Siang itu saya berbincang dengan sosok pria paruh baya yang biasa saya panggil dengan Om Sony.Â
Om Sony atau Dokter Sony adalah seorang dokter gigi TNI, spesialis Ortodonti, seorang Doktor, dan ayah dari teman baik saya selama saya kuliah.Â
Selama ini saya hanya mengenal Dokter Sony ini dari cerita Dian, anaknya, dan juga teman saya. Fina, yang terkadang dipanggil Dokter Sony sebagai dokter gigi pengganti di kliniknya di daerah Ampera, Jakarta Selatan. Namun hari itu saya merasa sangat terhormat dengan kedatangan Dokter Sony di Difa Oral Health Center, yang merupakan "anak" saya selama hampir 2 tahun ini.Â
Beliau datang untuk berdiskusi dengan saya mengenai impiannya akan perubahan sistem kesehatan gigi dan mulut dan pendidikan kedokteran gigi di Indonesia, kekecewaannya pada para dokter gigi generasi muda dan organisasi profesi dokter gigi, perjuangannya dalam mempertahankan idealisme sebagai dokter gigi, dan juga kegelisahan  pada tukang gigi dan salon kecantikan yang memasang kawat gigi sebagai bagian dari perhiasan pada gigi.
Namun, raut muka beliau mulai mejadi serius ketika pembicaraan kita mengarah pada cita-citanya untuk membuat film yang dapat mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kesehatan gigi dan mulut. Beliau meyakini film merupakan salah satu cara untuk memotivasi masyarakat mengenai kesehatan melalui cara yang menyenangkan.
Sambil mendengarkan beliau bercerita mengenai projek filmnya, sambil sedikit terselip cerita mengenai kisah masa mudanya, perjalanan selama menjadi dokter gigi dari tahun 1978, membuat saya menghayal mengenai jalan cerita dari film yang nanti mungkin akan dibuat oleh beliau.
Terdapat kisah Dokter Sony yang cukup membuat mata saya terbelalak dan sekaligus mengerutkan dahi adalah ketika beliau bercerita tentang saat melakukan perjalanan laut dari Makasar ke Jakarta. Selama perjalanan di kapal tersebut yang memakan waktu 2,5 hari tersebut, beliau mengumpulkan seluruh penumpang kapal untuk penyuluhan kesehatan gigi dan mulut.Â
Mata saya terbelalak mendengar  segitu berdedikasinya beliau terhadap keinginan untuk memberikan edukasi kesehatan gigi dan mulut, dan mengerutkan dahi ketika saya berpikir, mungkin kah saya bisa melakukan hal yang sama? Rasanya untuk saya yang sedikit pemalu ini, menjadi sedikit mustahil berani mengumpulkan orang di area publik untuk mendengarkan saya berbicara tentang penyuluhan kesehatan gigi dan mulut.Â
Namun, mendengar kisah tersebut membuat saya berpikir mungkin dengan apa yang beliau lakukan pada saat itu, pasti ada orang yang terispirasi ingin menjadi dokter gigi atau bahkan sudah menjadi dokter gigi yang memiliki dedikasi yang sama seperti beliau.Â
Mungkin daripada membuat cerita fiksi kemudian menyelibkan tentang kesehatan gigi dan mulut, membuat film tentang kisah perjalanan hidup Dokter Sony bisa lebih mengispirasi para dokter gigi dan adik-adik Co-ass calon dokter gigi, mengispirasi adik-adik yang bercita-cita menjadi dokter gigi, sekaligus memberikan edukasi pentingnya kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat luas.Â
Semoga cita-cita beliau untuk membuat film, dengan wujud apapun dapat segera terealisasi, dan semoga semangat idealisme beliau menular kepada kami dokter gigi muda..
Amin..Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H