Mohon tunggu...
Widi Jatmiko
Widi Jatmiko Mohon Tunggu... -

gemar tulis-menulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Terkait Kecepatan, Moda Transportasi Pesawat Bukan Pilihan Utama untuk Jarak Berikut

2 September 2017   15:24 Diperbarui: 3 September 2017   09:37 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antre nunggu tas di bagasi (Dok. Pribadi)

Sembilan bulan yang lalu, artikelku sempat tayang dengan judul "Tipe Traveler Jika Dilihat dari Pilihan Jenis Transportasi". Ini link-nya, Tipe Traveler Jika Dilihat dari Pilihan Jenis Transportasi. 

Fokus pembahasan dengan membandingkan berbagai kendaraan dengan plus-minusnya. Dari artikel itu dapat diketahui bahwa pilihan jenis kendaraan pesawat adalah moda transportasi paling cepat. Lalu, bagaimana dengan kondisi daerah yang relatif dekat, dengan posisi tujuan daerah yang beda pulau, dan daerah tersebut keduanya sangat padat untuk urusan traffic penerbangan? Yang dimungkinkan akan ada delay, atau nunggu antrean terbang. Pasti jawabannya: Belum Tentu!

Aku pernah mengalami hal tersebut. Meskipun bukan urusan travelling. Tapi urusan pekerjaan saja, bisa dikatakan kalau dalam bahasa kerennya "Duty Trip". Begini ceritanya. Minggu lalu, aku mendapatkan undangan pelatihan kerja dari institusi pemerintah untuk refresh sesuai dengan bidang pekerjaanku. Undangan tersebut dilaksanakan minggu keempat bulan Agustus 2017. Dapat undangan selalu ada catatan tambahan dalam undangan tersebut, yakni: biaya transportasi darat, laut, dan udara akan diganti dengan menunjukkan bukti transaksi yang sah dari maskapai/travel agent untuk kelas ekonomi.

Aku sedikit bimbang, karena, seperti seorang tenaga kerja pada umumnya, minggu keempat adalah masa kritis bagi keuangan tenaga kerja secara nasional. Untuk itu, memilih kendaraan jenis apapun, meskipun akan diganti biaya transportasi, kondisinya sama. Sama-sama berat diongkos. Hehehe..

Beruntung, salah seorang rekan kerjaku mengirimkan pesan di layanan aplikasi online, WA, kalau tiket pesawat sudah dibelikan. Dan langsung dikirimkan sebuah gambar hasil jepretan foto yang cukup jelas tertera namaku sebagai passenger untuk salah satu maskapai swasta di tanah air ini. Wah, syukur lah kalau ada yang sudah membelikan. Meskipun statusnya tidak murni dibelikan, melainkan sebagai konsep dana talangan pembelian tiket tersebut. Sehingga aku nantinya harus mengganti biaya tersebut.

Dengan jarak dari rumahku ke Bandara Ngurah Rai sekitar 130 km, aku memilih menggunakan transportasi sendiri, yakni naik sepeda motor. Alasan sederhana dengan pilihan jenis sepeda motor yaitu; pertama, menghindari kemacetan.  Kedua, kebebasan berkendara, maksudnya bebas untuk pelan, agak laju, dan berhenti sejenak, dan sebagainya, dan yang ketiga, tidak punya mobil sendiri. Mungkin yang ketiga ini yang paling logis. Hahaha..

Estimasi waktu kalau menurutku, jika jarak sejauh 30 km dapat ditempuh dengan waktu 60 menit, maka dengan jarak 130 km kemungkinan besar waktu tempuhnya adalah 5 jam. Dengan memperhatikan waktu untuk istirahat dan pengisian bahan bakar minyak. Aku berangkat dari rumah pukul 10.00 waktu setempat. Dan tiba di rumah adik lokasinya yang memang dekat dengan lokasi Bandara, pada pukul 14.45. Wow! Mendekati kebenaran estimasi waktu versiku. Langsung saja, aku meminta adikku untuk mengantarkan ke Bandara karena mengingat batas waktu check in 90 menit sebelum keberangkatan. Karena keberangkatan pesawat tersebut pada pukul 16.45, setidaknya kalau sudah sampai di Bandara masih bisa bersantai-santai sebelum waktu check in dibuka.

Sesampainya di Bandara, aku membuka hasil print out-tiket dari terbitan maskapai yang sudah ku beli (maksudnya rekanku yang beli, tetapi atas namaku-red). Aku kaget dan bertanya-tanya, "Hah! Waktu check in 2 jam sebelum keberangkatan?" langsung saja aku memperhatikan layar monitor dari tampilan layar tersebut berbagai jadwal seluruh maskapai dari waktu Ccheck in, boarding, dan flight. Aku melihat dan membaca per-slot untuk maskapai yang akan aku tumpangi.

Astaga! sudah waktunya Check In Open! Untuk sebuah maskapai dengan tujuan Lombok Praya. Langsung saja aku meng-crosscheck kode pesawat yang ada di e-tiket hasil printout dan monitor pengumuman di dekat pintu check in. wah, memang benar. Sudah waktunya check in. aku mendekat ke Petugas Avsec, "Permisi Pak, waktu Check In" sambil menunjukkan e-tiket. Aku langsung dipersediaan masuk dan menuju di counter bagasi dan tiket. 

Wow! Ramai sekali. Di salah satu counter sudah mengular calon penumpang dari berbagai negara. Maklum di bulan ini adalah musim panas bagi Negara di Benua Eropa dan Asia Timur. Banyak sekali jumlahnya. Sambil mengantre dengan berdiri, seorang wanita berambut blonde berdiri di depanku memegang paspornya sambil dibuka. Aku sekilas melihatnya ada kode "ESP". wah, berasal dari Spanyol dia. 

Sekadar info, ESP sesuai dengan kesepakatan Internasional, adalah singkatan untuk negara Spanyol dengan tiga huruf ESP, kepanjangan dari ESPANA. (maklum penggemar sepakbola internasional, jadi tahu lah kodenya. Hehehe..) Tapi aku tidak mengajak bicara dia. Karena aku masih belum fasih berbahasa Inggris. Dibelakangku justru calon penumpang dari Negara wilayah Asia Timur. Karena aku mendengar mereka melakukan percakapan menggunakan Bahasa Mandarin.

Tak lama berselang, aku sudah berada di depan counter bagasi untuk pemberian boarding pass dan penimbangan tas travel di bagasi. Setelah mendapatkan boarding pass tersebut, lalu aku menuju ke Gate 5 dan 6. Cukup lama waktu nunggu keberangkatan pesawat. Kurang 50 menit sebelum keberangkatan, aku  melihat monitor yang di pasang di antara Gate 5 dan 6. Ternyata, aku masuk di Gate 5. 

Segera menuju ke Gate 5 sambil berdiri. Tepat 30 menit sebelum keberangkatkan, dilakukan boarding. Salah seorang Petugas dari maskapai yang mengarahkan penumpang untuk segera melakukan boarding. Semua penumpang diarahkan menuju ke pesawat lewat tangga bawah. setelah mendekati pesawat,  semua penumpang diarahkan, untuk penumpang nomor di bawah 20 lewat pintu depan, untuk nomor di atas 20 lewat pintu belakang. Aku yang mendapatkan tiket nomor 20C, praktis lewat di depan. Setelah mengurut nomor bangku di atas kabin, aku langsung duduk. Setelah melihat nomor 20C. Selang beberapa menit, ada seorang penumpang, dilihat dari dialeknya berasal dari Spanyol, yang mengatakan padaku,

"Sorry, It's me. Number twenty one." Dengan gestur menunjuk bangku yang aku duduki ini adalah nomor bangkunya.

Aku jawab dengan nada heran, "Hah...."

Si turis wisman tersebut mengulang kalimat sebelumnya, "Sorry, It's me. Number twenty one."

Kemudian aku jawab sekenanya, "I'm twenty.." dengan ku tunjukkan nomor bangku yang tertera di atas kabin dengan kode 20CBA.

Kemudian si penumpang tersebut menegaskan kembali, "Sorry, It's me..".

Waduh, aku salah melihat tulisan yang agak nyerong dengan bangku yang aku duduki, batinku. Seketika itu mengatakan, "Oh, Sorry..sorry..sorry.. I'm wrong.." tanpa basa-basi aku langsung maju ke depan. Aku berada di depannya sesuai nomor bangku yang tertera boarding pass. Nomor 20C.

Sesaat menjelang take-off pada pukul 16.40, yang artinya kurang 5 menit lagi, aku mematikan smartphone-ku. Namun, apa yang terjadi. Ku lihat sebelah kanan di jendela pesawat begitu banyaknya pesawat yang melakukan take-off. "Wah, berarti kita pasti masih menungggu antrean ini." batinku. Ternyata, memang benar. Pesawat yang aku tumpangi menunggu waktu take-off meskipun sudah batas waktu yang sudah seharusnya, yakni pukul 16.45. Ya sudah, menunggu saja. mau bagaimana lagi. Ikuti saja. yang penting sampai ke bandara tujuan, di Bandara Internasional Lombok Praya.

Waktu tempuh hanya 25 menit dengan  maskapai ini. Kemudian aku segera menuju ke ruang bagasi untuk mengambi tasku. Cukup lama menunggu, akhirnya tasku terlihat juga. Secepatnya aku mengambilnya untuk langsung menuju ke salah satu hotel tempat pelatihanku berlangsung. Sekadar info saja, pelatihan ini berlangsung selama 5 hari, dengan materi yang cukup padat perharinya.

Pada saat malam menjelang berakhirnya penutupan pelatihan, aku bersama kedua rekan kerjaku dihubungi oleh pihak panitia. Katanya, untul tiket penerbangan pada tanggal 31 Agustus 2017 habis. Untuk itu, pihak panitia memberikan 3 opsi untuk "Duty Trip" kepulangan peserta pelatihan, antara lain: (1) penerbangan hanya dapat dianggaran pada tanggal 1 September 2017, dengan konsekuensi tidak ada akomodasi tambahan --maksudnya menginap di hotel selama 1 malam tidak dianggarkan-, (2) kapal Ferry dengan rute Pelabuhan Lembar-Pelabuhan Padangbai, (3) memilih speed boat dengan rute Senggigi-Lombok ke Pelabuhan Serangan-Bali atau rute Senggigi ke Pelabuan Benoa-Bali.

Kami bertiga berdiskusi dengan cermat. Aku berpendapat duluan, "Kalau kita memilih opsi 1, maka setidaknya kita mengeluarkan biaya ekstra, untuk sekadar menginap di hotel melati saja di sekitar sini kisaran biayanya sekitar 200 ribu. Kalau memilih opsi 2, waktu perjalanan terlalu lama. Karena pengalaman akhir tahun lalu, aku menumpang kapal ferry tersebut membutuhkan waktu hampir 6 jam. Rasanya jenuh kalau harus memilih rute ini."

Lalu aku bertanya ke panitia, "Kalau kapal cepat berapa waktu tempuhnya?" dijawab oleh si panitia, "sekitar 2 sampai 2,5 jam."

Kemudian si panitia tersebut menegaskan lagi "silahkan pilih saja, untuk tujuan ke Benoa atau ke Serangan".

Rekan kerjaku berpendapat, sebut saja Agus, "Okay, gini aja, kita milih speed boat. Tapi untuk tujuan Serangan. Kan lebih dekat dengan Denpasar?"

Aku mencoba membuka layanan peta online sambil mengatakan "oh..ya dah. Kita naik kapal cepat."

Si Agus bertanya ke rekan kerja yang lain, sebut saja Lanang, "kamu gimana Ri, naik kapal speed boat juga?"

Si Lanang menjawab, "Iya, aku ikut saja."

Sepakat kita memilih opsi 3 dengan tujuan Serangan. Beberapa jam kemudian kami bertiga diberikan tiket speed boat tersebut. Malam harinya sekitar jam 11, aku mendapat SMS dari Panitia, kalau keberangkatan besok pagi sebelum jam 8 sudah di Senggigi. Di saat aku posisi sedang berada di kamar hotel. Aku mencoba menghubungi rekan kerjaku lewat telepon fasilitas hotel, namun tidak ada yang menjawab.  Ya sudah, aku tinggal tidur saja. Baru paginya aku menelpon salah satu rekan kerjaku via telepon WA untuk keberangkatan pulang. "Gus, ayo kita sarapan di restoran. Karena kita ke Senggigi sebelum jam 8. Tadi malam aku dapat SMS." Di jawab oleh Agus, "Okay Mas, kita bersiap ke sana."

Aku duluan menuju ke restoran untuk sarapan. Sarapan pilihanku pagi itu, adalah nasi goreng plus lauk dan sayur yang sudah disediakan. Minumnya aku memilih minuman air mineral saja. sambil makan aku masih sempat mengirim pesan lewat WA,

"Gus, posisi dimana?"

jawaban klasik dari rekan kerja, "otw". Tak lama dari ngirim pesan tersebut Agus datang.

Aku langsung bertanya "Lanang mana?"

dijawab oleh Agus, "Sebentar lagi mau turun dia."

Aku sudah selesai makan. Agus masih makan buah. Agus sempat membuka Smartphone-nya. "Ayo Mas, kita Selfie. Makan pagi terakhir di restoran ini."

"cekrek..." bunyi suara smartphone tersebut.

Beberapa detik kemudian, Lanang datang. "wuih, sudah makan ya?" Tanya lanang sambil membawa kedua tas jinjingnya.

Ku jawab, "iya, sudah selesai.

Aku lalu menegaskan lagi "kita berangkat ke Senggigi sebentar lagi. Sebelum jam 8 sudah sampai sana. Ini aku mau ke kamarku dulu, untuk ngambil tas, lalu kita ketemu di ruan receptionist."

Agus dan Lanang kompak mengatakan, "iya.."

Akhirnya kami bertiga pulang pada jam 07.20. kami berjalan menuju ke depan pitu gerbang hotel. Di situ sudah ada 4 taksi yang parkir di pinggir jalan. Agus berinisiasi bertanya ke salah satu sopir taksi, "Pak, kalau Sengigi berapa ongkosnya?"

Si Sopir menjawab, "pakai Argo, Pak."

Agus bertanya kembali, "biasanya berapa sampai ke Sengigi?"

"70 ribu Pak." Jawab Si Sopir.

Aku mencoba untuk memastikan, "70 ribu itu bertiga 'kan Pak"

"Iya.." jawab Si Sopir penuh ketegasan.

Sepakat! Kami bertiga naik taksi tersebut. Dengan jarak yang hanya 35 Km kami sudah sampai di Senggigi. Namun, seseorang menelponku via ponsel berikut percakapannnya.

 

Si Penelpon : Pak Widi ya. Pak, Bapak sekarang posisi Bapak dimana?

Aku : Saya sudah di Sengigi.

Si Penelpon : Pak, Bapak harus tiba di Senggigi sebelum jam 8. Karena kapal mau berangkat. Ini sudah di tunggu.

Aku : iya ini saya sudah di Sengigi.

Si Penelpon : Pak, kita tidak berangkat dari Sengigi. Tapi dari Bangsal.

Aku : (aku diam saja dan tidak menjawab)

Lalu aku menyerahkan ponselku ke Agus. "Gus, maksudnya apa ini? coba kamu yang menerima." Lalu Agus menerima telpon tersebut.

Agus: Halo Pak, ini saya sudah di Senggigi.

Si Penelpon: ..........................................(aku tidak tahu percakapannya, karena tidak di-loudspeaker-red)

Agus: oh, jadi kita berangkat dari Bangsal bukan dari Senggigi.

Aku mendengar percakapan Agus. Akhirnya aku bertemu dengan sebuah mobil Berwarna Hitam di pinggir jalan raya Sengigi. Lalu bertanya, "rombongan Pak Widi ya?"

Aku menjawab singkat "iya.."

Mari pak. Tasnya dimasukkan. Kita ke Pelabuhan Bangsal." Kata seorang pemuda yang aku taksir berusia kurang dari 25 tahun.

Tibalah kita di Pelabuhan Bangsal pada pukul 07.55. Kita menuju ke loket untuk menukarkan voucher dengan tiket resmi terbitan untuk speed boat tersebut. 

Berpose di dekat Speed Boat di Pelabuhan Bangsal (Dok. Pribadi)
Berpose di dekat Speed Boat di Pelabuhan Bangsal (Dok. Pribadi)
Pukul 08.00 para penumpang dipersilahkan masuk ke kapal. Baru pada pukul 08.15 speed boat yang aku tumpangi berangkat. Aku lihat kanan-kiri penumpangnya sedikit. Kurang 15 orang. 

rekan kerjaku melakukan Wefie bersama Wisman (Dok. Pribadi)
rekan kerjaku melakukan Wefie bersama Wisman (Dok. Pribadi)
Dengan Suara keras dentuman musik di atas speedboat serasa di dalam bar. Menyebabkan kami agak sulit mendengarkan percakapan satu sama lain.

Hingga sesaat di tengah perjalanan, rekan kerjaku, Lanang, membuka peta online yang terintegrasi dengan layanan GPS, dia berseloroh "Kita ini bergerak menuju ke arah Barat. Berarti ke Gili Trawangan."

"Masa'..." nadaku heran

Agus menimpali,"wah, enak mas. Kita bisa ke Gili Trawangan. Gak nyangka kita ke Gili Trawangan."

"Wah, beruntung kita. Milih Speed Boat. Setidaknya kita traveling. Hahaha..." aku berpendapat.

Agus mengatakan lagi "wah, kita gak nyesel pilih speed boat Mas. Ya minimal kita gak rugi lah. Mau pulang ini. "

Saat berada di perjalanan (Dok. Pribadi)
Saat berada di perjalanan (Dok. Pribadi)
Aku tanpa berpikir panjang, segera berdiri di sisi kiri ruang penumpang di bagian anjuran sambil merekam detik-detik sandarnya speed boat yang ku tumbangi di jembatan apung Gili Trawangan. 

Gili Trawangan tampak dari kejauhan (Dok. Pribadi)
Gili Trawangan tampak dari kejauhan (Dok. Pribadi)
Wow! Diluar dugaan! Padahal aku menyangka dari Pelabuhan Bangsal- Lombok Utara speed Boat menuju ke Pelabuhan Serangan. Ternyata tidak! Berhenti di dermaga apung di Gili Trawangan selama 15 Menit, lalu berlanjut ke Gili Air, dan kembali Lagi ke Pelabuhan Bangsal. 

Speed Boat hendak sandar di Dermaga Apung Gii Air
Speed Boat hendak sandar di Dermaga Apung Gii Air
Sekembalinya ke Pelabuhan Bangsal pada pukul 09.15. Kalau seperti ini, aku jadi mikir "Ini kan sama saja berkeliling ria di sekitaran Perairan Lombok Utara dengan mengitari 3 pulau kecil di wilayahnya? Wah, kalau gitu aku senang-senang saja kalalu belu menuju Pulau Serangan. Hehehe..."

Dari seberang Dermaga Kayu di Pelabuhan Bangsal, aku melihat seorang petugas pengawas keselamatan pelayaran mendekati speed boat. Kemudian dia langsung naik ke atas anjungan speed boat untuk penghitungan jumlah penumpang. Sepintas ku lihat dia membawa alat hitung yang biasa digunakan oleh pramugari. Memang, untuk penumpang yang naik di speed boat ini kalangan eksklusif. Bagaimana tidak eksklusif? Jumlah penumpang sekitar 110 Penumpang (mulai dari Pelabuhan Bangsal, Gili Trawangan, Gili Air, dan kembali lagi ke Pelabuhan Bangsal-red), kira-kira 95% berasal penumpang turis wisman. Sisanya orang lokal saja termasuk kami bertiga.

Singkat saja sekembalinya di Pelabuhan Bangsal, speed boat mengarah ke selatan. Itu artinya menuju ke arah Pelabuhan Serangan. Kami bertiga tetap di ruang penumpang di atas anjungan sembari menikmati perjalanan ini. aku tidak tahu pasti berapa kecepatan rata-rata speed boat ini.  Aku dapat mengetahuinya dengan waktu keberangkatan kedua dari Pelabuhan Bangsal pada pukul 09.30 dan tiba di Pelabuhan Serangan pada pukul 11.35, dengan jarak antar pelabuhan tersebut sejauh 54,45 Mil Laut (atau dikonversikan sama dengan 101 Km).

Detik-detik menjelang sandarnya Speed Boat di Pelabuhan Serangan (Dok. Pribadi)
Detik-detik menjelang sandarnya Speed Boat di Pelabuhan Serangan (Dok. Pribadi)
Nah, jika aku membandingkan dengan pesawat saat berangkat menuju Ke tempat pelatihan, khusus untuk jarak tempat pemberhentian, dibandingkan dengan speed boat, seperti ini;

Pesawat = Waktu Check In + Waktu Tunggu Take-Off + Nunggu Pengambilan Bagasi

               = 2 jam + 30 Menit + 20 Menit

               = 2 jam 50 Menit

Speed Boat  = Waktu Cek Tiket + Waktu Tempuh (Bangsal-Gili Trawangan-Gili Air-Serangan) + Nunggu Pengambilan Bagasi

                    = 15 Menit + 3 jam 20 menit + 20 Menit

                    = 3 Jam 55 menit

Dari perhitungan sederhana tersebut, memang pesawat memang moda transportasi tercepat. Hanya saja kelemahan dari moda transportasi pesawat dibandingkan dengan naik speed boat, adalah Pertama; rasa penasaran akan 3 pulau kecil di wilayah administratif Lombok Utara dapat dikunjungi. Meski hanya beberapa menit saja, Kedua; kali pertama naik speed boat berbayar merupakan sebuah pengalaman berharga. Setidaknya nantinya akan menjadi bahan pertimbangan untuk memilih transportasi untuk rute >150 Km dengan melintasi 2 pulau yang berbeda, khususnya untuk Pulau Bali dan Lombok, Ketiga; kesan eksklusif lebih mengena dibandingkan dengan naik pesawat. Mengingat naik pesawat sudah menjadi arus-utama, kalau dalam bahasa populer dikatakan mainstream. Hehehe... dan yang terakhir, kalau tidak dicoba sekarang naik moda transportasi jenis speed boat, kapan lagi? Bukan 'kah ini sudah menjadi bagian dari "Duty Trip"? Sudah ada yang membiayai! Hahaha...

Antre nunggu tas di bagasi (Dok. Pribadi)
Antre nunggu tas di bagasi (Dok. Pribadi)
Tampaknya aku terlalu banyak menulis cerita ini. Sudah lebih dari 2.500 kata. Sebagai ending-nya, aku sedikit memberikan info terkait pasca sandarnya speed boat. Di Pelabuhan Serangan, tidak ada angkutan umum yang resmi. Jadi memang benar-benar eksklusif Pelabuhan ini. Beruntung aku punya saudara yang relatif dekat dengan pelabuhan. Cukup dengan menelpon saja, aku sudah dijemput. Selesai urusan. Bagi yang tidak punya saudara, atau teman untuk menjemputnya, maka, mau tidak mau, kamu harus membayar/memesan kendaraan dari travel agent yang biasanya sudah sepaket dengan perjalanan speed boat ini. Mungkin itu saja sedikit info dariku..

Salam

 Widi J

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun