Mohon tunggu...
Al Widya
Al Widya Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

...I won't hesitate no more... just write...!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Galau Hati Alia [Part 3]: Sebuah Jawaban….

30 Desember 2011   13:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:34 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Nama lengkap suami mbak…..”

“ Rahman Hidayat….”

“ Alamat…. “

“ Desa Sumber Agung..”

“ Ada foto yang bisa kami lihat….”

Alia menyerahkan selembar foto Rahman kepada petugas kepolisian. Sejenak Polisi wanita yang menuliskan laporan kehilangan mengamati foto yang diserahkan Alia. Tiba tiba ia berdiri dan berjalan menuju sebuah ruangan. Beberapa saat Alia menunggu sambil menenangkan Daffa, anaknya yang berusia dua tahun itu mendadak agak rewel, sampai polisi wanita tadi mempersilahkan Alia bertemu dengan Komadannya.

“ Silahkan duduk……”

Alia berdiri terpaku di depan pintu…. Randu…. Suaranya pelan namun karna ruangan itu sangat heningKomisaris Polisi itu mendengar suara Alia. Ia mengangkat wajahnya…. Sejenak ia terpana…. Alia…. Ia segera berdiri dan mempersilahkan Alia duduk lalu menutup pintu.

“ Jadi kamu tidak pernah mengugurkan kandungan itu?.. Dan Daffa itu anakku, Alia….”Mata Randu tajam memandang Daffa… Alia tidak mampu mengartikan tatapan mata Randu.. entahlah..

“ Bukan.. ini anakku… “ Tentu saja Randu tidak mempercayai kalimat Alia. Karna begitu melihat anak laki laki berusia dua tahun dalam gendongan Alia dada Randu bergetar, seperti ada suatu ikatan bathin yang tak mampu ia terjemahkan. Alia pun belum bisa menenangkan perasaannya. Sebagai gadis desa yang lugu ia belum biasa menghadapi situasi seperti ini. Apalagi hatinya masih saja berkata bahwa ia masih mencintai Randu meski Randu telah mencampakkannya tiga tahun yang lalu.

“ Ehm….. Rahman Hidayat adalah tersangka otak pelaku bom bunuh diri di Surabaya seminggu yang lalu. Dari ciri ciri fisik sepertinya suamimu itu termasuk dalam DPO yang telah kami curigai sejakdua tahun yang lalu. Namun Rahman Hidayat atau Darman atau beberapa nama lain yang ia gunakan akhirnya kami temukan di daerah Madiun dan ehm… maaf ia telah meninggal karna tertembak saat terjadi baku tembak dengan aparat lima hari yang lalu.. dan mayatnya di kuburkan di……..”

Alia hampir terjatuh kalau Randu tidak sigap menangkap dan menyelamatkan Daffa yang lepas dari gendongannya, dan Aliapun pingsan dalam dekapan Randu. Dengan bantuan beberapa polwan Alia di biarkan beristirahat di asrama polwan, tak jauh dari kantor polisi tersebut. Saat telinganya menangkap seseorang sedang bercanda dengan Daffa ia segera bangkit dan berjalan menuju ruang tamu.

“ Oh.. kamu sudah baikan Alia…” Randu terlihat sangat luwes menggendong Daffa…ya Tuhan.. mata mereka sama… Alia segera meraih Daffa dan berniat akan pergi dari asrama itu. Namun seorang Polwan yang juga berada di tempat itu mencegahnya.

“ Ibu kami mohon tinggal sebentar untuk dimintai keterangan…” dengan sebuah kode Randu mengisyaratkan Polwan tersebut untuk meninggalkan ruangan.

“ Alia… saya minta maaf jika saya pernah bersalah menyakitimu… namun saat ini saya mohon kerjasamamu untuk menguak kasus terroris yang diketuai oleh suamimu karna sebagian anggota jaringan masih berkeliaran..” Randu mengamati wajah polos yang dulu sangat dekat dengannya. Sayang waktu itu ia masih terlalu muda dan karriernya baru saja dimulai.

“ Baik, tapi hari ini saya harus pulang.. karna saya tidak mungkin membawa Daffa seharian di kator polisi, kasihan anak saya terlalu capek.. besok saya akan kembali lagi..” Randu mendengar jawaban Alia sedikit ketus. Ia memaklumi pasti Alia sangat membencinya saat ini.

“ Baiklah… perlu saya antar?...” Randu menawarkan untuk mengantar namun ia yakin Alia pasti menolaknya.

“ Terima kasih… saya naik bus saja….” Alia segera beranjak dari ruangan dan tanpa sepatah katapun meninggalkan Randu dengan berbagai pikiran berkecambuk di kepalanya.

-----

Walau hatinya hancur berkeping keeping Alia tetap berusaha kuat. Di rumah ia mengadakan pengajian yang ditujukan kepada suaminya agar arwahnya tenang di alam sana.

Keterangan Alia sangat membantu pihak kepolisian dan menghasilkan tertangkapnya jaringan terroris yang sebagian adalah teman teman Rahman yang dulu ketika ia tanyai keberadaan suaminya menjawab tidak tahu.

Sampai saat inipun Alia masih bingung dengan keadaan .. ia sangat menghormati Rahman dengan kesholehannya, kesahajaan dan kesabarannya menghadapi dirinya selama tinggal bersama. Tak pernah sedetikpun Rahman menyakitinya justru ia selalu berusaha membahagiakannya. Namun sungguh riskan akhir hidupnya, tertembak ketika akan melarikan diri karna terlibat jaringan terroris…..

Dan Randu.. seorang perwira polisi yang disegani karna mampu membongkar salah satu kasus terrorisme di negri ini, namun lihatlah perilakunya yang menyakitkan hatinya.. merayunya dengan sejuta kata kata cinta dan setelah mendapatkan yang ia inginkan dengan entengnya menyerahkan sejumlah uang untuk menggugurkan kandungan…. Apakah itu bukan kejahatan……

-----

Enam bulan berlalu…. Kembali Alia merenung diri… Sungai di tepi hutan kembali menjadi saksi hidupnya. Burung burung kembali ia amati ketika mencari ikan ikan dari sungai… hidup ini memang harus terus dihadapi.. seperti burung burung itu tetap berkeliaran di sekitar sungai… semilir angin sore menerbangkan daun daun dari hutan yang menerpa wajahnya.

Alia tak mau terlena dengan kejadian yang baru saja menimpanya.. ia berjanji tetap menyayangi Daffa sepenuh hati, ia akan bekerja untuk memenuhi kebutuhannya, biarlah untuk sementara Daffa dititipkan ibunya. Ia berjanji akan tetap menghormati Rahman mantan suaminya sebagai apapun dia, bahkan terroris sekalipun, selama tinggal bersama, Rahman sangat menyayanginya. Ia selalu mengajarkan kebaikan dan prilaku yang sangat terpuji. Dan Randu….

“ Alia……….”Randu berjalan mendekatinya. Dengan gerakan sigap laki laki itu duduk di sebelahnya.

“ Darimana kamu tau…………..” Randu menutup mulut Alia dengan jarinya.

“ Sekali lagi kuulangi permintaan maafku……. Maukah kamu menerima maafku Alia??”

Suara kepakan sayap burung burung hutan semakin menambah galau hati Alia…. Ia hanya mampu terpana……. Memandang mata elang bercahaya… Angin sore kembali berhembus lembut menyentuh kalbu dan membiarkan dua insan yang duduk di atas batu di tepi sungai itu saling memandang…………..…………………………..... (end)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun