Mohon tunggu...
Al Widya
Al Widya Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

...I won't hesitate no more... just write...!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Love Melody...[Part 2]

25 Maret 2014   15:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:31 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Love Melody…[Part 2]

Jum’at malam Melody melihat ada pesan di chatting room ketika ia mulai login. Hari ini ia pulang jam 05:00 sore. Setelah bertemu dengan pak Ardian ia masih harus mengisi kelas ekstrakulikuler dan bertemu dengan beberapa siswa yang ingin mendapat bimbingan di rumah mereka. Mel tidak terlalu lelah oleh sebab itu ia sempat mampir di sebuah salon langganannya untuk sekedar creambath.

Pesan dari Mozart!…seketika cerah senyumnya. Entah mengapa ia merasa jadi wanita yang bodoh mau saja mengikuti permainan gila pria ini. Ia telah berbicara dengan para orang tua siswa-siswinya mengenai internet sehat dan penanggulangannya, namun dibelakang itu semua justru dia yang melakukan chatting gelap dan gila….meski hatinya menjerit gemas namun sebenarnya Mel sungguh menikmati bagaimana pria yang dikenalkan oleh Meta seminggu lalu itu sangat menyenangkan dan mendebarkan hatinya.

Mozart : Sunshine…evening!

Mel : Selamat malam. Sedang apa? (Mel berkedip dan tersenyum saat melihat tanda ‘typing’….ah…dia menungguku rupanya..)

Mozart : Chatting dengan kamu. Memikirkanmu dan membayangkan hari ini setelah ngobrol denganmu di Café Smart dandi tempat kerja otakku selalu bertanya-tanya kamu dimana, sedang apa, dengan siapa dan apakah kamu memikirkan saya…LOL

Mel : Hahahaha….

Sepertinya itu bukan pertanyaan yang harus dijawab, bukan?

Mozart : OMG!.......please!

Mel : Well….kamu memang pernah mengalihkan perhatian…sekali..

Mozart : Ok…seberapa parah saya bisa mengalihkan perhatianmu, cantik?

Mel : Hmmm…ada deh..

Mozart : Wah..mulai membuat teka-teki…hati-hati bisa berbahaya!

Mel : Benarkah? Terkadang mencoba memecahkan teka-teki dan selalu gagal itu nikmat… saya sudah merasakannya… menebak seperti apakah sosok Mozart...amazing!!!

Mozart : Ah…. Serangan balik!!Kamu akan bertemu denganku segera…

Mel : Wow…saya akan berdebar-debar menunggunya.

Melody tersenyum dan terus menuliskan kehangatan dan menjawab komentar-komentar nakal dengan hangat. Ia menikmati setiap huruf yang ditulis oleh Mozart…dan ketika ia melirik jam di dinding ia seperti diingatkan bahwa mereka telah chatting selama tiga jam!!

Mozart : Saya akan menemui kamu segera …….

Mel : Benarkah? Thank’s…. saya akan mencubit pipimu!

Mozart : Saya akan memelukmu princess!.... dijamin kamu akan menggigit bibir bawahmu…..

Mereka saling memberi symbol tersenyum dan heart sebelum kemudian log off.

*****

Dua minggu telah berlalu membawa Melody dan Mozart dalam pertemuan di chattroom setiap hari . Malam itu mereka ngobrol dari jam 9 sampai jam 2 malam. Mel seperti tersihir dan tidak merasa mengantuk sedetikpun padahal ia harus berada di sekolah jam delapan pagi. Mozart begitu mempesona sehingga ia bertahan hingga larut malam.

Mozart : Sepertinya saya harus membiarkan kamu tidur, cantik….. bukankah besok pagi kamu harus berada di sekolah?

Mel : Huff…baiklah… kamu selalu tahu apa yang akan saya lakukan, dear… it’s okay jika tidak bisa melihatmu, paling tidak saya bisa mendengar suaramu….

Mozart : Mengapa saya merasa kamu masih ingin bersama malam ini? atau ini hanya perasaan saya saja?

Mel : OMG!..... tentu saja saya harus tidur….sampai besok! (Mel tersenyum, menyadari sebenarnya yang disampaikan Mozart itu benar adanya. Mel merasa harus sedikit menahan hasratnya terhadap pria ini…atau dia akan merasa besar kepala!)

Mozart : Okay, ini adalah nomor saya. Mungkin saja suatu saat kamu ingin mendengar suara saya.

Mereka log out setelah masing-masing memberikan icon sebuah ciuman. Mel tidak lupa untuk menuliskan nomor Mozart di notepad. Tidak membutuhkan waktu lama baginya untuk memejamkan mata. Ia berharap ada keberanian untuk menelpon Mozart dalam waktu dekat.

Kamis malam Mel duduk di kursi menghadap laptopnya saat jam menunjukkan pukul 08:30. Mel sengaja membuka jendela kamarnya dan membiarkan semilir angin menembus ke dalam kamarnya. Ia meneguk teh hangat yang ia buat beberapa saat sebelum memasuki kamar. Makan malam bersama tante Anis baru saja selesai. Angin semilir lembut menerpa tubuhnya. Mel merasakan kesegaran sambil memejamkan matanya. Ia meletakkan ponsel di sebelah laptop yang sedang menyala dan menampilkan tanda loading. Tangan gadis itu bergerak meraih ponsel lalu menekan tombol unlock. Jari lentiknya menuju ke tombol shortcut dan membuka icon phonebook. Sederet nama tertera di sana dan jari jempolnya segera meluncur ke bawah…Mozart…ah haruskah saya menghubunginya? Bagaimana jika ia tidak mengangkat handphonenya? Bukankah ia belum memiliki nomor ponselnya? Atau sebaiknya ia mengirimkan sms saja? Huft…. Mel menghela nafas panjang…kemudian menekan tombol ‘back’, lalu meletakkan kembali ponselnya di meja.

Melody telah tinggal di apartemen ini selama dua tahun bersama tantenya, Anissa. Tante Anissa adalah seorang wanita karier sejati. Pekerjaannya sebagai advokad di kedutaan Jerman membuatnya harus membagi waktunya untuk tinggal di dua Negara, Jerman dan Indonesia. Ia sendiri memutuskan untuk tidak menikah setelah pernikahannya kandas tujuh tahun yang lalu dengan seorang WNA dari Amerika. Kehidupan tante Anissa sangat jauh di banding Melody yang hanya seorang guru sekolah dasar.

Setelah menamatkan kuliah di Fakultas psikologi ia memutuskan menjadi guru karena ia sangat menyukai anak-anak. Selain itu ia merasa masa anak-anak adalah masa yang sangat membutuhkan perhatian sehingga sampai ia dewasa kelak tidak mengalami gangguan baik mental maupun sosial. Keluarganya adalah keluarga sederhana yang sangat mementingkan kehangatan. Kedua kakak laki-lakinya sudah menikah dan tinggal di Surabaya, Sementara adiknya yang seorang perawat bekerja di sebuah Rumah Sakit di Dubai.

Mel masih duduk di kursi dan matanya yang bulat indah masih menatap ke monitor laptop. Ia telah login namun tidak menemukan ada notifikasi dari siapapun…bahkan Mozart…kemana pria yang diam-diam selalu mengganggu fikirannya beberapa minggu ini?. Ia kembali menatap ponsel di meja….satu..dua…tiga menit….tttuuuuuuuttttt…….

Gadis itu hampir melompat dari kursinya karena terkejut. Siaaallll…… siapa ini yang menelfon..terlihat deretan nomor di layar handphone. Mel menarik nafas beberapa detik dan segera menekan panel menjawab. Ia berfikir siapa tahu orang ini adalah orang tua muridnya dan akan membicarakan sesuatu yang penting. Sejenak Mel melupakan bayang Mozart dan segera berbicara……

“Halo…selamat malam…”

“Selamat malam Melody Paramashinta. Bagaimana kabarmu malam ini?”Suaranya luar biasa! Agak berat tetapi lembut..atau lebih tepatnya sexy…huft..Mel menelan ludah..siapa yang memiliki suara yang menggetarkan seperti ini, dan…dia menyebut nama lengkap.

“Baik. Dengan siapa ya?” Melody masih menjaga suaranya agar tidak terdengar bahwa ia menyukai suara itu.

“Bagus. Saya memiliki alamat email, chatting account dan sekarang saya juga memiliki nomor telephone sekalian dengan suara merdunya…apakah saya mengejutkanmu, sunshine?”

Demi Tuhan!…Mel mulai mengerti dan berharap bahwa suara itu adalah suara Mozart. Tentu saja harapannya cukup banyak kerena ia tahu hanya Mozart yangmemanggilnya sunshine! Mel terdiam beberapa detik merasakan debaran jantung yang tiba-tiba melaju dengan cepat.

“You did it!… saya tidak tahu darimana kamu mendapatkan nomor itu. Tetapi ini benar-benar mengejutkan karena kamu menelpon dengan nomor yang berbeda…” Mel tersenyum senang. Detik berikutnya ia sudah bisa mengatasi keadaan.

“Saya melakukannya untukmu, cantik… bagaimana harimu?” suara Mozart semakin menyatu di telinga Mel. Gadis itu beranjak dari kursi dan duduk di sofa dengan posisi nyaman.

“Cukup padat, tetapi tetap memikirkan kamu pada saat-saat tertentu….kamu?” Mel sedikit menahan untuk tidak mengatakan bahwa di kepalanya hanya ada Mozart yang tak tergambarkan fisiknya. Namun Mel merasakan kehangatan dari kalimat yang dituliskan dalam setiap pesan-pesan dalam chatting room.

“Saya bekerja dan berbicara dengan para client tetapi otak ini tetap memikirkanmu..kamu.. dan Melody..” suara Mozart berubah begitu halus di telinga Melody dan membuat aliran darahnya seakan menghangat..ia merasakan sedikit bergetar di seluruh tubuhnya.

“Benarkah?... okay. Rayuan mautnya sudah membuat saya ‘melting’ dan keriput seperti ‘prune’…..” Mel menyandarkan kepalanya ke sofa dengan nyaman sambil memejamkan mata.

“Saya berharap kamu juga merasakan kelezatan yang sama, sunshine”

“Lezat?...sebenarnya apa yang kamu fikirkan tentang saya saat ini?”

“Okay… saya memikirkan kamu berdiri di hadapanku…dengan lingerie sexy dan tersenyum menggoda…hahaha…. maafkan saya merasakan gairah saat memikirkan kamu”

Dalam kenyamanannya Mel tersenyum merasakan sensasi bangga pada dirinya. Sedetik kemudian ia menyadari bahwa itu hanya imajinasi. “Berapa kali kamu berfantasi seperti itu, Moz? Saya rasa kamu perlu sedikit terapi psikologi supaya tidak jadi obsesi yang akhirnya akan membahayakan kesehatanmu” Mel membuat suasana menghangat tadi menjadi netral karena ia belum ingin terbawa suasana penuh gairah malam ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun