Walaupun Anda tau pasien itu punya masalah psikologis, jangan sekali mengatakan hal tersebut. Kalau kata teman saya yang psikiater, biarkan pasien yang menyadari bahwa dia memiliki masalah psikologis. Karena pengalaman saya waktu saya bilang ke pasien, "Kamu mungkin stres dengan pekerjaan kamu, mungkin kamu harus ambil istrirahan dengan jalan-jalan," dan Anda tahu respon pasiennya adalah, "Enak banget saya mau berobat tapi malah dokter suruh saya jalan-jalan."
Ketika berhadapan dengan pasien seperti ini, lakukan obrolan yang memancing pasien untuk berpikir dan menyimpulkan sendiri kondisi keluhannya. Contoh: bau mulut itu identik sama jumlah air ludah, air ludah itu bisa menurun produksinya bila kita mengalami rasa cemas terhadap sesuatu hal (menggiring pasien utk menilai dirinya sendiri, apakah memang ada kecemasan atau tidak), jangan langsung, "Kamu cemas ya??"
Kalau kata teman saya yang memang psikiater, memang perlu multi kunjungan sampai mendapat akar permasalahan dari pasien.
Jadi kunjungan pertama fokus pada masalah rongga mulut yg terkait dengan keluhan bau mulut. Kalau ada karang gigi ya dibersihkan, kalau ada sisa akar ya dicabut, kalau ada gigi lubang ya ditambal. Kemudian biarkan pasien pulang dan meminta untuk observasi.
Kunjungan kedua dan selanjutnya coba gali keluhan pasien sambil mengubah pola pikir pasien, CBT cognitive behavional therapy....
Tips ini susah dijalankan, dan saya pun masih belajar memilah kata-kata yang tempat ketika bicara dengan pasien. Karena salah memilih kata, efeknya bisa fatal, "Maksud dokter, saya aneh ya puya keluhan gini?"
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H