Aku tersenyum padanya. Ada sesuatu yang tumbuh di dasar hatiku. Tatapan matanya berhasil menghentikan jagat rayaku.
    Dari kejauhan terdengar suara yang memanggil-manggil namaku. Bersahut-sahutan memecah keheningan hutan.
    "Alegori,itu teman-temanmu. Aku pamit pergi dahulu ya,aku tidak mau ada manusia selainmu yang mengetahuiku. Berbahaya. Aku akan menemui esok hari di jam yang sama. Sampai jumpa,Alegori",Alkmene berpamitan denganku dia menjelma sebagai cahaya putih lalu hilang. Aku pun bertemu dengan teman-temanku dan pulang dengan selamat.Â
    Hari berganti,bulan berganti,tahun pun juga. Namun Alkmene tak datang juga. Hatiku mulai gusar,sudah setahun dia tak tahu kabar Alkmene lagi setelah dirinya berpisah kala itu. Ingin tahupun bagaimana caranya? Dimensi kita berbeda,aku penduduk bumi dan dia penduduk langit. Bagaimana sekarang ia? Sudahkah menikah? Dengan siapa? Apakah dia terpaksa atau memang sudah kehendak hatinya? Tidak tahukah dia perasaanku sekarang?. Mulai muncul banyak tanya di benakku. Ah,ternyata memang benar,ada sesorang spesial dalam hidup kita yang tidak mampu dimiliki,hanya mampu di syukuri keberadaannya.Â
Alkmene,datangnya tiba-tiba,perginya pun juga begitu. Seperti ilusi. Ya,ilusi.
    "Terimakasih,Alkmene.",kataku sambil melihat bintang yang berserakan di langit. Aku harap Alkmene salah satu diantaranya dan sedang melihatku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H