Mohon tunggu...
miranti widya ponulele
miranti widya ponulele Mohon Tunggu... Lainnya - Analis Pembangunan Strategis Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Sulawesi Tengah

Palu Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Mandela Effect", Manipulasi Pikiran Menipu Kita

15 Agustus 2018   23:11 Diperbarui: 16 Agustus 2018   00:28 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti biasa, setiap kali terlalu lama hibernasi malam ini kembali mati ide untuk menulis.. tadinya sih ingin menulis serba-serbi perkembangan isu pilpres, tapi entah kenapa rasanya terlalu berat. Jadilah akhirnya ingatan saya menjelajah pada salah satu vlog yang bercerita tentang berbagai teori konspirasi. Salah satu yang paling membingungkan adalah sebuah fenomena Mandela effect yaitu sebuah kondisi dimana banyak orang sama-sama memiliki ingatan yang salah akan suatu hal. Awal mula tercetusnya fenomena ini adalah ketika banyak orang yakin dan percaya secara luas bahwa Nelson Mandela telah meninggal di penjara pada 1980-an, sementara sebenarnya Mandela sendiri baru wafat pada Bulan Desember Tahun 2013. Beberapa sumber yang percaya hal tersebut bahkan yakin pernah melihat klip pemakaman Mandela di Tahun 1980an. Contoh lain adalah di film snow white terdapat satu adegan dimana penyihir jahat bertanya pada kaca ajaib "Mirror, mirror on the wall..." sementara sebenarnya yang dia katakan adalah "Magic mirror on the wall", namun sebagian besar dari kita mengingat bahwa dia berkata "Mirror, mirror on the wall...". Psikolog menjelaskan Mandela Effect terjadi karena adanya distorsi ingatan yang disebabkan kekeliruan dalam mengingat kejadian atau pengalaman yang belum pernah terjadi sehingga menciptakan ingatan palsu atau biasanya disebut konfabulasi. Dalam arti lebih luas, konfabulasi adalah pengisian kekosongan ingatan dengan cerita yang tidak benar, tapi juga tidak sepenuhnya bohong.

This is totally ring a bell on my mind. Mungkin saya bukan satu-satunya orang yang merasa sangat jenuh dengan kondisi Indonesia menjelang Pilpres yang penuh dengan Hoax. Masyarakat menjadi sangat mudah di drive untuk percaya dengan isu-isu yang sensitif. Pembuat isu sangat cerdas memanipulasi pikiran dan emosi masyarakat dengan metode "schema driven errors" dimana pembuat isu tersebut memanfaatkan keterbatasan informasi pembaca dan menyelipkan sedikit fakta yang dapat mengarahkan ingatan sehingga tercipta distorsi. Sayangnya saat ini masyarakat Indonesia cenderung menyepelekan pentingnya melihat sebuah kondisi dalam perspektif yang utuh dan akurat. Judul yang kontroversial akan sangat mudah menjadi clickbait dan.. boom !! meledaklah isu tersebut dan menjadikan hal yang tidak benar menjadi sesuatu yang tampak nyata. So Guys.. apa kita sudah siap menghadapi gelombang Hoax berikutnya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun