Kemudian saya menghadap ke dokter hematologi onkologinya  dan meminta ijin untuk mencabut gigi tersebut.Â
itu persiapan untuk cabut giginya seingat saya sangat repot, dengan koreksi trimbosit, hemoglobin, dan lain-lain. ternyata memang melakukan tindakan gigi pasca kemoterapi agresif itu lebih sulit dibandingkan sebelum pasien menjalani kemoterapi agresif.
Singkat cerita, gigi dengan tambalan besar tersebut berhasil saya cabut, 1 hari kemudian saya visit, dan pembengkakan pada wajah sudah hilang, dengan luka pencabutan yang juga menutup.Â
ALHAMDULILLAH, dalam hati.Â
Sampai satu hari, mungkin selang 2 minggu setelah saya mencabut giginya, saya kembali dikonsulkan dengan adanya luka pada area pipi pasien. Pasiennya bercerita bahwa dia makan buah naga, lalu buah naganya keluar ke pipi.Â
Bisa dibayangkan muka saya saat itu!!!!
Saya menyentuh area bawah dagu kiri, dan dari situ keluar buah naga. mau pingsan rasanya. luka bekas cabut gigi saya sembuh bagus, lukanya nutup kok, ini bagaimana buah naga ini bisa muncul ke pipi!!!!
Singkat cerita saya memanggil teman saya, seorang dokter THT, dan  ternyata terjadi lubang dari area tonsil kiri, ya daerah kiri, arena di mana gigi malapetaka itu tadinya berada.Â
Kemungkinan besar infeksi dari gigi ini sudah membuat kerusakan sampai ke area tonsil dan walaupun giginya sudah saya cabut, proses kerusakan jaringan akibat infeksi ini terus berjalan lalu terjadilah lubang pada tonsil yang menembus ke pipi.Â
Langsung teman saya yang dokter spesialis THT memasangkan sonde atau NGT ke hidung pasien sebagai selang makan, dan tidak boleh makan lewat mulut untuk sementara waktu sampai lubang pada tonsilnya menutup.
Saya tidak bisa berkata-kata, bagaimana mungkin masalah gigi bisa jadi masalah seserius ini.