikiran dan tindakannya memberikan dampak positif yang masih terasa hingga saat ini dan menginspirasi mereka yang akan mewarisi kepemimpinan di Mangkunegaran. Meski sudah tiada, nama Mangkunegara IV tetap hidup dalam sejarah dan kehidupan orang-orang yang merasakan dan masih merasakan sentuhan kearifannya.
Leadership Mangkunegara IV
Mangkunegara IV mempunyai visi progresif untuk membentuk pemerintahan yang efektif dan mendorong kemajuan di bidang sosial, ekonomi dan budaya. Salah satu pencapaian utamanya adalah membangun sistem perpajakan yang lebih adil dan transparan di kawasan yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pada masa pemerintahannya, Mangkunegara IV juga terkenal dengan upayanya dalam melestarikan seni dan budaya Jawa. Ia mendukung seniman dan perajin lokal serta memperjuangkan pelestarian seni tradisional seperti wayang kulit, batik, tari, dan musik tradisional. Keberhasilannya melestarikan dan mempromosikan warisan budaya tersebut telah memberikan kontribusi besar terhadap pelestarian identitas budaya Jawa. Selain itu, kebijakan sosialnya yang inklusif membuatnya dicintai rakyatnya. Ia aktif berupaya membangun infrastruktur kesehatan dan pendidikan. Fokus utamanya adalah pada pendidikan, pendirian sekolah dan perluasan akses pendidikan bagi semua kelompok, termasuk kelompok masyarakat kurang mampu. Upayanya dalam meningkatkan mutu pendidikan menyebabkan perubahan besar pada tingkat literasi dan pengetahuan di bidangnya.
Kepemimpinan Mangkunegara IV juga tercermin dalam strategi diplomasi yang cermat. Pada saat itu, mereka menjalin hubungan baik dengan pemerintah Hindia Belanda, namun tetap mempertahankan otonomi daerah. Keseimbangan antara kerja sama dengan pihak asing dan pelestarian identitas lokal menjadi ciri khas kepemimpinannya.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kepemimpinan Mangkunegara IV juga menghadapi tantangan. Perjuangannya untuk mendapatkan otonomi terkadang menimbulkan ketegangan dengan pemerintah Hindia Belanda yang saat itu menginginkan kendali lebih besar atas wilayahnya. Namun, kemampuan diplomasinya memungkinkan dia menjaga keseimbangan kekuasaan tanpa membahayakan integritas wilayahnya. Kepemimpinan Mangkunegara IV memberikan inspirasi yang kuat bagi generasi penerus. Beliau bukan hanya seorang pemimpin yang efektif dalam mengatur pemerintahan dan memajukan masyarakatnya, namun juga seorang pemimpin yang peduli terhadap warisan budaya dan kesejahteraan rakyatnya.
Warisan kepemimpinan Mangkunegara IV masih terasa dalam budaya Jawa, khususnya di Surakarta. Banyak institusi dan tradisi yang masih dihormati dan dilestarikan berkat upaya pelestariannya. Beliau meninggalkan jejak yang mendalam dan berpengaruh tidak hanya pada sejarah Indonesia, namun juga pada bagaimana seorang pemimpin harus memandang tanggung jawabnya terhadap rakyatnya.
Dalam konteks modern, pemimpin seperti Mangkunegara IV menginspirasi para pemimpin saat ini untuk memperhatikan tidak hanya aspek pemerintahan dan ekonomi, tetapi juga kekayaan budaya dan kesejahteraan masyarakat. Kepemimpinan inklusif, progresif dan visioner seperti Mangkunegara IV menjadi model yang kekinian bahkan di zaman modern. Menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi, keberlanjutan budaya, dan kesejahteraan sosial masih menjadi tantangan bagi para pemimpin saat ini, dan kisah sukses Mangkunegara IV terus menginspirasi upaya ini.
Gaya Leadership Mangkunegara IV
Terdapat 12 gaya leadership menurut Peter Nothouse, Bruce Avolio dan Bernard Bass yaitu :
- Trait Approach yaitu pendekatan ini menekankan ciri-ciri kepribadian spesifik seorang pemimpin. Fokusnya adalah pada kualitas kepemimpinan yang dianggap bawaan dan dapat menjadi ciri yang membedakan seorang pemimpin dengan individu lainnya.
- Style approach yaitu berfokus pada gaya atau pendekatan kepemimpinan. Hal ini mengidentifikasi gaya kepemimpinan yang berbeda seperti otoriter, demokratis atau permisif dan bagaimana gaya tersebut mempengaruhi dinamika dan kinerja tim.
- Situational Approach yaitu teori ini menekankan bahwa pemimpin harus menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan situasi tertentu. Artinya tidak ada satu gaya kepemimpinan yang tepat untuk setiap situasi, dan pemimpin harus mampu beradaptasi.
- Contingency Theory yaitu konsep ini menekankan bahwa tindakan seorang manajer harus disesuaikan dengan konteks atau keadaan tertentu yang mencakup variabel internal dan eksternal.
- Path Goal Theory yaitu teori ini menekankan bagaimana pemimpin dapat membimbing anggota timnya menuju tujuan mereka dengan memberikan arahan, dukungan, dan menghilangkan hambatan untuk mencapai tujuan mereka secara efektif.
- Leader-member Exchange Theory yaitu teori ini menekankan hubungan antara seorang pemimpin dan anggota kelompoknya. Pemimpin dapat memiliki hubungan yang berbeda dengan anggota tim, dan kualitas hubungan tersebut mempengaruhi kinerja dan perkembangan anggota tim.
- Transformational - Transacsional Theory yaitu teori ini membedakan antara pemimpin transaksional yang fokus pada pertukaran dan pemimpin transformasional yang mendorong inovasi, inspirasi, dan perubahan.
- Team Leadership Theory yaitu menjelaskan bagaimana kepemimpinan tim berbeda dari kepemimpinan individu dan menekankan pentingnya koordinasi, kerja sama, dan sinergi di antara anggota tim.
- Psychodynamic Approach yaitu berfokus pada pengaruh aspek psikologis, khususnya alam bawah sadar, dalam kepemimpinan. Teori ini membahas bagaimana proses individu mempengaruhi perilaku kepemimpinan.
- Path Goal Approach yaitu berfokus pada bagaimana seorang pemimpin mengarahkan anggota timnya untuk mencapai suatu tujuan.
- Charismatic Leadership yaitu berfokus pada karisma dan daya tarik seorang pemimpin yang dapat mempengaruhi dan menginspirasi orang lain.
- Servant Leadership yaitu model kepemimpinan ini menempatkan pelayanan kepada orang lain sebagai pusat kepemimpinan. Pemimpin adalah pelayan sebelum menjadi pemimpin.
Dari 12 gaya leadership diatas, yang termasuk gaya leadership Mangkunegara IV, seperti:
- Trait Approach : Mangkunegara IV memiliki ciri-ciri yang membedakannya, antara lain visi progresif yang memungkinkan adanya visi jangka panjang dalam mengelola wilayahnya. Keterampilan diplomasi mereka tercermin dari kemampuan mereka menjaga hubungan baik dengan pihak lain, seperti pemerintah kolonial Hindia Belanda, menjaga otonomi daerah. Dukungannya terhadap kesejahteraan sosial diwujudkan dalam kebijakan-kebijakan yang ia anjurkan, seperti sistem perpajakan yang lebih adil dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan dan layanan kesehatan. Kemampuannya beradaptasi terhadap dinamika perubahan menunjukkan fleksibilitas kepemimpinannya. Namun daya tarik karismatiknya, yang menjadikannya dicintai rakyatnya, juga merupakan kualitas kuat yang memungkinkannya memengaruhi dan memotivasi orang lain. Kepemimpinan Mangkunegara IV merupakan perpaduan antara sifat alamiah yang kuat dan kebijaksanaan kepemimpinan yang mempunyai pengaruh besar terhadap penyelenggaraan daerah dan kesejahteraan rakyatnya.
- Transformational Leadership : Kepemimpinan Mangkunegara IV menunjukkan hakikat gaya kepemimpinan transformasional. Sebagai seorang pemimpin, dia tidak hanya memerintah wilayahnya, dia menciptakan perubahan besar. Melalui kebijakan dan langkahnya, Mangkunegara IV mampu membawa perubahan besar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakatnya. Upayanya untuk membangun sistem perpajakan yang lebih adil tidak hanya akan mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi juga akan memperbaiki kondisi sosial masyarakat. Pendekatannya terhadap pendidikan, mendirikan sekolah dan memperluas akses terhadap pendidikan, menciptakan perubahan mendasar dalam tingkat melek huruf dan pengetahuan di wilayahnya. Selain itu, dedikasinya dalam melestarikan seni dan budaya Jawa merupakan tindakan transformatif yang menjamin kelestarian warisan budaya tersebut. Pada seluruh tahapannya, Mangkunegara IV menunjukkan komitmen yang kuat untuk memimpin perubahan positif yang berdampak luas, mewujudkan esensi kepemimpinan transformasional yang memotivasi, menginspirasi dan memimpin dengan visi yang jelas untuk masa depan yang lebih baik.
- Charismatic Leadership : Kepemimpinan Mangkunegara IV mencerminkan hakikat kepemimpinan karismatik. Dikenal dengan pesona dan pengaruhnya yang luar biasa, Mangkunegara IV memancarkan kharisma yang membuat dirinya disayangi oleh rakyatnya. Kemampuannya dalam menjalin hubungan dekat dan mengembangkan ikatan emosional dengan rakyatnya menunjukkan karakter karismatik yang kuat. Kemampuannya untuk menginspirasi dan memotivasi orang-orang di sekitarnya dan melalui visi progresif serta kepeduliannya terhadap kesejahteraan sosial merupakan inti dari kepemimpinan karismatik. Kualitas pribadinya yang luar biasa seperti kepercayaan diri, keberanian dan optimisme juga menarik orang untuk mengikuti dan mendukung visinya. Kharisma Mangkunegara IV tidak hanya sekedar kualitas pribadi, tetapi juga merupakan kekuatan yang mempengaruhi masyarakatnya dan menyebabkan perubahan besar di dalamnya, menciptakan kesetiaan dan pengikut setia yang melestarikan warisan budaya dan pengaruhnya hingga saat ini.
Apa Itu Serat Wedhatama?
Serat Wedhatama merupakan salah satu karya sastra Jawa legendaris yang diciptakan oleh Adipati Kadipaten Mangkunegara yaitu mangkunegara IV dari Kadipaten Mangkunegaran. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV lahir pada tanggal 3 Maret 1811, dijuluki Raden Mas Sudira. Ia naik takhta saat berusia 47 tahun, pada 16 Agustus 1857.
Wedhatama hanyalah salah satu dari sekian banyak karya Mangkunegara IV. Soetomo Siswokartono Sri Mangkunagara IV sebagai Penguasa dan Pujangga. Mencatat beberapa karya penting lain yang ditulis Mangkunegara IV yaitu Serat Warayagnya, Serat Wirawiyata, Serat Darmawasita, Serat Salokatama dan Serat Paliatma.
Serat Wedhatama banyak memuat ajaran tentang kehidupan manusia yang terus menjadi penting dalam kehidupan masyarakat. Rangkaian isi Serat Wedhatama memuat lima tembang macapati (puisi tradisional Jawa) yang berjumlah 100 pupuh (bait).
Isi Serat Wedhatama
Isi Serat Wedhatama merupakan falsafah hidup yang memadukan nilai-nilai Jawa dan Islam. Misalnya bagaimana menganut agama dengan bijaksana, menjadi pribadi yang sempurna, dan menjadi pribadi yang bersifat ksatria. Terdapat juga beberapa ayat yang dianggap kritis terhadap konsep ajaran Islam ortodoks dan mencerminkan perjuangan budaya Jawa melawan gerakan pemurnian Islam.
Naskah asli Serat Wedhatama saat ini tersimpan di Perpustakaan Reksapustaka Mangkunegaran Surakarta. Kepopuleran karya sastra legendaris ini bahkan mempengaruhi beberapa karya seni rupa kontemporer.
Ajaran Pokok Serat Wedhatama Mengutip Jurnal Kaca Jurusan Ushuluddin STAI Al Fithrah dengan judul "AJARAN TASAWUF DALAM SERAT WEDHATAMA KARYA KGPAA MANGKUNEGARA IV" oleh Siswoyo Aris Munandar dan Atika Afifah, ajaran yang terkandung dalam Serat Wedhatama dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu ajaran kelompok muda dan kelompok tua. Hikmahnya bagi generasi muda adalah rendah hati, carilah guru yang baik, jangan mabuk-mabukan dengan hal-hal duniawi, kendalikan diri, berserah diri kepada Allah, puas dengan nikmat dan bijak. Sedangkan ajaran golongan tua adalah ajaran sabar, mahabbah, dan Mangkunegara IV yang berupa sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa.
Etika Kepemimpinan Serat Wedhatama
Etika kepemimpinan Serat Wedhatama Mangkunegara IV :
- Eling lan waspada (Selalu berhati-hati, waspada dan berpikir sebelum bertindak). Ungkapan ini menekankan pentingnya kewaspadaan dan perhatian terhadap lingkungan sekitar serta memperhatikan tindakan untuk menghindari bahaya atau kesalahan. Tetap waspada dapat membantu mencegah masalah atau kejadian yang tidak diinginkan.
- Atetambo yen wus bucak (Hati-hati terhadap kesuksesan). Pesan di balik ungkapan ini adalah tetap berhati-hati dan waspada, meskipun Anda telah mencapai suatu keberhasilan atau prestasi. Hal ini mengingatkan kita untuk tidak lengah setelah mencapai suatu tujuan, namun tetap menjaga kewaspadaan untuk mempertahankan apa yang telah dicapai, menghindari kegagalan atau mempertahankan apa yang telah dicapai.
- Awya mematuh nalutuh (Setiap orang yang taat akan menerima hasil sesuai dengan ketaatannya). Pesan di dalamnya adalah tentang pentingnya menaati dan menaati aturan, nilai atau prinsip dalam hidup. Frasa ini menekankan bahwa kesetiaan pada ketaatan menghasilkan imbalan yang pantas dalam ketundukan. Hal ini mendorong kepatuhan terhadap aturan atau nilai-nilai yang baik, karena tindakan tersebut membuahkan hasil yang konsisten dengan kepatuhan.
- Kareme anguwus-uwus owose tan ana, mung janjine muring-muring (Terkadang seseorang dapat menunjukkan perilaku sombong atau angkuh tanpa dasar atau alasan yang kuat atas perilaku tersebut). Pesan dari ungkapan tersebut adalah bahwa perilaku sombong tanpa alasan yang jelas hanyalah sebuah janji kosong atau palsu. Orang yang bersikap arogan tanpa dasar yang kokoh sebenarnya hanya menunjukkan sikap kosong tanpa substansi yang nyata. Oleh karena itu, ungkapan ini mengajak untuk tetap rendah hati dan tidak terlalu sombong tanpa alasan yang jelas atau penting.
- Gonyak-ganyuk ngelingsemi (Mencerminkan sikap seseorang yang bimbang atau ragu dalam mengambil keputusan). Ungkapan ini menggambarkan kekhawatiran atau keraguan dalam memutuskan sesuatu. Pesan yang disampaikan adalah tentang keraguan dalam pengambilan keputusan, dimana seseorang merasa tidak stabil atau cemas dalam mengambil langkah ke depan. Hal ini menyoroti ketidakpastian yang dirasakan seseorang dalam proses pengambilan keputusan.
- Nggugu karepe priyangga (Mengalah demi orang yang dicintai). Pesan di dalamnya adalah tentang pengorbanan dan kesediaan untuk menyerah demi kebahagiaan atau kebaikan orang yang dicintai. Ini menunjukkan sikap tanpa pamrih yang didasari oleh rasa cinta dan kepedulian terhadap orang yang kita sayangi tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Ungkapan tersebut mencerminkan nilai pengorbanan dan kemauan memberikan yang terbaik demi kebahagiaan orang yang kita cintai.
- Traping angganira (Dapat menempatkan diri), Angger ugering keprabon (Mematuhi tatanan negara). Menekankan kemampuan untuk beradaptasi dengan keadaan mengikuti aturan masyarakat atau negara. Hal ini mencerminkan kemampuan beradaptasi dan kepatuhan terhadap tatanan yang ada sebagai kunci menuju keharmonisan dan ketertiban.
- Bangkul ajur ajer (Bergaul dengan siapapun). Berarti situasi atau situasi yang membuat stres, tidak nyaman, atau tidak menguntungkan. Ungkapan tersebut dapat merujuk pada situasi yang sumbang, tidak menyenangkan, atau menimbulkan ketegangan antar individu atau lingkungan. Dalam konteks yang lebih luas, istilah ini menggambarkan suasana atau kondisi tidak menyenangkan yang menimbulkan ketegangan antar pihak-pihak yang terlibat.
- Mung ngenaki tsaying lyan (Menyenangkan orang lain meski berbeda). Berarti bahwa nilai atau kesuksesan seseorang tidak boleh diukur dengan standar atau metrik yang berbeda atau tidak berhubungan. Pesan utama dari ungkapan ini adalah penting untuk menilai seseorang atau sesuatu berdasarkan standar yang kontekstual atau sesuai, daripada menggunakan standar yang tidak sesuai atau tidak sesuai. Hal ini menekankan pentingnya evaluasi yang adil dan tepat dalam menilai nilai atau keberhasilan seseorang.
- Den bisa mbasuki ujaring janmi (Pura-pura bodoh), Sinamun ing samudana (Cara halus pura-pura), Sesadon inga du mana (Baik). Kita bisa berpura-pura bodoh tapi sebenarnya pintar. Seseorang menggunakan cara-cara halus untuk menunjukkan kebijaksanaan tanpa harus menunjukkannya di depan umum.
- Ngandhar--andhar angendhukur, kandhane ora kaprah (Berbicara baik, logis, data, jelas, dan rendah hati). Menggambarkan seseorang yang tampak tenang di luar namun sebenarnya sedang kacau hati atau pikirannya. Hal ini mengingatkan kita bahwa penampilan tidak selalu mencerminkan keadaan batin seseorang yang sebenarnya.
- Anggun gumrunggung (Suka sombong itu bodoh), ugungan sedina-dina (Ingin dipuji tiap hari). Menekankan bahwa kesombongan itu bodoh dan keinginan untuk menerima pujian setiap hari bisa berbahaya. Hal ini mengingatkan kita betapa pentingnya bersikap sederhana dan tidak terlalu mengandalkan pujian orang lain.
- Lumuh asor kudu unggul (Sombong dapat dilihat dari tutur kata), Sumengah sesongaran (Merendahkan orang lain). Kekasaran terlihat dari cara seseorang berbicara, sedangkan merendahkan orang lain mencerminkan sikap yang buruk. Pesan yang disampaikan adalah tentang pentingnya berbicara tanpa sombong dan tidak merendahkan orang lain.
Urutan dan Isi Tembang Macapati Dalam Serat Wedhatama
Berikut rincian dan urutan tembang macapati yang terdapat dalam Serat Wedhata :
- Pangkur (14 pupuh, 1 - 14)
- Sinom (18 pupuh, 15 - 32)
- Pocung (15 pupuh, 33 - 47)
- Gambuh (35 pupuh, 48 - 82)
- Kinanthi (18 pupuh, 83 - 100)
Berikut ini cuplikan isi dari setiap tembang dalam Serat Wedhatama dan artinya dalam Bahasa Indonesia.
- PangkurÂ
Pangkur dalam Serat Wedhatama utamanya menjelaskan tentang cara menjadi pribadi yang baik. Berikut ini cuplikan dari bait pertama.
Mingkar mingkuring angkara,
Akarana karanan mardi siwi,
Sinawung resmining kidung,
Sinuba sinukarta,
Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung,
Kang tumrap neng tanah Jawa,
Agama ageming aji
Meredam nafsu angkara dalam diri,
Hendak berkenan mendidik putra-putri
Tersirat dalam indahnya tembang,
Dihias penuh variasi,
Agar menjiwai hakikat ilmu luhur,
Yang berlangsung di tanah Jawa (nusantara),
agama sebagai "pakaian" kehidupan
- Sinom
Sinom menjelaskan tentang kewajiban, hak, dan dasar spiritual dalam kehidupan. Berikut cuplikan dari bait pertama.
Nulada laku utama
Tumrape wong Tanah jawi,
Wong agung ing Ngeksiganda,
Panembahan Senopati,
Kepati amarsudi,
Sudane hawa lan nepsu,
Pinepsu tapa brata,
Tanapi ing siyang ratri,
Amamangun karyenak tyasing sesama.
Contohlah perilaku utama,
Bagi kalangan orang Jawa (Nusantara),
Orang besar dari Ngeksiganda (Mataram),
Panembahan Senopati,
yang tekun,
mengurangi hawa nafsu,
dengan jalan prihatin (bertapa),
serta siang malam selalu berkarya membuat hati tenteram bagi sesama.
- PocungÂ
Pocung berisi makna perjuangan manusia dalam mendapatkan kekuasaan, kekayaan, dan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berikut cuplikan dari bait pertama.
Ngelmu iku
Kalakone kanthi laku
Lekase lawan kas
Tegese kas nyantosani
Setya budaya pangekese dur angkara
Ilmu (hakikat) itu
diraih dengan cara menghayati dalam setiap perbuatan
dimulai dengan kemauan
Artinya,kemauan membangun kesejahteraan terhadap sesama
Teguh membudi daya Menaklukkan semua angkara
- Gambuh
Gambuh memfokuskan pada pemahamam agama, berikut cuplikan bait pertamanya.
Samengko ingsun tutur
Sembah catur supaya lumuntur
Dhihin raga, cipta, jiwa, rasa, kaki Ing kono lamun tinemu
Tandha nugrahaning Manon
Kelak saya bertutur
Empat macam sembah supaya dilestarikan
Pertama; sembah raga, kedua; sembah cipta, ketiga; sembah jiwa, dan keempat; sembah rasa Di situlah akan bertemu dengan pertanda anugrah Tuhan
- Kinanthi
Kinanthi berisi tentang konsep menjalankan hidup dengan baik. Berikut cuplikan dari bait pertama.
Mangka kanthining tumuwuh
Salami mung awas eling
Eling lukitaning alam
Dadi wiryaning dumadi
Supadi nir ing sangsaya
Yeku pangreksaning urip
Padahal bekal hidup
Selamanya waspada dan ingat
Ingat akan pertanda yang ada di alam ini
Menjadi kekuatannya asal-usul
Supaya lepas dari sengsara
Begitulah memelihara hidup
Berikut Penjelasan Tembang-Tembang dengan Upaya Pencegahan Korupsi
- Tembang Pangkur, seni lagu dan tari tradisional Jawa, sangat erat kaitannya dengan gagasan pencegahan korupsi dalam budaya Jawa. Penggalan lirik yang mengandung pesan keseimbangan, kesederhanaan dan keadilan dapat dimaknai sebagai ajaran moral yang dapat diterapkan dalam pencegahan korupsi. Misalnya, pesan keseimbangan Tembang Pangkur dalam konteks antikorupsi dapat dimaknai pentingnya menjaga proporsionalitas dan keadilan dalam segala hal, termasuk pengelolaan ekonomi dan politik. Lirik yang mengedepankan keadilan dan kesetiaan seperti diungkapkan Tembang Pangkur mampu mengedepankan pentingnya kejujuran, etika, dan moralitas dalam kepemimpinan dan pelayanan publik. Pesan moral dan filosofis yang tertanam dalam kesenian tradisional ini dapat menjadi landasan penting dalam membangun budaya yang tidak mendukung korupsi, memperkuat prinsip kejujuran dan mengurangi penyalahgunaan kekuasaan.
- Sebagai bagian dari warisan sastra Jawa, Tembang Sinom mengusung nilai-nilai kebijaksanaan, toleransi, dan moralitas yang dapat dipadukan dengan anti korupsi. Dalam konteks pencegahan korupsi, nilai-nilai tersebut berperan penting dalam membentuk karakter dan perilaku masyarakat. Tembang Sinom mengedepankan kearifan dalam pengambilan keputusan dan menekankan pentingnya toleransi terhadap keberagaman. Nilai-nilai tersebut memberikan landasan bagi pemerintah dan individu untuk bertindak bijaksana dan merangkul keberagaman, sehingga mengurangi potensi konflik yang seringkali memicu praktik korupsi. Meskipun Tembang Sinom mungkin tidak secara khusus berbicara tentang korupsi, namun nilai-nilai kebijaksanaan, toleransi dan moralitas yang dikandungnya dapat menjadi alat penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih sadar akan kejujuran, mengurangi peluang korupsi dan mendorong praktik etika dalam kehidupan sehari-hari.
- Tembang Pocung, sebuah kesenian klasik Jawa yang kaya akan makna filosofis, erat kaitannya dengan pemberantasan korupsi. Dalam konteks antikorupsi, pesan-pesan tentang kesederhanaan hidup, khususnya terkait tata kelola dan pengelolaan sumber daya, menekankan pentingnya menjaga integritas dan menghindari godaan korupsi. Penghormatan terhadap nilai-nilai tradisional seperti keadilan, kesetiaan dan kejujuran yang tercermin dalam Tembang Pocung menjadi landasan etika yang kuat untuk mencegah korupsi. Seni ini bukan hanya sekedar ekspresi seni yang indah, tetapi juga merupakan pedoman etika yang dapat diterapkan pada tindakan dan keputusan pemerintah yang bertujuan mencegah korupsi.
- Tembang Gambuh, sebuah bentuk seni pertunjukan klasik Jawa yang sarat dengan nilai-nilai filosofis, memiliki kaitan yang dalam dengan usaha pencegahan korupsi. Pesan-pesan yang terkandung dalam Tembang Gambuh seringkali mengandung makna-makna tentang etika, moralitas, dan kepemimpinan yang bijaksana. Dalam konteks pencegahan korupsi, pesan-pesan tentang tanggung jawab dan keadilan, yang secara halus terdapat dalam Tembang Gambuh, menjadi landasan yang kuat untuk membangun sistem pemerintahan yang bebas korupsi. Seni ini tidak hanya menjadi ekspresi keindahan, tetapi juga sarana penyampaian pesan moral yang kuat yang bisa dijadikan pedoman dalam tindakan dan keputusan dalam pemerintahan.
- Sebagai bagian dari kesenian tradisional Jawa yang kaya akan nilai filosofis, Tembang Kinanthi memiliki keterkaitan yang mendalam dengan pemberantasan korupsi. Pesan kejujuran dan keseimbangan hidup yang terkandung dalam Tembang Kinanthi dapat dimaknai pentingnya menjaga proporsionalitas, kejujuran dan etika dalam pengelolaan ekonomi dan politik dalam kaitannya dengan pencegahan korupsi. Pesan tidak langsung dari seni ini dapat menjadi landasan bagi para pemimpin dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang tidak mendukung praktik korupsi dan membangun sistem pengelolaan yang transparan, bertanggung jawab, dan adil.
Kesimpulan
Kepemimpinan Mangkunegara IV tercermin dari upayanya yang kuat dalam memajukan masyarakat Mangkunegara. Melalui kebijakan sosialnya, ia meningkatkan akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan serta melestarikan seni dan budaya Jawa. Kepemimpinan transformasionalnya mencakup visi jangka panjang dalam mengelola bidangnya dan keterampilan diplomatik yang memungkinkannya menjaga hubungan baik dengan orang lain. Gaya kepemimpinan Mangkunegara IV menunjukkan ciri-ciri karakter, kepemimpinan transformasional, dan kepemimpinan karismatik.
Selain itu, karyanya mencerminkan falsafah hidup Serat Wedhatama yang memadukan nilai-nilai Jawa dan Islam. Selain itu, etika kepemimpinan Serat Wedhatama menekankan pada kesabaran, kerendahan hati dan ketaatan pada nilai-nilai kebaikan. Ajaran ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu. ajaran kelompok muda dan kelompok tua, keduanya sama-sama menekankan pada nilai-nilai yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Pencegahan korupsi merupakan landasan penting untuk menjamin keadilan, integritas dan keberlanjutan negara. Keberhasilan pencegahan korupsi bergantung pada kesadaran, peraturan yang kuat, transparansi dan penegakan hukum yang kuat. Sinergi antara negara, lembaga swasta, dan masyarakat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang tidak mendukung korupsi.
Daftar Isi
Munandar, S. A., & Afifah, A. (2020). Ajaran Tasawuf dalam Serat Wedhatama Karya K.G.P.A.A Mangkunegara IV. KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin, 10(1), 51--75. https://doi.org/10.36781/kaca.v10i1.3064
Wedhatama, S. (n.d.). Prosiding Seminar Pendidikan Nasional Reaktualisasi Ajaran Kepemimpinan dalam Serat Wedhatama Prosiding Seminar Pendidikan Nasional. 419--430.
Fuady, Farkhan. "Pendidikan Moral Masyarakat Jawa dalam Serat Wedhatama dan Serat Wulangreh." Jurnal Hurriah: Jurnal Evaluasi Pendidikan Dan Penelitian 3.1 (2022): 83-92.
Mayrudin1, A. S. (2010). Anti Korupsi dalam Tembang Jawa Kinanthi.
(Sariyatun, 2017) Reaktualisasi Ajaran Kepemimpinan dalam Serat Wedhatama Sariyatun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H