Mohon tunggu...
Widi Jatmiko
Widi Jatmiko Mohon Tunggu... -

gemar tulis-menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sensasi Perjalanan (Hampir) Setengah Putaran Provinsi Jawa Timur

2 Agustus 2017   07:14 Diperbarui: 2 Agustus 2017   08:38 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pantai Kenjeran - Surabaya (dok. pribadi)

Tanggal 21 Juli 2017, adalah awal di mulainya perjalananku. Sesuai rencana, bersama rombongan keluargaku, akan melakukan perjalanan dengan tiga misi utama, Pertama, menghadiri undangan wisuda adik perempuan, Kedua, ziarah ke makan kakek-nenek di dua tempat yang berbeda, dan Ketiga, berwisata di tempat yang sesuai dengan rute dilalui di dua kota tersebut. Sedangkan misi tambahan, adalah berkunjung ke saudara yang masih berada rute yang akan dilalui.

Sebagai estimasi waktu, perjalanan ini di mulai dari rumahku, Kabupaten Jembrana sampai ke Kabupaten Ponorogo membutuhkan waktu paling lama 3 hari. Dengan asumsi di malam hari harus istirahat (tidur). Demi mobilitas dan fleksibilitas dalam perjalanan ini, kami sekeluarga melakukan rent-car dan sewa sopir. Karena banyaknya tempat yang akan dikunjungi. Kita mulai berangkat jam 8 pagi. Dari perjalanan kita selama satu jam menghadiri undangan pengajian pernikahan tetangga sebelah yang tidak jauh dari rumahku. Selama kurang lebih satu jam, pengajian selesai. Lalu kami melanjutkan perjalanan sekitar pukul 9.30 WITA. Sesampainya di areal penyeberangan kapal ferry Gilimanuk, seperti biasa penumpang berkendara, semua di data untuk data manisfest penumpang. Si Sopir sempat ditanya oleh petugas ticketing;

"Namanya siapa Pak?"

Dijawab oleh Si Sopir "Tengku".

"Untuk penumpang lainnya, siapa namanya?"

Tanya si petugas ticketing lagi.

Ku jawab, " Si A, B, C, D, dan E" (maaf aku sensor saja-red).

Lalu aku membayar tiket tersebut sesuai harga yang tertera di tiket. Aku sempat berseloroh ke Si Supir, "Mas, bener namanya Tengku".

"Iya.." jawabnya.

"Wah, jangan-jangan nama panjangnya Tengkulak".

Sontak semua di dalam mobil ketawa, "hahaha.." Beberapa menit kemudian kita langsung masuk ke dalam kapal.

Di pelabuhan penyeberangan tersebut, ada dua pilihan untuk penyeberangan kapal, yakni kapal jenis KMP dan LCT. Kami menjatuhkan pilihan kapal jenis LCT, dengan harapan memilih jenis kapal LCT waktu tempuh dari Pelabuhan Gilimanuk (Jembrana) ke pelabuhan Ketapang (Banyuwangi) lebih singkat. Selama berlayar, sesuai dengan ketentuan pelayaran, penumpang harus berada di ruang penumpang. Kami sekeluarga bergegas menuju anak tangga. Setidaknya melewati dua jalur anak tangga sebelum berada di ruang penumpang bagian atas. Kami duduk di kursi penumpang paling depan. Sehingga dapat melihat langsung saat kapal berlayar di atas Selat Bali. Sambil berbincang-bincang dengan keluarga, tak terasa waktu sudah menujukkan pukul 12.30 WITA atau 11.30 WIB. Sepertinya kita salah prediksi terkait pemilihan kapal LCT lebih cepat waktu tempuhnya dibandingkan dengan kapal KMP. Ternyata waktu tempuhnya saja. Tidak ada yang yang lebih cepat. Hmmm...

Sesampainya di pelabuhan LCM Ketapang (Banyuwangi), kami menuju ke arah utara menuju Sidoarjo. Tujuan ke Sidoarjo adalah untuk sekadar singgah ke empat tempat di rumah saudara. Juga, saat kunjungan yang pertama ke salah satu rumah saudara, lokasinya berdekatan dengan makam nenek buyutku. Itu sebagai bagian dari misi utama dalam perjalanan ini.

Setelah selesai ziarah ke makan nenek buyut yang berdekatan dengan saudara ke-1, lanjut ke rumah saudara lainnya hanya beberapa menit saja. Kemudian ke saudara ke-2, ke-3, dan keempat tiba pukul 22.30 WIB. Di sana di tempat keempat sebagai penginapan gratis untuk bersiap menghadiri besok paginya acara wisuda adik perempuanku. Sebagai catatan: undangan hanya untuk 1 (satu) wisudawan dan 2 (dua) undangan yang hadir. Wisuda dimulai pada pukul 07.30. Maka otomatis, yang dapat hadir besok harinya untuk 2 undangan hanya kedua orang tuaku. Jarak antara rumah saudaraku di tempat menginap dengan lokasi wisuda sejauh 40 Km. Maka, aku sebagai penunjuk jalan menentukan waktu keberangkatan untuk besok pagi, yakni; paling lambat jam 06.00 WIB harus berangkat.

Mengingat rute Sidoarjo - Surabaya rawan kemacetan. Maka dengan interval waktu 90 menit dengan jarak 40 Km setidaknya hadir tepat waktu, atau minimal tidak akan telat.

Akhirnya, tepat pukul 00.00 WIB kami sekeluarga dan Si Sopir menuju tempat tidur. Setelah seharian lamanya menempuh perjalanan yang cukup melelahkan. Seperti pada umumnya, di daerah Sidoarjo yang masih banyak nyamuk, menjelang tidur kami mengoleskan lotion anti-nyamuk. Demi keselamatan kulit dari invasi nyamuk nyamuk jahat. Hehehe...

Pagi hari, jam di ponsel menunjukkan pukul 05.00 WIB, aku sedikit samar-samar melihat saudara dan orang tuanya sudah memasak makanan. "Waduh, mereka sudah siap-siap untuk berangkat" batinku.

Aku segera bangun dan bersiap berangkat menuju kampus adikku di Surabaya. Tepat pukul 05.55 WIB kita sekeluarga berangkat ke lokasi. Namun sampai di persimpangan jalan, mobil kita terhenti. Karena perlintasan di kompleks perumahan, portal masih di tutup dan tidak ada satpamnya. Langsung saja aku menelpon saudaraku,

"Mas, portal pintunya ditutup, masih dikunci".

Hanya beberapa detik saja saudaraku datang dan membukakan portal yang terkunci.

"Terima kasih Mas. Langsung berangkat ini. Biar gak telat".

"Iya..ya.." dijawab oleh saudaraku.

Kami langsung berangkat dengan mengandalkan peta online untuk rekomendasi jalan dengan pilihan rute terdekat. Sepanjang perjalanan memang tampak begitu padatnya kendaraan bermotor (baik motor maupun mobil) ke arah Surabaya, tetapi jalan masih lancar-lancar saja. Terbukti sampai di lokasi depan kampus adikku, jalanan di sekitarnya masih lenggang. Maklum jam pada saat itu saat membuka ponsel di dalam tas kecilku, menunjukkan pukul 06.45 WIB. Huhhh....di luar ekspetasi. Sebelumnya aku memperkirakan tiba di lokasi sekitar 07.20 WIB, ternyata bisa sampai lebih cepat dari itu.

Kemudian aku membuka pintu depan mobil dan sambil bilang ke kedua orang tuaku. "Kita sudah sampai. Bapak dan Ibu langsung masuk ke kampus saja. Sedangkan aku dan lainnya mau ke Pantai Kenjeran. Karena menunggunya nanti masih lama".

Ada dua alasan kenapa aku memilih Pantai Kenjeran sebagai misi tambahan ini, yakni; jaraknya dekat sekitar 9 Km dari kampus adikku, dan yang paling penting, menghilangkan rasa kepenatan menunggu prosesi wisuda yang setidaknya membutuhkan waktu 6 jam.

Langsung saja, aku bersama adik kecilku, serta kakak sepupu ke Pantai Kenjeran. Sesampainya di penjagaan loket parkir, Si Sopir sempat bertanya ke penjaga parkir,

"Bayar berapa?"

"Nanti saja bayarnya waktu pulang. Karena sekarang masih tutup."

Si Sopir menuju tempat parkir yang memang pada saat itu pukul 07.40 WIB masih sepi. Sekadar info, Pantai Kenjeran ini berada di bawah manajemen Pemkot Surabaya. Aku tahu infonya infonya dari karcis terbitan untuk masuk ke areal mendekati wilayah pantai. Gak mahal. Hanya 5 ribu saja. Tetapi, karena aku masuk ke areal tersebut masih belum ada penjaga loket, aku sempat bingung, boleh masuk apa tidak ya?

Kami berempat saja dan duduk di sudut taman. Tampak dari kejauhan seorang petugas di lokasi wisata tersebut sambil membawa Handy Talky mengontak rekan kerjanya untuk melayani tiket masuk. Kemudian beliaunya mendekatiku,
"maaf pak, tiketnya di sana." Sambil menunjukkan ke arah stand tiket yang masih tutup.
"Oh..iya pak. Tadi saya ke sana tutup". Aku berjalan ke arah loket.
Lalu aku bertanya "per orang 5 ribu ya Bu untuk masuknya?
"Iya Mas" jawab si ibu pembawa karcis/tiket.
"Saya orang empat Bu, berarti 20 ribu ya" sambil membuka dompetku dengan menyodorkan selembar uang 10 ribu dan dua lembar uang 5 ribu.

Lalu aku menuju ke sudut taman tempatku tadi. Dari persimpangan jalan, seorang petugas memint tiketku. "Tiketnya pak, mau saya sobek".
"Oh..iya pak, silahkan". Kataku
"Ini pak, sobekannya".
"Oh..iya" kataku lagi sambil menerima hasil sobekan tiket.

Kami berkeliling sekitar Pantai Kenjeran. Banyak pedagang makanan dan minuman di sini. Selaim itu, ada fasilitas taman bermain layaknya sebuah tempat taman rekreasi pada umumnya. Sambil berkeliling ria, kami ke arah jembatan kayu. Jembatam kayu tampak menarik. Dengan penuh warna-warni bagian relingnya, memberikan kesan ramai. Aku dan adikku laki-laki bergantian foto untuk sekadar mengabadikan moment menarik ini.

Jembatan kayu di Pantai Kenjeran - Surabaya. (Dok. Pribadi)
Jembatan kayu di Pantai Kenjeran - Surabaya. (Dok. Pribadi)
Yang lebih menarik di tempat ini adalah pembangunan jembatan layang yang aku taksir sepanjang 1 Km melintang di sekitar Pantai Kenjeran. Aku juga tidak tahu apa alasan pembangunan jembatan layang ini. Aku juga merasa desain konstruksinya kok mirip dengan jembatan suramadu ya? Ah, entah lah cukup memandangi saja sudah cukup bagiku hingga (maaf) orgasme mata. Hehehe...Aku dan adikku berjalan sampai ke ujung jembatan kayu. Sempat aku pegang relling-rellingnya.
"Astaga, kok rellingnya goyang-goyang? Sudah reyot ini" batinku.
Sontak aku memperingati adikku yang juga mendekati ujung relling kayu tersebut,

"Ji, awas Ji, bahaya. Rellingnya goyang-goyang". Sambil memperagakan pegang relling itu.
"Ayo kita minggir saja" ajakanku.

Lalu kita minggir bersama kakak sepupu dan Di Sopir yang sudah duluan di pinggiran pantai. Cuaca saat itu cukup panas di saat jam sudah menunjukkan pukul 9.30 WIB. Aku berinisiasi dengan mengatakan "Kayaknya sekarang ini minum es kelapa muda segar ini"
Adikku, kakak sepupu, dan Si Sopir kompak menjawab "yuk!".
Kami memilih warung paling depan yang langsung berbatasan dengan garis pantai. Kamu duduk di sana sambil memesan es kelapa muda plus camilan sate kerang. Kami minum dan makan diselingi indahnya deburan ombak. Meskipun angin terasa kencang, rasa dingin tidak terasa. Karena saat itu sudah sinar mentari sangat terik.
Satu jam lamanya kami duduk di warung tersebut, aku mulai berinisiasi untuk menelpon orang tuaku yang hadir di ruang prosesi wisuda.
"Halo, Assamu'alaikum, Pak, wisudanya apa sudah selesai?" Tanyaku via ponsel.
"Iya...ini sudah hampir selesai" jawab oleh bapakku.
"Oh..iya..aku langsung ke sana ini". Timpalku.
Langsung aku mengatakan ke Si Sopir, "Mas, kayaknya wisudanya sebentar lagi selesai. Ayo kita segera ke kampus!" Ajakku.
"Ayo!" Jawab Si Sopir dengan penuh semangat.

Seketika itu kami berempat kembali ke mobil untuk menuju ke kampus adikku. Dalam perjalanan, aku meminta ke Si Sopir untuk berhenti ke salah satu minimarket untuk membeli peralatan mandi. Maklum, gara-gara berangkat kepagian, jadinya kelupaan bawa peralatan mandi. Setelah membeli peralatan mandi, aku mencari SPBU untuk layanan toilet/kamar mandi berbayar. Selesai mandi, langsung meluncur hanya sekitar 2,5 Km jarak antara SPBU dengan kampus adikku. Setidaknya membutuhkan waktu 10 menit untuk tiba di lokasi. Sempat menunggu 30 menit di depan kampus, orang tuaku aku telepon lagi,
"Halo, Assalamualaikum, Pak, sudah selesai wisudanya?"
"Sudah. Ini sudah di stand foto. Ada di bale bengong." Jawaban orang tuaku.
"Oh..iya. aku ke sana."

Akhirnya kami sekeluarga ketemu di lokasi yang kebetulan tepat di sekreriat Unit Kegiatan Mahasiswa untuk agama Hindu di kampus adikku ini. Aku sempat terheran juga, "Wah..pasti banyak mahasiswa dari Bali ini" prediksiku. Kebetulan saudaraku yang dari Sidoarjo ikut juga ke kampus. Ending-nya, kita saling bergantian foto.

Foto bersama adik dan keponakan. (Dok. Pribadi)
Foto bersama adik dan keponakan. (Dok. Pribadi)
Di saat jam sudah menunjukkan pukul 12.30 WIB, itu artinya kami harus bersiap siap menuju Ponorogo. Untuk ziarah ke makam kakek buyut di sana. Sesuai dengan rencana, dari arah Surabaya menuju Ponorogo lewat jalur Mojokerto-Nganjuk-Madiun. Rute ini sesuai dengan rekomendasi jalan dari layanan peta online sehingga mempermudah perjalanan ini.

Pada dasarnya, kita belum pernah sama sekali berkunjung ke saudara di Ponorogo. Kami semua juga tidak kenal dengan keluarga yang ada di sana. Praktis, hanya dengan mengandalkan kisi-kisi dari kakekku yang sudah puluhan tahun berdomisili di Bali, berharap dapat bertemu dengan saudara tuanya. Maklum, jika diurut secara silsilah, aku termasuk generasi keempat. Balik lagi dalam perjalanan Surabaya-Ponorogo. Dalam perjalanan ini kami sekeluarga berhenti di kota Madiun untuk istirahat makan malam. Aku tidak tahu pasti nama daerahnya. Tetapi dengan membuka layanan peta online, dari titik koordinat tempat istirahatku dengan desa tujuan hanya 21 Km saja. Relatif dekat. Meskipun perasaan khawatir tetap ada. Karena waktu itu sudah malam hari, mencari orang/saudara di desa, rasanya kesulitannya semakin bertambah. Di antara belum pernah berkunjung, belum pernah kenal, dan untuk sekadar bertanya di orang sekitar saat jam sudah malam, rasa-rasanya rumah sudah tutup semua.

Ah, sudah lah. Nanti saja diurus. Yang pasti saat itu istirahat, makan malam di warung lesehan di Ponorogo dekat dengan taman kota, pesan ayam lalapan, minum air mineral, selesai. Nanti saja dipikirkan untuk perjalanan menuju desa tempat saudaraku berada. Andai tidak ketemu pun, kita terpaksa menginap di penginapan seadanya, dan yang pasti bisa berziarah ke makam kakek buyut. Karena di makam pasti ada juru kuncinya. Itu solusi sederhananya..

Mungkin prediksiku mendekati kebenaran, di saat sudah makan malam, langsung kami sekeluarga tancap gas menuju Desa Grogol di Ponorogo. Sesaat memasuki jalan masuk desa, mobil kita berhenti di depan pemilik toko dekat sekolah. Aku dan bapakku mencoba untuk menggali info dengan bertanya,
"dimana kah rumahnya Mbah M, rumahnya dekat dengan sekolah dasar, sekitar 250 meter ke arah barat dekat lapangan. Apakah kenal?
Sang Pemilik toko mengatakan "o..salah pak. Ini belum masuk Desa Grogol. Ini Desa Sambit. Ke sana terus masuk sekitar 500 meter. Coba tanya orang di sekitar sana. Siapa tahu ada yang kenal."
Bapakku bilang, "Baik pak, Bu, terima kasih. Kalau gitu saya ke sana."

Kita kembali masuk ke mobil untuk melanjutkan perjalanan relatif dekat ini dengan kondisi jalan sepi dan banyak rumah warga yang tutup. Di perjalanan yang pendek ini, kami melintas di depan orang pengajian, langsung saja aku men-stop mobil ini. "Stop..stop..coba aku tanya ke orang yang ikut pengajian ini. Siapa tahu ada yang kenal." Kemudian amu mendekati kedua orang yang menjaga pengajian tersebut dengan menggunakan Bahasa Jawa. Tapi cukup aku terjemahkan saja dalam Bahasa Indonesia, "Permisi, mau tanya Pak. Rumahnya Mbah M dimana ya? Rumahnya dekat dengan lapangan?"
Lalu si penjaga pengajian bertanya, "Kamu siapanya Mbah M. Apa punya saudara di Surabaya? Kamu siapanya Mbah T.?"
Aku jawab dengan tegas, "saya saudaranya. Saya cucunya. Dari Bali."
Oleh si penjaga pengajian, "O..mari saya antar. Saya tahu rumahnya. Rumahnya depan rumahku kok. Sebelah baratnya."

Tak dinyana, kami dapat bertemu dengan keluarga yang sebenarnya masih satu garis lurus dari keturunan ibuku dengan generasi yang berbeda. Dari generasi pertama dapat bertemu dengan generasi kedua, ketiga, dan generasiku, yakni generasi keempat. Sambil saling bertanya dan bercerita, aku merasa ngantuk berat, dan aku tidak tahu kisah selanjutnya. Aku tidur saja di samping keluarga besar yang masih bercerita tentang keluarga dan keluh kesah yang sesama saudara tetapi tidak pernah bertemu.

Pagi harinya, tanggal 23 Juli 2017, sebelum ke makam untuk ziarah, kami sarapan bersama. Selesai makan, langsung menuju makam kakek buyutku. Dengan ditemani Mbah M. sebagai pemberi petunjuk lokasi makam, kami berangkat bersama dengan mengendarai mobil. 

Ziarah ke makam. (Dok. Pribadi)
Ziarah ke makam. (Dok. Pribadi)
Meskipun, sebenarnya jaraknya relatif dekat sekitar 450 Meter. Ziarah ini cukup singkat. Dengan membawa bunga setaman dan berdoa di atas makam kakek buyut yang dipimpin oleh bapakku, kami pun berdoa. Hanya 10 menit saja, kami langsung kembali ke rumah Mbah M. sembari berpamitan untuk menuju Tulungagung.

Saudara tua. (Dok. Pribadi)
Saudara tua. (Dok. Pribadi)
Singgah di saudara juga di sana. Sekaligus sebagai agenda lanjutan dari perjalanan ini dengan rute yang berbeda. Dari Desa Grogol - Ponorogo menuju ke Tulungagung jaraknya hanya 51 Km via jalur selatan melewati Trenggalek. Lumayan jauh. Ditambah lagi sepanjang perjalanan ini dari Ponorogo bagian selatan dan Trenggalek jalannya berliku-liku.

1 jam lamanya kita sudah sampai di Tulungagung, langsung mengantarkan kakak sepupu kemudian kami langsung melanjutkan perjalanan menuju Banyuwangi, dengan perencanaan rute; ke Waduk Karangkates-Malang berhenti sejenak sambil menikmati pemandangan, ke arah utara menuju Lawang-Malang ke arah Banyuwangi lewat Pasuruan. Yup! Sesuai skenario! Selama kurang lebih 2,5 jam kita sudah tiba di Waduk Karangkates-Malang. Kebetulan saat itu aku memakai celana pendek. Huh....dinginnya! Salah pakaian aku ini. Dengan secepat kilat, di saat mobil sudah parkir, aku keluar duluan, dan segera ke warung makan untuk memesan makanan dalam sajian panas. Menu yang kulihat ada soto ayam dan soto daging. Ah, aku pesan soto ayam saja dan minumannya teh panas. Lumayan untuk penghangatan badanku. Hehehe...

Selesai makan, seperti biasa, tangan terasa gatal kalau belum memfoto pemandangan yang menarik. Dengan mendekati waduk tersebut, jeprat-jepret tanpa hadiah pun dilakukan. Karena aku sudah ancang-ancang, dalam waktu dekat ingin menulis perjalanan yang mengesankan ini. Hehehe..

Pohon Randu menyisakan kapuk. (Dok. Pribadi)
Pohon Randu menyisakan kapuk. (Dok. Pribadi)
Mungkin sebagai bonus sari perjalanan ini adalah pasca-istirahat dari Waduk Karangkates-Malang menuju Banyuwangi sebelum pulang ke daerah sendiri (Jembrana), di saat berada di persimpangan di salah satu sudut kota di Kota Malang, kami berkesempatan melihat pohon randu yang merontokkan daunnya sehingga kenampakan seperti bunga sakura di musim gugur. Aku cukup bilang satu kata "Amazing!". 

Bagaimana tidak, di tengah-tengah kota, di ujung perempatan, pohon randu tinggi menjulang, yang tersisa hanya batang pohon dan kapuknya saja, dan tidak ditebang. Keren 'kan?Selebihnya, mungkin hanya jauhnya perjalanan ini via jalur darat mengiri hampir setengah putaran Provinsi Jawa Timur, sensansinya luar biasa menurutku. Jarak Banyuwangi-Surabaya 300 Km, Surabaya-Ponorogo 221 Km, Ponorogo-Tulungagung sejauh 51 Km, dan Tulungagung-Banyuwangi ya kurang lebih 400-an Km. Yah...itu saja cerita ini. Dan, kami baru sampai di rumah sendiri pukul 01.55 WITA dinihari. Huh....capeknya...

Jembrana, 02 Agustus 2017
Widi J

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun