Mohon tunggu...
Suspani Intan Widia Ningsih
Suspani Intan Widia Ningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Universitas Muhammadiyah Mataram

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesetaraan Gender

20 April 2022   11:34 Diperbarui: 20 April 2022   11:47 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sexs (kelamin) laki-laki & perempuan

Di dunia nyata apabila melihat seorang perempuan yang berpakaian setengah tiang, berjoget berdiri ala ekor itik, bahkan dengan wajah mempesona, timbul sebuah hasrat yang mengundang kemudian dikatakan itu perempuan tidak baik-baik. Kemudian timbul yang namanya kekerasan dalam sexs. Apalagi era modernisasi di dunia Digitalisasi hal semacam itu banyak yang mengundang sehingga banyak penyebaran berita bahwa kekerasan dalam sexs terjadi pada anak dibawah umur. Sehingga kuadratnya seorang perempuan sangat tercemar dimana-mana akibat kekerasan-kekerasan semacam itu.

Lucu juga perkataan seorang patriarki seperti "dilihat dosa tidak dilihat barang bagus". Hal semacam ini adalah kekeliruanya dalam berpikir, ketika melihat kecantikan dimata patriarki "sexs" dan lainnya tetap bayangan "seks" segitu tidak berfungsinya panca indera seorang patriarki. Ketika yang tidak menyukai hal demikian di anggapnya tidak normal, sebaliknya ketika menyukai di anggap normal. Sependek itukah fungsi akal sehingga realitas yang divisualisasikan oleh gambaran Indra penglihatan langsung dikatakan seks.

Patriarki adalah sebagai pelindung seorang Perempuan, karena kekuatan fisiknya jauh berbeda dengan perempuan, tapi selain dari pada itu banyak hal lain yang perlu disetarakan keadilan untuk seorang perempuan, melalui syari'at Islam dimana Tuhan menciptakan manusia sebagai (Khalifah), dan untuk beribadah kepada nya baik laki-laki & perempuan.

Kesetaraan yang dimaksud artinya, apa yang sering dianggap patriarki bahwa Feminim itu lemah secara tidak langsung budaya itu sudah sejak 500 sebelum Masehi yang diotoritaskan oleh Jahiliyah kepada kaum lemah. Dan hal itu masih dipakai hingga era Modernisasi apapun yang dilakukan oleh feminim ketika dilihat bahwa yang dilakukannya seperti yang dilakukan oleh seorang patriarki, apakah itu salah melanggar kaidah agama??? Tentu disitu masih sama.

Bayangkan bagaimana susahnya seorang perempuan ketika sudah berkeluarga, mengandung membawa kemana saja dia pergi dengan menjaga satu atau dua nyawa didalam rahimnya, lalu kemudian masih mengurus rumah tangga, dan lain sebagainya kemudian seseorang patriarki dengan kebiasaan bahwa merasa diri sebagai pemimpin keluarga dengan demikian merasa diri bahwa dia adalah kepala keluarga dengan itu pula membuat peraturan atas dasar otoritas nya sehingga dalam posisi inilah yang awal mulanya terjadi dalam kekerasan berumah tangga. Lalu hal yang lainnya seperti yang telah dijelaskan diatas sekali lagi, kebiasaan yang dilakukan oleh patriarki yaitu memerintah seorang perempuan tanpa mengenal lelahnya dengan begitu masih saja menyuruhnya padahal sesuatu yang dia suruh dapat dilakukan olehnya dan tanpa mengurangi derajat kelakiannya. Dan kemudian timbul sebuah pandangan dimana sesuatu yang biasa dilakukan oleh perempuan yang sebenarnya itu bisa dilakukan olehnya itu dianggap bahwa itu urusan perempuan dengan bangganya dia mengatakan hal yang demikian tanpa merasa kasihan kepada seorang perempuan dengan otoritas nya menjangga derajat kelakiannya.

Ketika seseorang patriarki menggunakan jilbab atau pakaian seorang perempuan maka disitulah baru ada tercemar nya derajat kelakian dan itu sudah dipilah mana yang buat laki-laki dan mana pakaian yang untuk perempuan. Dan agama sudah menerapkan juga hal yang demikian.

Perempuan berkarir, masih saja anggapan bahwasanya ketika seseorang perempuan bekerja itu akan tetap ada timbul rasa kecurigaan yang membuat perempuan tidak bisa berkerja. Ada anggapan bahwa kamu nggak usah berkerja cukup aku yang berkerja. Padahal semacam itu patriarki sudah membatasi ruang geraknya seorang perempuan apa salahnya ketika hal yang demikian dilakukan oleh feminim, dan hal semacam itu masih bisa dimusyawarahkan dan lain sebagainya, ketika hal yang demikian dibatasi sama halnya patriarki tidak ingin seorang perempuan menjadi pintar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun