Anda tentu pernah mendengar tentang fobia. Dan bila Anda dokter gigi, tentu Anda tahu atau setidaknya pernah mendengar tentang halitofobia.Â
Menurut pengertian, fobia adalah rasa ketakutan yang irasional mengenai suatu hal. Berarti halitofobia adalah ketakutan terhadap halitosis atau bau mulut(?). Berarti seseorang itu memiliki ketakutan luar biasa pada orang yang mulutnya bau? Atau justru halitofobia adalah suatu ketakutan berlebihan bahwa kita memiliki bau mulut(?).
Selama ini kami-kami yang dokter gigi meyakini defisisi halitofobia sebagai bentuk ketakutan bahwa kita memiliki bau mulut.
Namun kata teman saya yang psikiater, "Apa itu halitofobia? Gangguan cemas kali."
Entahlah apa namanya, tapi percaya atau tidak, nyaris sebulan sekali saya mendapat kehormatan dikunjungi oleh pasien yang merasa dirinya menderita bau mulut. Keluhan ini membuat mereka-mereka yang datang ini mengalami sedikit gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-harinya. Mulai dari menjadi tidak pede ketika bertemu orang lain, merasa orang-orang yang ada di sekitarnya menjahuinya karena bau mulut, sampai merasa harus menyikat gigi setiap saat.
Di sini saya sedikit sharing dan memberikan tips apa yang harus kita lakukan ketika kedatangan pasien seperti itu:
- Jangan Pernah Membantah Omongan Pasien
Walaupun kita tahu pasien kita ini tidak ada bau mulut, jangan sekali-kali mengatakan pasien Anda ini tidak memiliki bau mulut. Anda sebagai dokter cukup bertanya detil keluhan bau mulut yang dirasa, mulai dari sejak kapan, sejarahnya kenapa bisa bau mulut, kapan saat-saat dirasa mengalami bau mulut, dan sebagainya. - Dengarkan Cerita Pasien
Walaupun dalam hati tergelitik mengenai ketidakrasionalan cerita pasien, tetapi Anda sebagai dokter gigi jangan pernah mengkritisi pasien pada kunjungan pertama. Karena umumnya ketika pasien ditanya, "Kok kamu tahu kalau kamu bau mulut?", 75% pasien yang berkunjung ke saya menjawab, "Ya kan saya tau diri, Dok, kalo ada temen yang bicara sama saya suka megang-megang hidung. Tandanya kan dia kebauan kan ya...." - Eye Contact
Percuma juga Anda mendengarkan pasien tapi matanya ke mana-mana. Jadi tatap mata pasien, jangan berikan gestur tubuh yang tampak acuh tak acuh, dekatkan posisi tubuh Anda ke pasien, berikan empati. - Jelaskan Apa Penyebab Bau Mulut
Setelah pasien puas bercerita mengenai keluhan bau mulutnya, tanpa mengkoreksi cerita pasien, ceritakanlah penyebab bau mulut menurut ilmu kedokteran gigi. - Jangan Pernah Memberikan Harapan Kesembuhan
Jangan pernah mengatakan, "Oh ini pasti karena karang gigi kamu banyak!" atau "Lubang gigi kamu nih yang bikin bau mulut". Walaupun Anda merasa yakin itu adalah penyebab bau mulutnya, tapi Anda harus menahan diri untuk menyimpan keyakinan Anda untuk diri Anda sendiri.Jadi coba Anda bicara dengan, "Bisa jadi bau mulut yang kamu rasain disebabkan oleh karang gigi dan lubang gigi kamu, saya coba bantu dengan membersihkan karang gigi dan menambal gigi kamu dulu ya. Habis itu kita coba observasi masih ada gak bau mulutnya."
Sumber ilustrasi: denverpost.com - Jangan Sekali-sekali Men-judge Pasien Tersebut Stres
Ini adalah kesalahan yang paling sering dilakukan dokter gigi, juga saya (dulu). Dengan mudahnya bilang "mungkin kamu stres" atau "kamu perlu ke psikolog/psikiater deh."Walaupun Anda tau pasien itu punya masalah psikologis, jangan sekali mengatakan hal tersebut. Kalau kata teman saya yang psikiater, biarkan pasien yang menyadari bahwa dia memiliki masalah psikologis. Karena pengalaman saya waktu saya bilang ke pasien, "Kamu mungkin stres dengan pekerjaan kamu, mungkin kamu harus ambil istrirahan dengan jalan-jalan," dan Anda tahu respon pasiennya adalah, "Enak banget saya mau berobat tapi malah dokter suruh saya jalan-jalan."
- Biarkan Pasien yang Menyimpulkan Omongan Kita
Ketika berhadapan dengan pasien seperti ini, lakukan obrolan yang memancing pasien untuk berpikir dan menyimpulkan sendiri kondisi keluhannya. Contoh: bau mulut itu identik sama jumlah air ludah, air ludah itu bisa menurun produksinya bila kita mengalami rasa cemas terhadap sesuatu hal (menggiring pasien utk menilai dirinya sendiri, apakah memang ada kecemasan atau tidak), jangan langsung, "Kamu cemas ya??" - Jangan Berusaha Mengatasi Masalah Pasien pada Satu Kali Kunjungan
Kalau kata teman saya yang memang psikiater, memang perlu multi kunjungan sampai mendapat akar permasalahan dari pasien.Jadi kunjungan pertama fokus pada masalah rongga mulut yg terkait dengan keluhan bau mulut. Kalau ada karang gigi ya dibersihkan, kalau ada sisa akar ya dicabut, kalau ada gigi lubang ya ditambal. Kemudian biarkan pasien pulang dan meminta untuk observasi.
Kunjungan kedua dan selanjutnya coba gali keluhan pasien sambil mengubah pola pikir pasien, CBT cognitive behavional therapy....
Tips ini susah dijalankan, dan saya pun masih belajar memilah kata-kata yang tempat ketika bicara dengan pasien. Karena salah memilih kata, efeknya bisa fatal, "Maksud dokter, saya aneh ya puya keluhan gini?"
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H