Mohon tunggu...
Widya Apsari
Widya Apsari Mohon Tunggu... Dokter - Dokter gigi, pecinta seni, pemerhati netizen

menulis hanya jika mood

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengapa malas ke dokter gigi?

18 Agustus 2016   23:13 Diperbarui: 20 Juni 2017   08:19 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: sooperboy.com

Saya memiliki dua kali pengalaman bekerja di layanan kesehatan berbasis BPJS atau Jamsostek. 

Pertama adalah waktu tahun 2010, saya bekerja di klinik Pratama Jamsostek (sekarang BPJS). Di situ ada bidan, dokter umum, dan saya sebagai dokter gigi. Dan yang kedua adalah di tempat saya kerja sekarang, di salah satu rumah sakit pemerintah khusus kanker.

Di kedua tempat ini saya sama-sama bekerja sebagai dokter gigi praktek, yang sehari-hari berurusan dengan penyakit di dalam rongga mulut pasien, terutama sakit gigi. Saya menambal gigi yang lubang, saya mencabut gigi yang sudah rusak parah, saya melakukan perawatan saraf pada gigi yang sudah tidak dapat ditambal langsung, tetapi tidak bisa dicabut (karena kondisi fisik pasien). 

Dari segi perkerjaan yang saya lakukan, pada dasarnya tidak ada perbedaan dari kedua tempat tersebut. Namun dari sisi pasien yang datang, terdapat satu poin berbedaan yang signifikan. Perbedaannya adalah... (sebelum saya membahas perbedaannya perlu saya tegaskan adalah di kedua tempat ini pasien sama-sama tidak membayar karena sudah dijamin oleh negara).

Berbedaannya adalah, karakteristik pasien yang datang ke klinik Jamsostek tersebut adalah pasien yang hanya datang ke dokter gigi ketika sakit gigi, dan walaupun perawatan giginya masih setengah jalan, jika keluhan sakit giginya sudah teratasi maka tidak akan datang kembali ke klinik untuk melanjutkan perawatan giginya. Sedangkan pasien yang datang ke poli gigi di rumah sakit kanker adalah pasien yang sangat nurut, akan terus datang bolak-balik sampai perawatan giginya tuntas, dan akan terus datang sampai semua permasalahan di gigi-geliginya selesai diobati.

Pasien di klinik Jamsostek selalu harus diwanti-wanti untuk kembali lagi minggu depan untuk melanjutkan perawatan giginya, dan kemudian berakhir dengan tidak akan kembali lagi sampai gigi tersebut sakit lagi. Sedangkan pasien di rumah sakit kanker setelah selesai perawatan gigi selalu diakhiri dengan pertanyaan, "Kapan saya harus kembali lagi, Dok?"

Nah pertanyaannya mengapa pasien di klinik Jamsostek tidak mau kembali untuk menuntaskan perawatan gigi sedangkan pasien di rumah sakit kanker dengan suka rela menyodorkan dirinya, waktunya, tenaganya untuk kembali lagi ke untuk menuntaskan perawatan gigi?

Padahal pasien ini sama-sama pasien jaminan yang mana tidak mengeluarkan uang setiap melakukan perawatan gigi. Jadi kalau alasannya biaya jelas bukan. Bahkan jika alasannya uang ongkos yang menjadi kendala pasien untuk datang bolak balik juga jelas bukan, karena jarak klinik Jamsostek diatur agar berada dekat dengnn tempat tinggal/kerja pasien. Sedangkan pasien poli gigi di rumah sakit kanker berasal dari berbagai daerah, Tangerang, Bekasi, Medan, bahkan Timika, yang tentunya lebih membutuhkan uang ongkos yang tidak sedikit.

Kalau selama ini kita selalu berkeluh karena tarif dokter gigi mahal makanya malas bolak-balik ke dokter gigi, nah ini sudah gratis tapi tidak mau balik.

Setelah saya merenung dan berpikir, mungkin karena pasien yang datang ke klinik Jamsostek ini adalah orang masih dalam kondisi fisik yang sehat dan belum menyadari kesulitan dan masalah yang ditimbulkan oleh penyakit gigi dan mulut, sedangkan pasien gigi yang datang ke rumah sakit adalah pasien yang sebelumnya sudah sakit dan sudah merasakan dampak kesehatan yang timbul akibat infeksi pada gigi dan mulutnya. 

Nah di sini saya menjadi bertanya-tanya, "Haruskah orang menderita penyakit serius dahulu agar menjadi peduli dengan kesehatan gigi dan mulutnya?"

Wallahualam.. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun