Mohon tunggu...
Widya Tri
Widya Tri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Menulis essay berkaitan dengan hukum, menulis puisi, menulis cerpen

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sengketa Wadas Telah Usai!

27 Maret 2024   22:30 Diperbarui: 30 Maret 2024   08:45 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Wadas, Kecamatan Bener, Provinsi Jawa Tengah, adalah sebuah desa biasa yang menyimpan banyak berkah. Mulai dari tanahnya yang subur lalu terdapat banyak sumber mata air yang dapat menjadi sumber penghidupan bagi Masyarakat sekitar, juga beragam tumbuhan dan tanaman rempah mulai dari durian, kopi, petai, sengon, kemukus, vanili, dan lain-lain.

Menurut survei yang dilakukan oleh Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa) bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, dan Perpustakaan Jalanan, pendapatan dari berbagai komoditas tersebut bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah per tahun. Angka tersebut tentu cukup besar jika harus dibandingkan dengan upah minimum setempat yang hanya Rp 1,9 juta. Hal tersebut dapat menggambarkan jelas bahwa warga mungkin saja menggantungkan hidup hanya dari apa yang dihasilkan oleh alam yang mereka miliki. Oleh karena itu, dapat dipahami jika warga desa Wadas memiliki hubungan yang sangat dekat dengan tanah melebihi orang-orang kota.

Namun, seluruh sumber mata air dan pencaharian terancam ketika ada wacana pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo. Bendungan tersebut sebenarnya terletak di Desa Guntur yang berjarak sekitar 10 kilometer dari Wadas, namun material yang akan dipakai, yaitu andesit, ditambang di tempat tersebut. Keputusan ini didasari oleh Izin Penetapan Lokasi (IPL) yang diterbitkan oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo melalui Surat Keputusan Gubernur Nomor 590/41/2018–yang kemudian diperpanjang melalui Surat Keputusan Gubernur No 539/29 Tahun 2020 tentang Perpanjangan atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Wonosobo. Selain sebagai tempat pengambilan andesit, surat itu juga menyatakan Wadas adalah tempat yang akan dibebaskan lahannya.

Sebagian besar warga yang menggantungkan hidup pada hasil pertanian dan perkebunan menjadi tidak tenang. Tidak hanya tempat tinggal, Kehadiran tambang akan berpotensi menciptakan kerusakan ekologis sekaligus juga menghilangkan sejarah kampung, lahan-lahan produktif pertanian yang menjadi sumber penghidupan. Singkatnya, proyek Bendungan Bener yang mensyaratkan pertambangan andesit di Wadas berpotensi membuat warga kehilangan ruang hidupnya.

Sebagaimana perlu diketahui, bahwa penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan apapun harus dilandasi alas hak atas tanah yang diatur dalam hukum tanah nasional sesuai dengan status hukum yang menguasai dan peruntukan penggunaan tanahnya. Seperti yang sudah disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang juga diakomodir dalam pasal 4 UUPA bahwasannya: 1) atas dasar hak menguasai dari Negara ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun secara bersama sama; 2) hak atas tanah yang dimaksud dalam pasal 1 memberikan wewenang untuk menggunakan tanah demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah dalam batas menurut undang-undang dan peraturan hukum lainnya; 3) selain hak atas sebagaimana yang dimaksud di atas ditentukan pula hak atas air dan ruang angkasa. 

Dalam pandangan hukum adat, yang merupakan dasar pembentukan UUPA, aspek ruang dan tanah merupakan bagian dari hidup manusia yang tak bisa dipisahkan, hal tersebut sudah tertata dalam berbagai konsepsi hukum adat yakni dalam dalam tatanan harmoni manusia dengan unsur-unsur alam semesta (tanah, ruang). Begitu pula dengan UUPA dan UU Nomor 26 tahun 2007, yang dibangun berdasarkan falsafah Negara Pancasila dimana di dalamnya mengajarkan harmoni unsur manusia alam semesta dan Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga perseorangan maupun badan hukum yang mempunyai hak atas tanah tersebut berhak sepenuhnya atas apa yang ada di atas tanah, di dalam tanah termasuk batu andesit, dan apa yang ada di ruang angkasa sesuai dengan status hukum yang menguasai berdasarkan peruntukan penggunaan tanahnya. 

Namun dalam Pasal 6 UUPA disebutkan bahwasannya semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, yang berarti bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanah tersebut dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadi. Kegunaan dari tanah itu lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan perseorangan maupun golongan. Yang mana menurut Daryatmo Mardiyanto kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sedangkan menurut Lemaire, istilah kepentingan umum disebut dengan bestuurzorg yang berarti tugas dalam fungsi menyelenggarakan kepentingan umum, secara sederhana dapat diartikan bahawa kepentingan umum dapat saja diartikan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan yang luas.

Hingga muncullah apa yang disebut dengan sengketa Wadas. Sengketa Wadas merupakan permasalahan yang terjadi sejak 2019 hingga 2023 tepatnya di desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah terkait rencana pembukaan penambangan batuan andesit di Desa Wadas. Sontak, para warga desa terkejut dan tidak menerima rencana Pembukaan penambangan tersebut. Warga desa khawatir pembukaan penambangan tersebut akan merusak 28 titik sumber mata air desa. Karena apabila sumber mata air mengalami kerusakan maka warga juga yang akan menanggung imbasnya, rusaknya lahan pertanian di mana pertanian juga merupakan sumber bagi keuangan mereka atau bisa dibilang jika pembukaan penambangan tetap dilakukan maka akan berujung pada hilangnya mata pencaharian warga Desa Wadas. Bukan itu saja, penambangan ini juga dikhawatirkan akan menjadi penyebab terjadinya bencana tanah longsor, karena jika dilihat berdasarkan Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo 2011-2031, Kecamatan Bener, termasuk desa Wadas di dalamnya menjadi kawasan yang rawan longsor Permasalahan tersebut pun tak kunjung usai bahkan rutin menjadi bulan-bulanan konflik antara warga desa dengan pihak aparat. Pada 2022, ratusan aparat diketahui datang ke desa Wadas. Terdapat setidaknya sekitar 250 petugas gabungan antara TNI, Polri, dan Satpol PP. Mereka dating sebagai pendamping pihak pemerintah yang ingin mengukur tanah di desa itu. Namun, kedatangan mereka tidak disambut dengan baik oleh warga desa Wadas, hingga adu mulut pun terjadi. Juga terjadi bentrok antara aparat dengan warga Wadas, kemudian diketahui aparat mengamankan warga yang membawa senjata tajam dan parang ke Polsek Bener dengan total sekitar 60 warga Wadas ditangkap oleh aparat pada saat itu. Permasalahan tersebut sampai dengan tahun 2023, diketahui masih belum menemukan titik terang.

Namun, pada Kamis 31 Oktober 2023 telah ditemui titik terang dari permasalahan tersebut melalui musyawarah antara warga pemilik lahan atau warga desa dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) . Dilansir dari Portal Resmi Jawa Tengah bahwa warga Wadas akhirnya menyepakati pembukaan lahan tambang batu andesit, untuk material pembangunan Bendungan Bener.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun