"Ah! Apa si ini?"Â
"Dewa lagi, Dewa lagi!"Â
Tapi seandainya dia paham, iya. Seandainya jarak ini sanggup aku tempuh hanya dengan meng-ngedip-kan mata. Aku akan datang tepat di hadapan dia, dan meminta pertanggung jawaban. Untuk apa? Iya karena dia aku jadi jatuh cinta begini.Â
"Hem!" aku membuang nafas.Â
Tidak apa-apa jika kamu ternyata lebih tua dari aku, Dewa. Bahkan sekalipun kamu beranak satu, pun tiga. Cinta iya tetap tidak bisa dipaksa minggat. Biarlah kali ini mencintai kamu hanya lewat cara begini, membayangkan wajah kamu di langit, sambil terus melangit kan namamu, memohon kepada pemilik hati ini untuk memberikan kamu untuk menjadi imam ku kelak. Iya, kelak jika Allah mempertemukan kita sebagai jodoh.Â
"Hah! Dewa?"Â
Aku melihat wajah Dewa tersenyum dari atas langit.Â
Indramayu, 30 April 2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H