Mohon tunggu...
miranti widya ponulele
miranti widya ponulele Mohon Tunggu... Lainnya - Analis Pembangunan Strategis Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Sulawesi Tengah

Palu Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

How to Face Collaps by Design, Hatred That Can Killed Others

23 Juli 2017   15:13 Diperbarui: 23 Juli 2017   15:17 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

dear readers.. its been a long time since i write my last article.. 

FYI.. baru saja saya harus dirawat di salah satu rumah sakit dan salah satu dari sedikit keuntungan terkurung dikamar adalah jadi punya waktu untuk kembali menulis.

Selama masa perawatan otomatis saya jadi sering browsing internet.. salah satu momen yang cukup menarik adalah ketika CEO Takis meninggal.. bukan hanya karena almarhum adalah mantan pacar dari selebgram kontroversial, tapi untuk saya yang menarik adalah ketika dikatakan beliau mengalami depresi.. and then he is collapsed by design.. saya teringat pada tulisan saya di awal mulai menulis di kompasiana, bagaimana opini orang dapat mempengaruhi kondisi psikologis saya. dan kejadian yang menimpa almarhum Oka sungguh membuat saya menyadari, kejamnya bullying di sosial media dan kehidupan nyata.

Didalam beberapa media salah seorang psikolog klinis dewasa dari Pusat Informasi dan  Rumah Konsultasi Tiga Generasi Jakarta berkata bahwa collapsed by design bukanlah istilah yang familier dalam dunia psikologis ataupun medis.  Namun hal ini bisa saja terjadi jika ada sistem yang menciptakan kondisi depresi pada seseorang sehingga menyebabkan orang tersebut bahkan dapat memiliki kecenderungan suicidal atau bunuh diri. Secara pribadi saya merasa ini adalah hal yang sangat tidak pantas dan dapat dikatakan sebuah kejahatan yang direncanakan. Bagaimana sekelompok oknum secara terencana memanfaatkan kelemahan kondisi mental korbannya untuk bisa perlahan-lahan depresi, dan kemudian mati karena bunuh diri ataupun mati perlahan tanpa direncanakan.

Sebenarnya ini bukan kali pertama saya membaca ada orang yang kehilangan nyawa karena mengalami bully.. namun kejadian ini somehow terasa sangat dekat di kehidupan kita di indonesia. Saya mengkhawatirkan anak-anak kita yang  hidup di era digital dan sangat bisa diakses kapan saja dan dimana  saja. Saya membayangkan bagaimana tulisan dan opini yang dibentuk dapat sangat efektif mempengaruhi kondisi psikis manusia. Namun hal terpenting adalah, apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi efek dari depresi yang diciptakan oleh orang lain? semuanya bergantung dari bagaimana cara kita merespon hal apapun, baik hal positif ataupun negatif yang ditujukan pada kita.

Dalam merespon hal negatif, kita lebih sering tidak siap menerima kenyataan bahwa hal negatif yang disampaikan kadang memiliki nilai kebenaran. Ada baiknya kita mencoba melihat dari sudut pandang yang berbeda, bahwa kehadiran kita adalah hal yang menarik perhatian sehingga sangat wajar jika menimbulkan reaksi, bukankan jika mereka harus memeras otak untuk memberi komentar negatif artinya mereka memperhatikan apa yang kita lakukan.. kita perlu memahami kadang kritik yang disampaikan sekeras apapun itu, adalah bentuk kepedulian. Meski tidak jarang juga orang yang menyampaikan kritik hanya ingin memperlihatkan eksistensi dirinya atau memang sengaja membuat kondisi collapsed by design yang kita bahas sebelumnya. Keuntungannya? kita mendapat evaluasi terbaik tanpa harus menyewa konsultan atau ke psikolog, hehehe..

Selanjutnya, kita harus mampu membahagiakan diri sendiri, termasuk didalamnya mendaur ulang kalimat pedas yang kita dengar sehingga terdengar lebih ramah di hati. Misalkan ada yang menyampaikan bahwa kita adalah orang yang pelit, ada baiknya kita mencoba merubah mindset bahwa sudah saatnya kita mengeluarkan sebagian penghasilan kita karena jika dikeluarkan maka rezeki yang lebih banyak bisa masuk ke dalam rekening kita. Soal kata-kata pelit, anggap saja dia berkata bahwa kita kurang sering membagi rezeki Allah. 

Jika mendapat komentar negatif seringkali yang terjadi adalah kita langsung memberi respon yang sangat agresif dan menyerang orang tersebut. You Know what dear?? itu adalah apa yang diharapkan oleh orang yang ingin membuat kita depresi. Sembunyikan emosi kita selain untuk menghindari perdebatan yang lebih menyakitkan, ini juga penting agar orang tidak merasa memiliki kontrol dalam perasaaan kita. Respon agresif yang kita beri adalah bentuk defensif kita dalam membela diri. 

Hindari hal tersebut, dan sadari bahwa kita bukanlah satu-satunya kebenaran. Let it go.. Bagaimana jika semua hal tidak berhasil, maka lepaskan saja.. sadari bahwa tidak semua orang bisa menerima keberadaan kita. Yang terpenting adalah kita tidak merusak kebahagiaan orang lain dan diri kita sendiri.  Namun kita juga perlu memperbaiki diri.. belajar memahami dimana letak kekurangan kita melalui semua ucapan pedis yang diberikan. Semua agar kita bisa menjadi orang yang lebih baik.

Last but not least, yang terpenting adalah kita memahami bahwa diri kita sangat berharga. Nyawa dan nafas yang masih diberikan oleh Allah SWT adalah hal yang sangat berharga sehingga kita wajib menghargai apa yang menjadi karunia kita. 

Saya berharap, tidak ada lagi Oka yang lain, yang diruntuhkan oleh sebuah konspirasi psikologi.

Hatred can killed others..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun